"Kamu sibuk banget dari tadi sama HP-mu, lagi ngapain sih? Twitteran?" komentar Wooseok yang melihat Wei sejak pagi hingga sore hari ini hanya berbaring di kasur dan sibuk dengan ponselnya.
Wei meletakkan gawainya, mengubah posisinya menjadi duduk di kasur Wooseok, "Terus aku harus apa? Seharian ini kamu sibuk sama Byungchan bikin tulisan."
"Biasa deadline makanya aku bantuin sampai selesei," Wooseok meletakkan laptop Byungchan yang masih menyala di atas mejanya melanjutkan mengetik.
Wei menghampiri Wooseok, dari belakang tempat duduk Wooseok Wei melihat apa yang diketik Wooseok pada layar laptop. Dirinya membaca beberapa kalimat.
"Aku dulu beneran anak sastra bukan ya?" Wooseok mengalihkan pandangannya dari laptop kepada Wei yang masih memajukan tubuhnya melihat layar. Wei ikut menoleh menatap Wooseok. Wei hendak menjawab tapi kemudian tidak jadi, Wooseok bisa curiga kalau Wei menjawab pertanyaan Wooseok.
Wei mengangkat kedua bahunya.
"Kamu juga pasti gak tau," ucap Wooseok sambil kembali mengetik.
Wei yang ingin kembali menuju tempat tidur teralihkan fokusnya ketika melihat sebuah diska lepas yang tertancap pada laptop yang digunakan Wooseok tersebut.
Bentuknya, mereknya, entah kapasitasnya sama atau tidak tapi diska lepas itu mirip dengan miliknya dahulu. Diska lepas yang Wei yakin masih tersimpan rapih dalam kotak biru di apartemennya. Diska lepas yang membuatnya bertemu dengan Wooseok saat dirinya masih menjadi mahasiswa semester satu.
***
"Hei! Ini flashdisk-nya jatuh," Wooseok berlari mengejar seseorang yang tadi merogoh saku celananya ketika mengambil gawainya dan tak sengaja menjatuhkan diska lepasnya di jalan persimpangan menuju kampus.
"Oh, makasih ya. Untung lo liat, data presentasi gue ada di sini, bisa mampus kalau hilang," ujarnya.
Wooseok menengadahkan kepalanya sedikit karena orang yang ia kejar tersebut lebih tinggi darinya.
"Cakep banget," gumam Wooseok tanpa sadar.
"Iya?"
Wooseok menyadarkan dirinya sendiri dari pesona orang di hadapannya, "Maksudnya flashdisknya cakep banget. Sama-sama, gue duluan ada kelas," Wooseok langsung berlari menuju kampus meninggalkan orang tersebut karena malu dengan apa yang dikatakannya.
"Bego banget Kim Wooseok, itu flashdisk pasaran banget malah flashdisk gue juga bentukannya begitu. Ngeles lo gak bisa kerenan dikit apa Kim Wooseok," Wooseok memukul-mukul bibirnya yang sembarang ucap.
Sementara orang tersebut masih berdiri di tempatnya membolak-balik diska lepas miliknya, "Apanya yang cakep? Perasaan ini flashdisk biasa aja."
Ajaibnya, esok pagi lima belas menit sebelum jam pertama dimulai, di tempat fotokopi tak jauh dari kampus yang merupakan langganan Wooseok, Wooseok kembali bertemu dengannya, orang yang diska lepasnya jatuh kemarin siang. Wooseok tersenyum canggung, senyum Wooseok berbalas yang membuat jantung Wooseok seperti habis lari marathon.
"Gue duluan ya," pamitnya.
Wooseok mengangguk.
"Gila, ngapain senyum begitu sih bikin mengalihkan dunia gue aja," ujar Wooseok pada dirinya sendiri.
"Namanya Lee Jinhyuk. Langganan fotokopi di sini sama kaya lo. Ngasih tau aja gue siapa tau lo kepengen tau namanya," ucap Yuvin, master dunia perfotokopian langganan Wooseok yang tak sengaja mendengar ocehan Wooseok tadi.
Sepertinya semesta berbaik hati pada Wooseok, sore hari ketika Wooseok harus mengambil setumpuk fotokopian modul yang sudah selesai dikerjakan Yuvin, dirinya kembali bertemu Jinhyuk. Kali ini Jinhyuk yang lebih dulu tersenyum kemudian dirinya meminta Yuvin untuk memfotokopikan beberapa lembar kertas.
Entah dorongan dari mana Wooseok menjulurkan tangannya, "Nama gue Kim Wooseok panggil aja Wooseok, nama lo Lee Jinhyuk 'kan?"