Aku adalah seorang Thor.
Bukan Iron Man.
Bukan pula Wonder Woman.
Aku baru saja selesai membuat satu bab untuk di-publish ke Wetpet.
Ah, betapa indahnya bab yang kubuat dalam waktu yang sangat singkat ini.
Suatu hari, Thor panutanku pernah berkata, 'gak usah pedulikan apa pun, yang penting TULIS AJA DOLO'.
Sungguh nasehat yang berfaedah, makanya aku bisa menyelesaikan bab luar biasa ini hanya dalam beberapa menit sahaja.
Revisi? PUEBI? Apa itu? Semacam umbi-umbian? Ah, sepertinya tidaklah penting.
Oh, betapa indahnya bab yang kubuat ini.
Sempurna, tak ada cacat, serta penuh dialog ke-UwU-an.
Indah sekali, bak sebuah mahakarya yang sepatutnya dipajang di museum.
Ah, rasanya kurang mantap kalau seluruh dunia belum melihat bab luar binasa ini.
Aku akan menyebar bab yang cantik ini ke grup kepenulisan sebelum publish ke Wetpet.
Aku yakin mereka akan terpesona dan melontarkan begitu banyak pujian.
Oh, betapa hausnya aku akan pujian dan perhatian sehingga aku harus menyebar bab indah ini ke grup kepenulisan pesbuk.
Aku akan mengatakan kalau aku butuh kritik dan saran.
Padahal dalam hati aku hanya ingin pujian.
Karena aku yakin bab ini begitu sempurna sampai tidak ada yang bisa memberikan kritik.
Bab itu pun selesai kusebar di grup kepenulisan pesbuk.
Pemberitahuan pun susul-menyusul memenuhi pesbuk-ku. Betapa banyaknya respon positif dari mereka.
Aku bahagia dan agak deg-degan juga membuka pemberitahuan tersebut.
Aku takut tidak sanggup melihat betapa banyaknya pujian dan semangat yang kudapat.
Aku membuka postingan tersebut dengan hati berdebar, tak sabar ingin melihat pujian-pujian.
PERHATIAN!!!
PUJIAN!!!
UCAPAN SEMANGAT!!!
HERE I COME!!!
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Loh, kok ... Mana pujiannya?
Kenapa semua komentar ini penuh kritik pedas yang membangun?
Loh, kok ... Mana ucapan semangatnya?
Kenapa malah nyuruh aku belajar?
Masa nulis tinpik aja pake belajar, sih! Kan, cuma nulis cerita UwU doang!
Loh, kok ... sampai ada yang pakai sarkas segala.
Loh, kok ... nggak ada yang komen UwU.
Loh, kok malah pada mengoreksi tanda baca ....
Loh, kok ....
Loh, kok ....
Loh, kok ....
**********
Beberapa saat kemudian ....
***********
Pernah gak sih kalian merasa down bahkan putus asa karena kritik pedas?Menurutku, sih, kritik itu nggak boleh blak-blakan, meskipun itu membangun dan berguna. Bisa 'kan pakai kata-kata yang lemah lembut, nggak harus sarkas atau malah kasar yang bisa bikin mental orang down.
Ingat ya, Kakak-kakak, nggak semua mental penulis pemula itu kuat, kami ini rapuh dan lemah. Kami para penulis pemula mau dieman-eman, dibaikin, dimanjah, diangon, digiring, disayang, dan nggak disalah-salahin. Kami mau pujian dan perhatian kalian supaya bisa jadi lebih baik lagi!
Ingat ini, ya!!! Penulis pemula seperti kami bisa berhenti menulis bahkan patah semangat gara-gara kalian pemberi kritik pedas yang membangun!!!
Ingat juga ini!!! Kami tidak butuh kritik membangun!!! Kami tidak butuh belajar!!! Kami hanya butuh pujian!!!
Ingat itu!!!
***
"Je ... die malah play victim," komentar Quinn dengan aksen betawi.***
Moral of the story : Nggak semua orang bisa menerima kritik yang jujur nan HOT HOT HOT, tapi gak semua orang juga bisa membuat kritik yang lemah, lembut, lunglai, lesu, loyo. Ngertiin orang juga, dong! Jangan maunya dingertiin mulu!
KAMU SEDANG MEMBACA
Whats Inside the Quinn's Mind
HumorQuinn punya banyak pikiran di ndas-nya. Quinn ingin membagikannya ke seluruh dunia. Quinn tidak menerima hate komen, Quinn MEMBUAT hate komen. Quinn bebas mengatakan apa pun, rakyat jelata HARUS mendengarkan.