26

27 12 5
                                    

Kini aku sedang duduk di kantin Rumah Sakit bersama Haidar setelah menaruh alat alat nebulizer di gudang. Aku juga sempat meminta izin istirahat pada dokter Haikal setelah memastikan keadaan di bangsal sudah teratasi.

Aku ingin sekali membicarakan mengenai dua pria kembar itu pada Haidar, yang notabene sahabatnya. Sungguh, sebenarnya aku sama sekali belum siap untuk membicarakan ini semua, tapi setelah dipikir pikir bahwa urusan ini harus segera diselesaikan. Dari awal aku sudah berniat untuk menolak mereka, karena aku sudah dilamar oleh Ilham. Mungkin inikah alasannya jika suatu niat baik harus diumbar, walau tujuannya bukan ingin mematahkan banyak hati. Tapi karena ada hati yang harus dijaga. Namun bukankah lamaran itu tidak perlu diumbar? Sebab hanya pernikahan saja yang perlu diumbar?

Mereka mengutarakan perasaannya padaku dengan cara yang berbeda. Aku harus banyak meluruskan sesuatu. Mengenai Ilham yang mengatakan niat baiknya hingga datang menemui wali ku, memang sudah diketahui oleh teman temanku, namun mereka belum tahu kejelasan alur ceritanya. Aku tidak pernah mengatakan hal itu pada siapapun, entah dari siapa mereka mengetahuinya.

Untuk kesekian kalinya otakku menyuruhku kembali ke masa dimana aku belum bertemu dengan mereka berdua. Sedari awal aku juga mencoba untuk acuh tak acuh terhadap mereka berdua namun hatiku memaksa untuk menyelesaikan masalah ini dan ingin berbicara langsung pada mereka. Takdir memang selalu mempermainkan ku. Ketika aku tidak ingin bertemu dengan mereka Takdir malah mempertemukan kami dan ketika aku ingin bertemu dengan mereka Takdir malah tidak mempertemukan kami.

Lamunan ku terputus mendengar suara pergerakan meja yang digeser oleh Haidar. Dia duduk di seberang meja tepatnya didepanku. Kami tidak berduaan di kantin, masih ada beberapa pelanggan yang mengisi meja yang kosong meski tidak terlalu ramai, namun sebisa mungkin aku menjaga jarak ku dengan Haidar. Ayan benar, inilah alasan bahwa islam membatasi interaksi antara perempuan dengan laki laki agar setan tidak mudah mengambil kesempatan dalam kesempitan menggoda manusia.

"Kamu masih sibuk?" Tanyaku pertama.

"A little bit, kenapa?" Katanya. Seketika aku meragukan diriku untuk membicarakan hal ini pada Haidar. Apalagi melihat beberapa kertas bergambar desain bangunan yang berserakan diatas meja. Dalam keadaan yang kurang fit dia masih saja tetap menyelesaikan pekerjaannya. Sepertinya ini bukan waktu yang tepat.

"Nggak papa kok Sy, ini desain juga udah mau selesai." Katanya lagi seolah paham dengan tatapan ku pada kertas bergambar desain bangunan itu. "Mau bicarain apa?" Sambungnya setelah memasukkan beberapa lembar kertas itu kedalam tasnya.

"Kamu pasti tahu ini." Kataku sambil menunjukkan layar ponselku padanya. Tertera nama akun instagram Arfan disana yang mengikuti akun instagram ku beberapa hari yang lalu dilayar ponselku.

"Dia suka kamu." Balas Haidar. Aku tidak begitu terkejut mendengarnya, karena sedari awal aku sudah menduganya.

"Arfad juga." Aku mengeluarkan amplop coklat yang Arfad berikan kepadaku lalu mengulurkannya pada Haidar. Pria itu meraihnya kemudian membuka isi amplop coklat itu. Kelihatan jelas, keterkejutan Haidar dari mimik wajahnya. Dia melempar tatapannya seolah bertanya tanya padaku.

"Aku baru tahu mereka kembar saat hari wisuda dan aku ingin ketemu salah satu dari mereka buat bicarain ini. Tapi dari kemarin aku nggak ketemu mereka di rumah sakit ini." Ujar ku langsung to the point.

"Aku juga jarang bahkan belakangan ini belum ketemu salah satu dari mereka Sy, walau aku bekerja di perusahaan Arsitek milik keluarganya. PT Megantika Indonesia." Selain pemilik dua cabang rumah sakit, keluarganya juga memiliki sebuah perusahaan. Keterkejutan mulai terpapar jelas diwajahku. Aku tidak salah dengar? Mereka anak pemilik dua cabang Rumah sakit dan juga pemilik salah satu perusahaan Arsitek itu? Aku mulai pesimis.

Cinta Setinggi Arsy-Mu {Done} Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang