12

70 22 1
                                    


Dokter Orthopedi bilang, bahwa pergelangan tulang pergelangan kaki ku bergeser dan dokter juga memasang gips pada kaki ku. Entah berapa banyak uang yang dikeluarkan Arfan untuk membayar ini semua. Aku semakin tidak enak padanya dan merasa punya hutang budi pada Arfan.

Selama 3 bulan kaki ku tidak boleh digerakkan sama sekali. Aku harus berjalan menggunakan alat bantu. Beruntung kak Akmal memiliki teman yang spesialis Orthopedi jadi aku bisa melakukan chek up untuk mengatahui perkembangannya secara percuma cuma pada temannya.

Setelah Arfan mengantarkan ku pulang kak Abi dan Kak Akmal mengadakan sidang diruang tamu. Aku seperti seorang penjahat kriminal yang sedang di interogasi oleh polisi.

Beruntung aku selalu hafal pertanyaan yang dilontarkan oleh kak Abi dan Kak Akmal, jadi aku tidak takut atau gugup menjawab setiap pertanyaan mereka.

Selesai melaksanakan sholat Isya dan mengaji, aku merebahkan tubuh ku diatas kasur. Kaki sudah sedikit membaik setelah dikompres dengan air hangat.

Hari ini sedikit melelahkan buatku. Setelah Arfan mengantarku pulang, aku langsung membersihkan diri dengan air hangat yang di siap kan mbak Syiffa.

Dan sekarang lihatlah, jas berwarna coklat itu tergantung rapi di pintu almari ku. Kak Abi menyuruhku untuk langsung mencucinya di mesin cuci lalu menyetrikanya. Aku menyemprotkan jas Arfan dengan parfum yang sering Ilham pakai.

Ada sedikit rasa nggak rela jika jas Arfan ada padaku. Jika ditanya alasannya mengapa? Maka jawabannya adalah karena itu akan membuatku harus mengembalikan pada si pemiliknya. Otomatis hal itu membuatku bertemu dengannya.

Rasanya aku benar benar nggak rela jika harus bertemu dengannya. Bertemu dengannya sudah membuat kaki ku mati rasa, bagaimana jika aku sampai mengenalnya mungkin jantung ku akan berhenti berdetak.

Ku ambil benda tipis berbentuk persegi panjang yang sudah terisi penuh oleh kabel pengisi daya. Ku buka sebentar media sosial untuk melepas lelah, setelah itu aku mengambil Texbook di meja belajar. Ku baca sambil menghafal setiap bagian penting isinya.

"Arsy." Panggil kak Akmal, tanpa persetujuan ku dia sudah menyelonong masuk kedalam kamar ku.

"Kopi?" Aku mengangguk dan kak Akmal menaruh kopi di atas permukaan meja belajar ku.

Aku pun langsung duduk kemudian menyandarkan tubuhku dan menyeruput kopi buatan kak Akmal kemudian beralih fokus pada Texbook didepanku ini.

"Enak banget kan, punya kakak ganteng, trus bisa bikinin kopi adiknya lagi." Sindirnya

Mataku langsung beralih melihat pria berjakung didepanku. Dia seperti tidak ikhlas membuatkan ku kopi. Hubungan kakak adik kami dengannya seperti simbiolisis Mutualisme, saling menguntungkan. Dia menghubungi atau datang pada ku saat ada butuhnya saja dan aku juga melakukan hal yang sama. Walau aku lah yang lebih banyak membutuhkannya.

"Iya enak banget, makasih kakak ku yang ganteng." Ucap ku dengan nada tak ikhlas yang tersembunyi.

"Nah gitu dong, sama sama dedek." Balasnya sambil menjawil daguku.

"Gak usah pegang pegang, jijik tauk." Tandas ku sambil menepis kasar tangannya.

Kak Akmal memberikan cengiran tak berdosa, dari sikapnya inilah yang membuatku jengkel. Dia selalu saja usil dan jahil padaku.

Cinta Setinggi Arsy-Mu {Done} Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang