Berdiri dengan tubuh bersandar pada pilar teras, Nadine menatap halaman yang panas. Hatinya kacau balau setelah menerima telepon dari asisten Dave. Ia mengerutkan kening, sama sekali tidak menyangka akan berurusan dengan seorang yang kaya raya seperti Dave. Laki-laki pemilik jaringan bisnis real estate terbesar di Indonesia. Bukan hanya itu, yang ia dengar Dave juga memiliki bisnis perkebunan dan tambang. Bisa dikatakan, harta kekayaan laki-laki itu tidak akan habis tujuh turunan.
Ia bingung dan kalut. Permintaan bertemu dari sang konglomerat tentu ada kaitannya dengan mobil laki-laki itu. Dan, saat ini ia sama sekali belum punya uang.Uangnya yang tersisa di dompet sudah dirampas oleh Kurnia. Selain itu, ia harus membayar biaya perbaikan motornya. Untunglah, Prima memberinya kelonggaran untuk mencicil.
“Hei, bengong aja kamu. Nggak pergi?”
Nadine menoleh ke arah Lestari. “Tadinya niat pergi tapi klien membatalkan janji karena ada urusan ke luar kota.”
“Belum closing juga?”
“Belum, masih mempertimbangkan tentang yin dan yang. Bolak balik aku mengantar mereka ke sana, semoga saja closing.”
“Amin, semoga saja. Kita nggak bisa maksa klien untuk membeli unit hanya karena lokasi atau harga bagus. Mereka pasti banyak pertimbangan.” Lestari menatap sahabatnya lekat-lekat , sebelum melanjutkan ucapannya. “Anto resign.”
Nadine terbelalak. “Be-benarkah? Kamu tahu dari mana?”
Lestari menghela napas. “Dari teman-temannya sesama staf. Katanya, laki-laki itu membawa istrinya pergi begitu keluar dari RS.”
“Brengsek! Setan!” Nadine memaki keras. Seketika, kepalanya berdenyut menyakitkan. Tadinya, ia berniat untuk menagih biaya perbaikan pada Anto, begitu laki-laki itu kembali bekerja. Namun, siapa sangka Anto malah kabur.
“Kamu pasti pusing, ya? Semoga saja klienmu closing segera.”
Nadine mengangguk. Dari hati yang terdalam, ia ingin sekali agar sang klien menutup transaksi. Ia bisa mendapatkan komisi yang akan sangat membantunya melunasi hutang-hutang. Namun, ia masih harus bersabar untuk itu.
Sisa hari dihabiskan Nadine dengan mempelajari interior gedung dari Royal Garden City. Sebelumnya, ia memang sudah pernah membaca, hanya saja takut ada yang terlewat olehnya.
Pukul 5.30, ia memacu motornya meninggalkan kantor menuju alamat Dave. Ia tahu di mana letak kantor sang konglomerat, karena di Jakarta terhitung paling tinggi, keren, dan megah. Terlebih lokasinya berada di tempat paling strategis di ibukota. Mempertimbangkan kemacetan karena bersamaan dengan orang pulang bekerja, ia melajukan motornya melalui jalan kecil. Memang lebih lama tapi setidaknya tidak macet.
Satu jam kemudian, ia sampai di kantor Dave dan diantarkan resepsionis untuk bertemu Wildan.
Untuk sesaat ia tercengang, menatap laki-laki berjas abu-abu di hadapannya. Bertubuh ramping dengan wajah mulus tanpa janggut, Wildan lebih cocok jadi model dari pada seorang asisten.
“Nadine, mari ikut aku.”
Melangkah dengan grogi, Nadine mengikuti Wildan menyusuri lorong berkarpet. Kantor Dave terpisah dari pegawai yang lain. Laki-laki itu menempati satu suit besar sendirian, dengan meja asisten dan sekretaris berada di bagian depan.
Lorong menguarkan aroma citrus, Nadine menduga berasal dari pewangi udara yang menyemprot otomatis secara berkala.
Wildan membuka pintu menggunakan kartu lalu membiarkan Nadine melewatinya.
“Kamu tunggu di sini, Tuan Dave sebentar lagi datang.”
Nadine mengangguk dan mengenyakkan diri di sofa. Wildan menghilang ke balik pintu yang sepertinya menghubungkan dengan ruang dalam. Ia terpukau, saat melihat pemandangan kota dari tempat duduknya. Tidak tahan untuk melihat, Nadine bangkit dari sofa dan berdiri di depan kaca.
Pemandangan di hadapannya membuatnya terpukau. Gulita malam yang datang menyapa, membuat kota dalam keadaan temaram.
KAMU SEDANG MEMBACA
SKANDAL CINTA
RomanceNadine, 24 tahun, gadis yang berprofesi sebagai sales apartemen dan juga mempuanyai profesi sampingan sebagai wanita pendamping bagi para pria yang membutuhkannya untuk pesta atau acara tertentu. Nasib membawanya bertemu dengan Dave, pria 32 tahun y...