28. Berpisah Tanpa Pamit

1.3K 276 145
                                    

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

BAGAI jiwa kosong tanpa nyawa.

Begitulah kondisi Arutala yang mendadak muram setelah Gatra menjemputnya. Sesuram pintu bercat abu dengan papan bertuliskan ‘Operating Room' di mana kekasih tercinta tengah berjuang mempertaruhkan hidup dan matinya. Joanda Semesta yang semalam begitu sehat wal afiat menemani Arutala, siapa sangka keesokan harinya justru tergolek lemas hilang kesadaran, melawan maut yang tiba-tiba datang.

Tak jauh berbeda dengan pagi Gatra yang cukup kusut, di mana semalam tadi kesulitan tidur, begitu mendengar kabar mengejutkan mengenai sepupunya yang di perjalanan kantor mengalami kecelakaan malah membuat pikiran semakin semrawut. Tidak menyangka jika firasat mengganggu yang membuat hati cemas tanpa sebab akan menjadi pertanda bahkan membawanya pada sebuah realita. Bahwa sesuatu yang di awal baik-baik saja, belum tentu akan selalu berakhir baik lantaran bergantung pada kehendak Tuhan yang jauh lebih berkuasa.

Termasuk kondisi terakhir di koridor tempat mereka menunggu semakin diperparah dengan tangisan Yuriana yang cukup histeris. Pasalnya, si wanita dewasa tak merelakan keponakan yang sudah dianggap anak kandung sendiri harus mengalami hal nahas ini. Rasanya seperti tragedi, karena Yuri tau jika Joanda Semesta adalah pribadi yang sangat baik. Tidak seharusnya menanggung rasa sakit yang sampai meregang nyawa di ruang operasi.

“Anda ... kesayangan Mama, hiks. Kenapa ini harus terjadi, Nak? Kenapa harus kamu yang kenapa-napa? Ini s-semua karena Anda tiba-tiba maksain naik mobil lagi. Padahal dulu kamu yang bilang sendiri ke Mama gak akan nyetir, tapi s-sekarang malah ... hiks, Anda.”

Tangan Arutala terkepal. Sebetulnya dia pantas mendengar kalimat menyakitkan itu karena memang semua adalah kesalahannya. Jika saja kekasih tercinta tidak menjadikan alasan menjemput atau habiskan waktu bersama, mungkin kecelakaan bisa dihindari. Karena sebagaimana kalimat yang Anda lontarkan sendiri, alasan membawa mobil ke kantor semata hanya untuk Arutala.

“Mommy udah dong,” tapi tidak dengan Gatra yang lelah karena sejak Yuri mendengar kabar buruk tak mau berhenti menyalahkan keadaan. “Kita mana tau apa yang akan terjadi di masa depan, termasuk Mas Anda kecelakaan pun bukan kehendak kita. Yang namanya musibah meski Mas Anda ke kantor naik motor atau kereta, kalau harus terjadi ... ya terjadi aja. Udah ya, Mommy? Jangan salahkan yang udah berlalu lagi, lebih baik kita doakan Mas Anda yang lagi berjuang, semoga dokter pun bisa melakukan tugasnya untuk selamatkan Mas Anda.”

Yuriana menggeleng, tak sanggup menerima duka kembali datang pada keluarganya. Hatinya jelas trauma karena mendiang suami tercinta pun tanpa pertanda malah mengejutkannya dengan penyakit yang diderita. Yuriana lelah, berharap agar tidak lagi merasakan hal sama dan terjadi di keluarga kecilnya.

“Gaga sayang, M-Mas Anda ... Mommy gak mau kehilangan dia. Mamas kamu baik-baik aja, kan? Dia bisa sehat lagi, kan? Mommy bisa masakin makanan kesukaan dia lagi, kan? M-Mommy masih bisa liat senyum itu setiap hari, kan?”

[✔] Celah PeronTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang