3 | Drama Jalan Berdua

6.6K 765 10
                                    


“Tumben kamu mau aku ajak keluar. Tadi siang aja langsung pulang,” sindir Mas Abhi diakhiri tawa ringan.

Aku yang duduk di sampingnya hanya bisa mendengus karena malas menanggapinya. Dia tidak tahu saja aku menerima ajakannya karena di rumah aku tidak bisa ketus di depan Mas Abhi. Aku harus bersikap manis dan sopan, kalau tidak aku bisa disiram kuah panas sama Mamak.

“Enggak mau dijawab?” ucap Mas Abhi lagi.

Entah ini sudah ke berapa kalinya Mas Abhi berusaha mengajakku ngobrol selama dalam perjalanan. Namun sebanyak itu pula aku mengabaikannya.

"Ya udah, kamu mau makan apa?”

Nah! Kalau yang ini mesti dijawab. “Sate,” balasku cepat.

Lagi-lagi Mas Abhi tertawa. “Kalau nanya soal makan aja jawabnya cepet.”

“Soalnya laper,” jawabku malas.

Tidak lama kemudian, Mas Abhi menepikan mobilnya. Sebelum turun, aku melihat warung sate yang cukup ramai dari balik jendela.

“Kenapa?”

Aku menoleh cepat karena merasakan napas hangat dekat telingaku. Benar saja, wajah Mas Abhi sangat dekat dengan wajahku. Tanganku secara spontan mendorong dadanya menjauh, membuka seatbelt kemudian turun dari mobil. Dasar! Bisa-bisanya ambil kesempatan.

Tanpa memedulikan Mas Abhi yang terus memanggil namaku, kakiku terus berjalan mencari meja kosong. Urusan memesan makanan biar dia yang urus. Terlebih Mas Abhi juga pasti tahu sate apa yang sering dan paling aku suka.

Aku sengaja menyibukkan diri dengan ponselku ketika Mas Abhi tiba dan duduk di hadapanku. Mas Abhi tidak lagi berusaha mengajakku bicara, dia juga sibuk dengan ponselnya bahkan Mas Abhi sempat keluar untuk menerima telepon. Sementara aku? Menggulir timeline Instagram yang tidak benar-benar aku perhatikan.

Kepalaku justru sibuk menjelajah ke masa lalu. Di mana aku dan Mas Abhi dekat bagai saudara kandung. Dan sekarang, setelah berpisah bertahun-tahun. Mas Abhi datang dan menawarkan hubungan yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya.

Aku baru meletakkan ponselku ketika dua porsi sate lengkap dengan lontong tersaji di depanku. Lamunanku pun ikut buyar seketika.

“Akhirnya, sekarang makan ada yang nemenin ya, Mas,” ujar si penjual sate seakan telah mengenal Mas Abhi cukup lama.

Aku melirik Mas Abhi, menunggunya menanggapi namun Mas Abhi hanya tersenyum tanpa kata.

“Aku sering makan di sini,” kata Mas Abhi begitu si Mas penjual sate pergi.

“Sendiri?” tanyaku sambil menuangkan dua sendok sambal di atas sate ayamku.

“Iya, memangnya aku mau makan sama siapa?” tanyanya balik sambil memeras jeruk nipis dipiring sateku.

“Temen, pacar atau papanya Mas Abhi,” balasku menaikkan satu per satu jariku. Aku sengaja memancingnya, siapa tahu secara tidak sadar Mas Abhi akan menceritakan kisah kasih dengan mantannya.

“Aku enggak punya pacar, Dek.”

Padahal aku sudah melarangnya memanggilku adek. Dasar!

Lamaran Kedua Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang