Bab 8b

8.8K 1K 67
                                    

#Skandal_Cinta_Sang_Konglomerat
#Bab_8b

***
Hari pertama mereka tinggal bersama, sukses terlewati. Masing-masing sibuk dengan kegiatan dan pekerjaan. Nadine yang pulang lebih dulu, makan malam sendirian di rumah karena Dave mengabari ada meeting sampai tengah malam.
Di dalam rumah besar, hanya ada pelayan. Pantas saja kalau Dave tidak betah tinggal sendiri,  pikir Nadine saat duduk sendiri di ruang tengah. Ada TV layar lebar yang sedang memutar film di depannya. Ia sama sekali tidak fokus, karena menunggu Dave pulang. Tanpa terasa, menunggu membuatnya tertidur di sofa.

Dave mengendurkan dasinya. Hari ini meeting berjalan alot. Tiba di ruang depan, pelayan menghampiri dan bertanya tentang makan malam. Ia menolak. Langkahnya terhenti di ruang tengah saat mendapati Nadine tertidur di sana.

“Kenapa Nona tidur di sini?” tanya Dave pada pelayan di belakangnya.

“Nona menunggu Tuan pulang.”

Melangkah perlahan, Dave menuju sofa. Ia memberikan jas, dasi, dan tas pada pelayan. Lalu, menyuruh mereka pergi. Menarik napas panjang, ia duduk di pinggir sofa. Menatap wajah Nadine yang tertidur pulas. Ada satu hal menggelitik hatinya, karena seumur hidupnya baru kali ini ada yang menunggunya pulang.

Gatal ingin menyentuh, ia membelai lembut wajah Nadine. Mengamati jika wanita yang sedang tertidur di hadapannya benar-benar cantik.

“Kamu masih muda tapi banyak masalah.  Selamat tidur.”

Ia bangkit dan membiarkan Nadine tertidur. Sebelum naik ke atas, ia memerintahkan kepala pelayan untuk memberikan Nadine selimut dan bantal. Lalu, membiarkan wanita itu tertidur di sofa sampai pagi.
**
Tidak ada yang berubah meski mereka tinggal satu atap. Nadine tetap bersikap segan pada Dave. Meskipun kini intensitas mereka mengobrol jadi lebih banyak. Entah siapa yang meminta, Dave jadi rajin pulang untuk makan malam.

Begitu juga Wildan. Laki-laki cantik, begitu Nadine memanggilnya. Sering datang untuk makan bersama. Dibandingkan dengan Dave yang lebih dingin, Nadine lebih suka mengobrol dengan Wildan.

“Aku penasaran sama sesuatu,” ucap Nadine sambil berbisik. Sebelumnya ia melihat ke belakang dan memastikan Dave tidak mendengar, lalu kembali bicara dengan Wildan. “Gimana cara kamu maksa Lesmana biar jual rumah itu.”

Wildan yang sedang sibuk dengan ponselnya menoleh. “Eh, pakai trik khusus.”

“Apa? Beritahu aku.”

“Kenapa? Penasaran, ya?”

“Iya, memang.” Nadine mengangguk.

“Oh, gampang itu. Biasanya kami selalu menemukan kelemahan calon lawan kami. Kamu tahu apa kelemahan mereka?”

Nadine menggeleng. Ia beringsut mendekat ke arah Wildan. “Apa?”

“Itu, si Ibu yang punya kontrakan ternyata punya hutang judi. Trus, suaminya doyan ke tempat pelacuran. Klop, banyak hutang dan rumah kos itu dijadikan jaminan hutang.”

“Wah, lalu kalian bayar hutang mereka?”

Wildan mengangkat sebelah bahu. “Rumah kecil begitu, buat Tuan nggak ada artinya.”

Tidak mampu menahan gemas, Nadine menggebuk lengan Wildan. “Sombong banget kamu jadi orang, Wildan. Sekeceil-kecilnya rumah itu pasti lebih dari tiga milyar.”

“Tetap saja hitungannya kecil. Kami biasa nego yang ratusan milyar atau juga trilyun.”

“Ya-ya, sombong aja terus sampai nyundul langit. Awas kepentok trus jatuh.”

Wildan tertawa terbahak-bahak melihat Nadine mengomel. Sungguh, ia merasa gadis di sampingnya sangat lucu.

“Kalian menertawakan apa?”

SKANDAL CINTA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang