2. NamJin: Lesung Pipi dan Matamu Berbicara

1.2K 77 12
                                    

Seokjin (14 tahun)

Seokjin menusuk-nusuk kedua pipinya sambil melihat bayangannya di kaca loker. Ia tersenyum dan menolehkan kepala ke kanan, ke kiri, lalu kembali ke tengah namun segera menurunkan tangannya kembali.

"Kenapa lesung pipiku tidak sama dengan lesung pipi Namjoon? Lesung pipinya sangat menggemaskan sementara lesung pipiku cuma begini."

Seokjin kesal. Ia ingin memiliki lesung pipi seperti Kim Namjoon, siswa baru di kelasnya itu. Di dalam kepala Seokjin, ia percaya jika memiliki lesung pipi yang sama dengan Namjoon, mereka akan lebih mudah berteman sehingga Namjoon tidak akan sendiri tanpa teman.

"Kau kenapa?" tanya Jimin, salah satu temannya di klub drama sekolah.

"Tidak apa-apa." Seokjin menutup pintu lokernya setelah mengambil tasnya.

"Ada teman sekelasmu yang menunggu di luar," sambung Jimin.

"Siapa?"

"Tidak tahu namanya dan aku belum pernah melihatnya. Mungkin siswa baru."

Alis Seokjin terangkat.

"Namjoon?"

Jimin hanya mengangkat bahu lalu berjalan menuju lokernya.

Seokjin terburu-buru ke luar dan melihat Namjoon yang berdiri beberapa meter dari panggung, tempat semua anggota klub drama berlatih sebelumnya.

"Hei!" sapa Seokjin. "Ada apa?"

"Tidak ada apa-apa," jawab Namjoon lirih sambil menundukkan kepala.

"Aku sudah selesai dan mau pulang. Ehm...mau pulang bersama?"

Namjoon masih menunduk namun tak lama Seokjin melihat anggukan kepalanya.

"Ayo."

---

Seokjin (17 tahun)

"Joonie!" Seokjin berteriak kesal pada Namjoon yang berjalan di belakangnya. "Aku perlu menunggu berapa lama lagi sampai kau mau berjalan di sampingku? Kenapa selalu berjalan di belakangku?"

"Tidak apa-apa. Terus saja. Sebentar lagi sampai di rumahmu."

Seperti biasa sejak tiga tahun yang lalu, Seokjin akan berdecak kesal setiap kali Namjoon menjawab pertanyaannya seperti itu.

"Kenapa kau selalu begitu? Kau sengaja membuatku marah ya?" Seokjin mengomel sambil berjalan pulang. Di belakangnya, Namjoon menatap punggung Seokjin dengan senyuman yang menonjolkan lesung pipinya.

"Apa susahnya tinggal maju sedikit? Tidak sampai lima langkah juga!" Seokjin berhenti dan berbalik. "Kalau kau tidak mau maju, aku yang mundur!"

Namjoon tertegun. Bola matanya membesar dan kedua tangannya bergerak untuk melarang Seokjin mendekat.

"Ti-tidak. Begini saja."

Seokjin menatap Namjoon dengan tatapan yang belum pernah Namjoon lihat sebelumnya. Kecewa bersampur sedih.

"Baiklah. Aku bisa mengerti kalau kau malu dilihat orang lain berjalan bersamaku. Mana ada yang mau berjalan dengan anak narapidana."

---

Namjoon (21 tahun)

"Hei, Namjoon!"

"Halo, Namjoon!"

"Namjoon Oppa, apa kabar?"

Namjoon tersenyum dan menundukkan kepala sedikit setiap kali orang-orang menyapanya di koridor kampus Seoul National University. Wajahnya mulai dikenali setelah berhasil memperoleh empat medali emas di cabang olahraga renang awal tahun ini. Ia pun sering diberi coklat, permen, bahkan surat cinta hampir setiap hari. Membuat beberapa lelaki lain iri.

Tetapi, sejujurnya, semuanya terasa membebani baginya. Apalagi, sekarang ia sendirian tanpa ada Seokjin di sisinya. Kim Seokjin, satu-satunya siswa yang menyapa dan tersenyum padanya saat ia menjadi siswa baru. Kim Seokjin, yang selalu mengajaknya berbicara meskipun Namjoon jarang membalasnya dengan kata-kata. Kim Seokjin, yang membuatnya merasakan arti jatuh cinta. Kim Seokjin, yang meninggalkannya dua tahun lalu setelah Sang Ayah bebas dari penjara.

"Hei, Namjoon. Kau diminta ke ruang dekan," ujar salah satu teman sekelasnya. Namjoon hanya mengangguk singkat dan menggumamkan terima kasih.

Tok tok!

"Permisi, Profesor. Anda memanggil saya?"

"Ah ya. Masuk dan duduklah, Namjoon."

Dekan Fakultas Kedokteran, Profesor Bang Sihyuk, meletakkan selembar kertas di hadapan Namjoon.

"Aku mau menawarimu beasiswa untuk kelas musim panas di Universitas Leiden selama enam bulan. Tertarik?"

Jelas saja Namjoon tertarik. Tanpa ragu, ia pun mengangguk.

"Baiklah. Dua hari lagi, datanglah ke sini. Kita akan membahas persiapannya."

---

Namjoon (27 tahun)

Namjoon berjalan kaki di tepi kanal yang berada di tengah kota Amsterdam. Ia sangat menyukai kota ini dan merasa siapapun perancangnya pastilah seorang jenius.

Lesung pipinya tampak saat ia tersenyum karena mengingat hidupnya selama sepuluh tahun sejak Seokjin meninggalkannya entah ke mana. Ia menjadi atlit renang untuk kampusnya, lulus sebagai seorang dokter umum, dan mengambil ilmu spesialis di Belanda untuk menjadi seorang dokter mata.

Mata. Ia mengingat mata bening milik Seokjin. Mata yang menarik hatinya. Mata yang selalu memancarkan perasaan pemiliknya. Mata yang sangat ia rindukan.

Namjoon terus mencari Seokjin semampunya. Ia berselancar di dunia maya namun tampaknya Seokjin adalah seseorang yang Googleless. Sampai sepuluh tahun berlalu, ia sama sekali tak tahu di mana keberadaannya.

Namjoon berbelok dan melangkah maju menuju gedung apartemennya. Ia melihat sebuah kotak di depan pintu apartemen di samping kanan apartemennya. Ia ingat kotak tersebut sudah berada di sana saat ia keluar dari apartemennya pagi ini.

Namjoon mengetuk pintu tetangganya beberapa kali sebab tak ada sahutan. Setelah mencoba lagi, akhirnya ia mendengar seseorang yang memintanya menunggu sebentar.

"Sorry for keeping you here. I was not feeling good since yesterday," jelas lelaki yang membuka pintu. Namjoon terbelalak dibuatnya.

"Kim...Seokjin?"

- Selesai (begitu saja) -

Monkey BusinessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang