Membunuh Adik

1.1K 29 3
                                    

Tepat tengah malam itu, Rio dan kakaknya Citra tidak menyangka malapetaka apa yang akan menimpa mereka. Tapi ini bisa dikatakan sepadan, semua perbuatan buruk pasti akan meninggalkan balasan, bahkan terkadang balasan tersebut bisa jauh lebih buruk.

Rio masih berusaha untuk tidur, mata yang telah ia pejamkan kurang lebih setengah jam akhirnya ia relakan kembali terbuka ketika mendengar pintu kamarnya dibuka. Ia segera terperanjat, matanya melotot segera setelah melihat yang masuk kedalam kamarnya adalah sang kakak yang tubuhnya tak berbalut busana apapun.

"Kak Cit..! Lu kenapa ?" batang kejantanan Rio mulai kaku walaupun yang dihadapannya adalah kakaknya sendiri.

"Rio, apa kabar ?" kepala Citra menggeleng, air liur nya menetes, kemaluannya mengeluarkan semacam cairan kental berbau amis berwarna agak hitam yang aneh. Mata Rio semakin melebar kala mendengar yang keluar dari mulut kakaknya bukan suara yang biasa ia dengar, melainkan suara laki-laki

"Bag... Bagas..." ia beringsut mundur ke sudut kamarnya, masih diatas kasur

"Kau masih ingat suaraku ?" Citra mendekat hendak menggapai Rio, namun sebuah tendangan melesat kearah perutnya, membuatnya jatuh terduduk

"Aaaargh... sakiiit.." Citra memegangi perutnya

"Kak Citra ?" Rio kembali memanggil nama kakaknya ketika mendengar suara rintihan kakaknya kembali menjadi suara wanita yang selalu menemaninya dirumah ini

"Rio... kakak kenapa ada disini ?" ia sempat melihat sekeliling sebelum akhirnya

"Aaaaargh...." Citra mencengkeram kepalanya, sambil membungkuk sehingga punggung yang semula tertutup rambut panjangnya sekarang bisa jelas terlihat oleh Rio, mata kepalanya benar-benar melihat ada sesuatu yang bergerak-gerak di dalam punggung kakaknya.

"Heheheheh.." suara Bagas kembali terdengar

"Maaf, tadi kelepasan, sampek mana kita tadi Rio ?" Citra kembali bangkit dengan bunyi tulang bergemeretak

"Oiya, sampai dimana seorang kakak ingin membunuh adiknya ya" Citra mengangkat tangan kanannya yang mulai dipenuhi urat nadi hitam, jari jemari yang semula lentik dengan kuku berkutek kini setiap ujungnya mencuat sebilah besi runcing, setajam silet. Rio memandang perubahan itu dengan ngeri sambil merasakan celananya menghangat gara-gara alat yang semula berdiri tegak, kini mengeluarkan cairan berbau pesing.

****

Warna merah agak gelap membanjiri satu area dalam ruangan kamar yang disetting kedap suara tersebut, tempat yang biasanya dipakai oleh si penghuni untuk sekedar nyanyi sambil menggenjreng gitar tanpa takut suara fals nya terdengar dari luar. Namun kini, si penghuni tengah terkapar tak bergerak, tubuhnya dipenuhi luka sayat menganga yang cukup besar, matanya melotot seperti hendak keluar dari tempatnya.

Tidak jauh dari sana, seorang wanita telanjang bulat tengah bergerak ganjil, ia mendongak, dadanya membusung sementara tangannya merentang kesamping. Ia meringkik, sesuatu yang bergerak dari dalam perutnya mulai merangkak keatas, keluar melalui mulutnya setelah menyusuri kerongkongan. Yakni seorang laki-laki yang terlihat berusia belasan tahun, dengan tubuh agak tembus pandang. Laki-laki bernama Bagas itu kemudian melayang pergi, meninggalkan Citra tergeletak begitu saja disamping mayat Rio yang tak enak dilihat, tanpa memikirkan siksaan batin seperti apa yang akan didera oleh wanita yang tubuhnya ia pakai tadi, tanpa peduli ia kembali ingin meneruskan apa yang telah ia mulai, korban selanjutnya adalah....  

EntitasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang