13. Perasaan Mengganggu

1.6K 318 219
                                    

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾🐾

NAMANYA rezeki anak baik memang tidak akan lari ke mana.

Sepulang ngampus, Dika yang kebetulan lebih sering membawa mobil karena sudah memasuki musim penghujan mengajak Gatra. Tentu sebagai tetangga karena tinggal di satu lingkungan perumahan, tidak ada salahnya apabila putuskan untuk berangkat dan pulang bersama.

Sebab benar saja, sore itu langit Jakarta tampak mendung seperti hendak menjatuhkan badai di mana terlihat kilat menyambar. Sangat repot apabila Gatra memilih opsi naik kereta yang sudah pasti padat saat jam pulang kantor. Belum lagi saat hujan mengguyur dan menunggu sampai reda karena takut terserang flu.

Mana dia baru aja sembuh dan obat kudu dibeli pake duit. Gatra yang bokek dan sedikit pelit ini keburu pusing memikirkan bagaimana caranya sampai di rumah dalam kondisi selamat dan sehat.

Pokoknya shout out untuk Abang Bro Dika Simajuntak yang menjadi penyelamat hari ini. Lumayan lah bisa irit bensin dan uang jajan disimpen buat traktir Grahita. Semoga Dika sering-sering aja ngajak berangkat dan pulang bareng setiap harinya.

Aamiin, hehe.

"Kau sedang buru-buru tidak?"

"Nggak kok, kenapa? Lo mau mampir dulu?"

Dika mengacungkan dompet yang jelas bukan miliknya. "Mampir di kantor Kak Shua sebentar ya? Kemarin pas kami keluar untuk makan, dompetnya ketinggalan di mobil. Mumpung belum hujan, aku mau ketemu sebentar."

"Kak Shua?" Gatra mengingat nama yang tak asing dan sering dia dengar. Jika tidak salah dalam rentang waktu setengah tahun ini menjadi nama yang sering disebut Dika.

"Masa kau lupa sih? Kak Shua..., itu loh, yang Mamak sering ceritakan sebagai calon tunanganku kelak."

"Anjing! Jadi, beneran lo nerima perjodohan yang kemaren itu, Dik? Gue kira lo gak tertarik."

Dika mengangkat bahu. "Awalnya memang sulit, tapi lama kelamaan daripada kepala pening diatur terus-terusan, lebih baik aku terima saja. Ternyata Kak Shua baik, ya sudah."

"Ribet ye keluarga lo masih aje jodoh-jodohan."

"Nggak juga, buktinya aku mulai nyaman dengan Kak Shua. Nanti kau lihat saja bagaimana orangnya, tapi awas jangan sampe jelalatan mata kau! Untuk dapetin Kak Shua sampai sebaik ini reponsnya jelas gak gampang. Setidaknya dukung lah Abangmu ini, Ucok!"

"Siap komandan! Keren juga temen gue yang cuma dagang pulsa ternyata calon tunangannya kerja kantoran. Selera lo yang dewasa ya, pantesan akhir-akhir ini otak lo rada mendingan kalo kasih saran. Berbobot dikit lah! Bangga gue dengernya."

Tapi sebetulnya, jauh di dasar hati Dika masih ada keraguan untuk membina lebih jauh hubungan yang masih dalam tahap percobaan. Mengandalkan dua keluarga yang ternyata terlahir dari tanah Batak yang sama, keputusan Mamak di rumah dengan Mamak Kak Shua memang cukup konyol jika mengingat zaman yang serba canggih sekarang.

[✔] Celah PeronTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang