BAB 01

341 31 5
                                    

'Terkadang apa yang diharapkan belum tentu menjadi kenyataan.'

* * *

Surabaya, 25 Februari 2018 ....

Karena hari ini adalah hari Minggu, Haechan memilih untuk bermalas-malasan di dalam kamarnya. Ia mengambil ponselnya untuk mengecek mungkin saja ada pesan masuk atau panggilan tak terjawab dari seseorang, tetapi nyatanya nihil. Haechan sadar diri saja kalau dirinya tidak terlalu penting di mata orang lain. Hanya diajak bicara saat dibutuhkan saja.

Sampai ia dikejutkan oleh suara pintu terbuka yang begitu keras membentur tembok kamarnya hingga sedikit bergetar. Haechan berbalik untuk melihat si Pelaku yang ternyata adalah orang yang sudah bisa ia tebak. Siapa lagi kalau bukan gadis perusuh bernama Azel?

"Bisa tidak, sekali saja jangan membuatku terkejut?" tanya Haechan yang kesal.

"Maaf, aku pikir kamu masih tidur nyenyak karena hari ini libur," jawab Azel santai sambil menutup kembali pintu yang tadi sempat ia aniaya itu.
Haechan hanya menggeleng sambil menghela napas panjang. Ia kembali fokus pada ponselnya yang menampilkan sebuah situs karena sedang membaca berita-berita yang menurutnya menarik. Sesekali ia melirik ke arah Azel yang tengah asik berselancar di dunia berlogo burung biru.

Keduanya terus fokus pada kegiatan masing-masing sampai tidak sadar kalau seseorang sudah ikut masuk ke dalam kamar dan terlihat bersikap aneh. Orang tersebut awalnya terlihat bahagia sebelum akhirnya seperti orang yang ketakutan. Sejurus kemudian ia berteriak histeris sambil menjambak rambutnya sendiri.

Kedua remaja yang sama-sama duduk di atas kasur itu sontak terkejut bukan kepalang hingga reflek membanting ponsel mereka masing-masing ke atas bantal. Azel yang pertama mendekati orang itu sambil mengatakan sesuatu yang diharapkan bisa membuatnya lebih tenang. Akan tetapi, hal itu tidak berhasil.

Tidak lama kemudian datang Haechan yang dengan hati-hati mendekat. Ekspresi wajahnya begitu khawatir. Kedua matanya juga mulai berkaca-kaca saat mendengar orang yang tengah menjerit-jerit itu mengatakan sesuatu yang membuat hatinya begitu sakit. Akan tetapi, Haechan terus berusaha melakukan pendekatan.

"Mama, jangan benci Haechan," katanya dengan suara yang bergetar.

"Ganti dulu penampilanmu, Haechan," ujar Azel yang terlihat semakin panik.

Tidak mengindahkan apa yang Azel katakan, Haechan justru memeluk tubuh sosok yang ia panggil dengan sebutan Mama tersebut dengan pelukan yang sangat erat. Haechan tidak peduli dengan serangan-serangan yang diterimanya. Entah itu cubitan, pukulan, atau bahkan sebuah tamparan. Semuanya itu meninggalkan bekas yang begitu kontras dengan kulit putih pucatnya.

Azel masih terus berusaha menarik Haechan agar mau masuk ke walk-in closet untuk mengubah dirinya yang masih berpenampilan laki-laki itu menjadi layaknya gadis remaja seperti biasanya. Haechan masih belum mau mengubah pikirannya. Ia ingin kembali mencoba untuk mendekati sang Mama.
"Ma, tolong terima Haechan sebagai Haechan Lee," ujarnya sambil terisak. "Tolong juga terima kenyataan kalau Haehyo Lee itu sudah meninggal, Ma!" Haechan ikut menangis keras.

Hanya saja, harapan hanyalah tinggal sebuah harapan semata. Ekspektasi Haechan yang ingin Mamanya itu mau mendengarkan apa yang ia katakan pun tidak terealisasikan sama sekali. Ia justru mendapatkan lebih banyak pukulan dan makian tidak jelas dari wanita paruh baya tersebut.

Melihat pemandangan menyakitkan tersebut, Azel hanya bisa berdiri diam. Bukan tidak mau menolong, hanya saja Haechan sempat menatapnya seolah mengatakan kalau semua itu bisa ditanganinya sendirian. Haechan juga tidak akan tega kalau nanti sampai melihat sahabatnya terluka saat nekat mendekati Mamanya.

HAECHAN •||• Complete [✓✓✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang