EPILOG

453 29 7
                                    

'Mungkin dunia yang dijalani sudah terasa berbeda, tetapi sebuah persahabatan tidak akan pernah berubah rasanya.'

* * *

Hamburg, Jerman, 10 Januari 2027 ....
08.30 CET

Seorang laki-laki dengan pakaian hangatnya terlihat sedang berada di sebuah stasiun bersama seorang wanita paruh baya. Mereka sedang menunggu kereta yang akan membawa mereka ke Berlin, itu dari negara yang saat ini mereka pijaki.

"Apa Tuan Muda masih merasa kedinginan?" tanya wanita paruh baya itu.

"Bibi Goo tenang saja. Bajuku sudah sangat berat karena terlalu tebal," jawabnya lalu terkekeh kecil.

Wanita bernama Bibi Goo itu hanya tersenyum saja.

Ya, yang sedang bersama Bibi Goo adalah Haechan yang sudah dinyatakan puluh oleh dokter yang merawatnya. Sebenarnya Haechan sudah siuman setelah satu setengah tahun dirawat di salah satu rumah sakit besar ternama di Jerman. Hanya saja, saat itu ia mengalami kelumpuhan dan amnesia sementara akibat benturan terlalu keras di bagian belakang kepala yang merupakan salah satu bagian tubuh paling rawan.

Sekarang, Haechan sudah kembali seperti semula. Ia memang tidak mengingat semuanya, tetapi ia bahagia. Haechan hanya tahu siapa saja sahabat dekatnya. Ia juga tahu siapa Seulgi karena Bibi Goo juga yang membantunya untuk segera pulih dari amnesia.

Hanya saja, ternyata Haechan sama sekali melupakan tentang perlakuan buruk sang Mama dan juga tentang siapa Chenle sebenarnya. Sebab diam-diam Azel meminta Bibi Goo untuk mengatakan pada dokter agar membuat Haechan hanya mengingat semua kenangan manisnya saja. Azel takut Haechan akan kembali merasa sedih nantinya.

Dan, saat ini Haechan memang benar-benar terlihat bahagia. Terlebih lagi Bibi Goo mengatakan kalau nanti sore mereka akan pulang ke Indonesia untuk kembali menetap di sana. Haechan yang selama ini hanya bisa berinteraksi dengan Azel, Jisung, dan Chenle melalui salah satu aplikasi video call itu akhirnya akan bisa berinteraksi secara nyata.

"Bibi Goo ...." Suara Haechan terdengar seperti sedang berbisik.

"Iya, ada apa? Apa ada yang sakit?" tanya Bibi Goo khawatir.

"Tidak. Aku hanya seperti merasa tubuhku sedikit gemetar setiap saat melihat sebuah jembatan yang besar dan ramai," jawab Haechan sambil menunduk.

"Oh, ternyata Anda lupa kalau memiliki pobia terhadap jembatan, ya?"

"Pobia pada jembatan?" tanya Haechan sambil menaikkan sebelah alisnya.

Bibi Goo hanya mengangguk meyakinkan.

"Aneh." Haechan bingung, tetapi sejurus kemudian malah menggedikkan kedua bahunya tanda bersikap acuh.

"Yang namanya pobia memang selalu aneh, Tuan Muda," kata Bibi Goo lantas kembali tersenyum.

* * *

15.45 CET

Haechan terlihat sudah duduk manis di kursi di dalam pesawat yang letaknya dekat di samping jendela. Haechan memang sejak kecil selalu suka duduk di bagian tersebut karena dirinya juga suka melihat gumpalan awan putih. Luca dan menggemaskan, katanya.

Bibi Goo sendiri baru saja kembali dari toilet dan tersenyum saat majikannya itu melemparkan senyuman lebarnya hingga menampilkan deretan gigi-gigi nan putih dan rapi.

Sekitar dua menit kemudian terdengar arahan untuk segera memakai sabuk pengaman dengan baik dan benar karena pesawat akan lepas landas. Haechan sendiri terlihat langsung bersandar di sandaran kursinya sambil memejamkan kedua matanya rapat-rapat.

HAECHAN •||• Complete [✓✓✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang