[ part of snowflakes ]
Sebuah kisah klise tentang Jennie yang terjebak dalam sebuah hubungan beracun. Sepanjang perjalanan kisah mereka, Jennie sadar betapa perasaannya bisa menghancurkan sewaktu-waktu. Diterpa dua pilihan memberatkan; haruskah Jenn...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
LAJU mobilku mulai melambat seirama dengan roda yang sudah memasuki pelataran rumah. Aku menghela napas tipis. Di sebelah ada Kim Hanbin yang belum bersuara sejak kami keluar tol tadi. Setelah aku terang-terangan mengabaikan ajakannya untuk pergi bermain dengannya.
Sekalipun Jackson masih berada di Jeju dan aku sama sekali belum punya rencana selain menghabiskan waktu di kasur. Melemaskan otot-otot yang tegang dipakai untuk beraktivitas penuh selama enam hari terakhir.
Lagipula aku masih waras untuk bisa berpikir jernih. Daripada mengambil risiko yang bisa berpotensi menimbulkan pertengkaran, bahkan lebih parah dari insiden di minimarket, lebih baik aku menghindar sejak awal.
"Aku jemput pukul 8 pagi, J." Ucapan Hanbin terdengar santai begitu dia mematikan mesin mobil.
Sontak membuatku menoleh, melebarkan mata. Tidak percaya dengan apa yang barusan tertangkap oleh indera pendengaranku.
Aku tergagap menatapnya. "M-Maksudmu?." Tanyaku.
Sementara Kim Hanbin menghela napas tipis. Sudah merapihkan tas kecil yang tadi dia bawa. Berganti memandangku setelahnya.
"Tadi aku sudah bilang mau mengajakmu pergi, kan?."
"Aku tidak mengatakan setuju atau iya, kan?."
Dia hanya mengangkat bahu cuek. "Kekasihmu sedang tidak ada di Seoul. Kau takut? Kenapa? Bahkan hanya sekadar pergi bermain dengan teman sudah membuatmu ketakutan?."
"Kau tidak mengerti, Kim." Aku mendecak panjang. Bersandar dengan tubuh yang melemas pada kursi penumpang.
Memikirkan omongan Hanbin yang terdengar menohok untuk kesekian kali. Mirip dengan hal-hal yang sering dipermasalahkan oleh June dan Jisoo. Terlebih saat anak-anak koas berniat pergi menghabiskan waktu libur bersama. Aku satu-satunya yang harus berkutat dengan ijin dari Jackson. Berakhir dengan memilih untuk mengutamakan Jackson yang lebih membutuhkanku daripada mereka.
"Kalau begitu buat aku mengerti, J."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.