BAB 06

152 17 1
                                    

'Maaf, tapi tidak selamanya bulan selalu nampak bulat sempurna dan bercahaya terang.'

* * *

Suara hiruk-pikuk kelas saat jam istirahat itu sama sekali tidak membuat salah satu murid yang tengah terlelap di kursinya. Murid itu adalah Haechan yang memang sedang dalam keadaan sakit, tetapi masih keras kepala untuk tetap masuk sekolah. Azel yang perhatian pun memilih untuk membeli makanan dan minuman di kantin lalu membawanya ke kelas untuk diberikan kepada Haechan.

Insiden jatuhnya Haechan di tangga rumah tiga hari yang lalu memang tidak berdampak buruk sama sekali. Akan tetapi, Haechan hanya terlalu terkejut hingga membuat suhu tubuhnya menjadi tinggi. Jika menganggap Haechan adalah anak yang kuat, maka kalian sudah salah besar. Mungkin kalimat 'jangan menilai buku hanya dari sampulnya' adalah yang paling pas untuk menggambarkan sosok Haechan.

Beberapa teman sudah menyarankan agar Haechan lebih baik pulang dan beristirahat total saja di rumah dan nanti mengikuti ujian susulan, tetapi bocah itu memang keras kepala. Azel sendiri sudah menyerah setelah mendengar alasan Haechan yang dianggapnya sedikit aneh karena belum tahu cerita sebenarnya secara rinci.

"Pulang saja, ya."

Sekali lagi, Azel coba membujuk Haechan agar mau pulang. Akan tetapi, hal itu masih belum juga membuahkan hasil yang bagus. Azel juga terlihat tidak tega saat melihat bagaimana Haechan yang sepertinya susah payah menelan makanan yang ia berikan tadi.

Kalau sudah seperti itu, Azel semakin yakin kalau sakit yang Haechan alami bukan hanya sekedar demam karena terlalu lama berendam di dalam air ataupun alasan umum lainnya. Gadis itu ingin bertanya, tetapi takut kalau Haechan akan tersinggung jika membahasnya di sekolah.

"Haechan ... pulang saja," kata Azel lagi.

Yang diajak bicara hanya menggelengkan kepala dengan cepat sebagai jawaban.

"Ya sudah, ke UKS saja kalau begitu," kata Azel yang begitu lembut.

Lagi-lagi Haechan hanya menggeleng.

Merasa usahanya yang sudah mengerahkan segala bujuk rayunya andalannya itu hanya akan membuahkan hasil nol besar, Azel akhirnya memilih untuk menyerah. Ia kembali ke kursinya dan mengawasi Haechan dari jarak kurang lebih satu setengah meter; jarak antar meja murid dalam setiap kelas.

Ujian mata pelajaran ketiga pun dimulai. Pada awalnya Azel sudah merasa takut karena setelah jam istirahat adalah uji mata pelajaran Kimia yang akan diawasi oleh salah seorang guru nan lumayan galak, tetapi akhirnya ia bisa menghela napas lega karena mendapat kabar bahwa guru tersebut sedang izin sakit dan digantikan oleh guru lain. Setidaknya Haechan tidak akan kena tegur nanti, pikirnya begitu.

Azel kembali melihat ke arah Haechan yang saat ini duduk bersandar di dinding sambil menatap ke arah sekelompok teman sekelas yang tengah sibuk membaca latihan soal secara online sebelum guru pengawas datang. Sesekali Haechan tersenyum, tetapi senyum itu malah terlihat aneh untuk Azel yang kini mengangkat sebelah alisnya karena heran.

"Kamu benar tidak mau pulang?" tanya Azel yang sudah berdiri di dekat Haechan.

"Hm ... sekalian saja nanti jam pulang. Lagipula ini kan sudah jam terakhir," jawab Haechan.

Si Empunya kulit putih itu tersenyum kecil saat Azel menempelkan telapak tangan di dahinya untuk mengecek suhu tubuh secara manual. Mata Azel yang sipit itu terlihat beberapa kali melirik tajam ke arah Haechan yang malah membalasnya dengan  tatapan imut serta senyuman lebar yang menampilkan deretan gigi-gigi putihnya nan rapi.

Tidak terasa kalau jam ujian hari ini sudah berakhir dan waktunya untuk pulang ke rumah masing-masing. Haechan yang merasa sudah lebih baik itu mengajak Azel untuk pergi makan mi ayam di kantin yang memang masih belum tutup karena sebagian besar siswa-siswi lebih memilih untuk jajan setelah sekolah berakhir; hanya berlaku di saat masa ujian akhir. Azel sempat bingung, tetapi akhirnya mengangguk setuju.

HAECHAN •||• Complete [✓✓✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang