Dave datang bersama Anderson dan mengabarkan kalau mengalami luka di tangan. Katanya tanpa sengaja tertusuk sesuatu saat mengambil bola. Dengan sigap, Nadine meraih tangan Dave dan mencoba mengeluarkan serpihan yang menusuk kulit.“Sakitkah?” tanyanya lembut.
“Sedikit, lebih ke nyeri.”
“Tahan, bentar lagi dapat.”
Dave terdiam, memandang bagian belakang kepala Nadine. Rambut merah wanita itu tergerai hingga ke pundak. Aroma sampo bercampur parfum, menggelitik hidungnya. Tanpa sadar Dave mendesah, mencoba menenangkan diri. Saat dekat begini, ia teringat tentang minggu lalu, kala Nadine mencoba meredakan gairah. Bayangan wanita polos tanpa sehelai benang, masih membekas di pikirannya. Kini, saat kepala mereka beradu dengan tubuh saling bersentuhan, membuat Dave tidak tenang.
“Ah, sudah, Tuan.” Nadine mengangkat wajah dan tersenyum. “Pasti udah nggak sakit.”
Wajah wanita yang semringah dengan senyum menawan dari bibir merona, Dave menahan keinginan untuk mengecup.
“Ehm, terima kasih. Sudah baik.”
“Wah-wah, benar-benar pasangan sejati.” Istri Anderson bertepuk tangan kecil.
Nadine yang tersadar sedari tadi memegang tangan Dave, melepaskannya tiba-tiba.
“Ayo, kita makan siang bersama,” ucap Anderson pada mereka.
Penuh keakraban, mereka menyantap hidangan di restoran club. Kali ini, Nadine benar-benar menikmati makanannya. Ia bahkan tidak canggung untuk melayani Dave, seperti menuang minum atau membantu mengupas udang. Ia berbuat sebaiknya, selayaknya pasangan.
Dave pun tidak kalah manis memperlakukannya. Laki-kaki itu secara khusus memesan cake mango kesukaannya. Tidak lupa membeli sekotak coklat yang dibawa pulang olehnya.
Pertemuan berjalan sukses, di mobil saat mengantar Nadine pulang, sesekali senyum muncul di bibir laki-laki itu. Nadine menduga, ada deal-deal antara para petinggi yang tercapai kesepakatan. Ia tidak paham.
“Terima kasih coklatnya, Tuan. Enak ini.”
“Kamu suka?” tanya Dave saat melihat Nadine mengamati kotak mengkilat di pangkuannya.
Nadine tertawa lirih. “Jelas suka. Mahal pasti.”
“Lusa aku ke luar negeri. Nanti aku bawakan.”
“Benar, Tuan?” Nadine terbelalak , detik itu juga merasa malu. “Terima kasih.”
Dave melirik sekilas pada Nadine yang menunduk malu. “Nanti malam, Wildan akan mengantar gaun-gaun baru untukmu.”
Mendongak kaget, Nadine berucap bingung. “Tuan, saya masih banyak gaun.”
“Kamu perlu lebih banyak. Jangan sampai datang ke acara dengan gaun yang pernah dipakai dua kali.”
Nadine menelan ludah. “Lalu, gaun yang sudah pernah dipakai bagaimana.
Dave terdiam sejenak, berkonsentrasi pada jalanan di depannya. “Simpan buatmu.”
Jawabannya yang lembut membuat Nadine mengulum senyum. Pikirannya mengembara tak tentu arah, kalau saja Dave bukan gay, ia akan berupaya untuk memikat hati laki-laki itu. Hanya saja, harapan tinggal harapan, karena ia sadar diri tentang siapa dirinya.
Seperti biasa, Nadine diantar sampai halte. Sepanjang jalan menuju kos-nya, senyum tak lepas dari mulut Nadine. Ia menenteng coklat di tangan dengan hati berbunga. Sudah lama sekali ia tidak menerima kebaikan dari seorang laki-laki tanpa pamrih. Karena semenjak menjadi lady escort, semua laki-laki yang dekat dengannya karena pekerjaan. Bahkan sampai hari ini, Anina masih sering menghubungi karena banyak klien minta ditemani olehnya. Dengan terpaksa ia menolak karena sudah terikat perjanjian dengan Dave. Ia bahkan berencana untuk berhenti jadi lady escort, saat utangnya lunas.
KAMU SEDANG MEMBACA
SKANDAL CINTA
RomanceNadine, 24 tahun, gadis yang berprofesi sebagai sales apartemen dan juga mempuanyai profesi sampingan sebagai wanita pendamping bagi para pria yang membutuhkannya untuk pesta atau acara tertentu. Nasib membawanya bertemu dengan Dave, pria 32 tahun y...