PROLOG

923 43 11
                                    

'Butuh pengakuan hingga kodrat pun aku pertaruhkan. Ibu, aku sangat menyayangimu.'

* * *

"Selamat pagi, Haechan!"

Seorang gadis cantik berambut sebahu merangkul pundak gadis yang kini sudah berjalan berdampingan dengannya. Gadis itu menampilkan senyuman terbaiknya dan dibalas dengan hal yang sama oleh Haechan.

"Pagi juga, Azel," kata Haechan lembut.

Mereka berdua terus mengobrol di sepanjang koridor menuju ruang kelas yang berada di lantai dua gedung tempat mereka menuntut ilmu saat ini. Haechan lebih banyak melempar senyuman atau anggukan saja untuk menjawab semua pertanyaan maupun pernyataan dari Azel yang sejak tadi terus mengoceh di sampingnya itu.

Tidak heran kalau Haechan jarang bicara karena semua orang juga tahu bahwa dirinya adalah sosok pendiam dan paling malas untuk berdebat. Akan tetapi, sekali ia bicara panjang lebar, maka semua orang akan langsung merasa seolah-olah mereka tengah diintimidasi oleh sosok yang begitu mengerikan.

Di kelas yang begitu ramai, Haechan memilih untuk langsung duduk di kursinya lantas membaca buku. Sementara Azel yang tadi bersamanya memilih untuk berkumpul dengan teman-teman lainnya terlebih dahulu yang tengah bergosip ria di meja guru.

Sejenak Haechan menatap ke arah lapangan sepak bola yang bisa ia lihat melalui jendela yang ada di samping kirinya. Ia tersenyum tipis dan memilih kembali melanjutkan bacaannya. Sejenak ia menghela napas berat dan menggeleng cepat.

"Haechan!" panggil Azel dengan nada tinggi dari depan kelas.

"Apa?" tanya Haechan yang sedikit terkejut. "Suaramu itu kurang keras, Zel," katanya sarkastik.

"Iya, maaf. Aku hanya ingin bertanya sesuatu padamu," kata Azel sambil berjalan mendekati Haechan.

Hanya dengan sedikit mengangkat sebelah alisnya, Haechan memberikan tanda bahwa ia menunggu pertanyaan yang akan dilayangkan oleh sosok yang lumayan dekat dengan dirinya itu. Haechan juga sedikit waspada karena biasanya Azel akan usil jika sudah mengambil langkah sok imut seperti yang ia lihat saat ini.

Yeah!

Boom!

Apa yang Haechan waspadai memang benar-benar terjadi barusan. Azel, gadis itu dengan isengnya tiba-tiba menggebrak meja dengan sangat keras hingga membuat Haechan terkejut setengah mati. Sungguh, Haechan tidak pernah menyangka jika takdir telah mempertemukan dirinya dengan sosok super jahil dan kurang ajar seperti gadis yang kini tengah tertawa terbahak-bahak itu.

"Azel Kim!" pekik Haechan.

"Maaf, maaf," kata Azel dan kembali tertawa.

Mendengar itu, Haechan hanya bisa memutar kedua bola matanya karena merasa jengah. Ia juga kembali berusaha fokus membaca buku meski telinganya masih dengan jelas bisa mendengar mereka yang melihat kejadian itu tertawa begitu kencang.

Cih! Apanya yang lucu? Begitu yang ada di pikiran Haechan saat ini. Ia masih tidak habis pikir dengan alasan yang membuat mereka tertawa hanya karena dirinya yang terkejut seperti tadi. Tidak ada unsur leluconnya sama sekali, katanya dalam hati.

Dan, Haechan pun memilih untuk tetap diam sampai tawa itu berakhir saat Pak Johnny, salah satu guru mata pelajaran matematika memasuki ruang kelas dengan ekspresi wajah dan tatapan garanganya. Ia merasa lega karena akhirnya bisa kembali menikmati suasana nan hening. Ya, meskipun sesekali masih ia dengar suara-suara tawa yang tertahan dari beberapa temannya.

"Pelajaran saya hari ini dimulai. Artinya tidak ada lagi suara-suara cekikikan ataupun suara yang disengaja hingga menimbulkan keributan," kata Pak Johnny begitu berwibawa.

HAECHAN •||• Complete [✓✓✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang