Sepuluh

722 96 23
                                    

"Kafka Riza Al-Hamdan?"

Hening, tak ada suara yang terdengar sebagai jawab. Guru Fisika yang tak lagi muda itu, akhirnya meliarkan pandangannya. Dia memindai satu per satu murid di kelas ini hingga netranya menemukan bangku yang kosong. Ya, itu bangku milik Kafka.

"Kafka ke mana?" tanyanya.

"Tanpa keterangan, Pak. Tadi sudah di WA tapi gak ada balasan," jawab Sadila. Guru Fisika itu mengerutkan dahinya. Pasalnya, ini bukan kali pertama ia mendapati Kafka membolos sekolah. Ya, tanpa keterangan itu bisa diartikan bolos, 'kan?

"Sadila, boleh Bapak minta rekapan kehadiran milik Kafka?"

Gadis itu mengangguk, ia pun membawakan rekap kehadiran milik Kafka yang memang telah ia persiapkan.

"Ini, Pak."

Pak Husnul langsung menerima rekapan itu, ia membacanya dengan teliti. Sedikit tentang Pak Husnul, beliau adalah wali kelas XII MIPA 6. Beliau terbilang guru yang baik dan ramah, tidak pernah membentak, dan selalu tersenyum.

Setelah selesai membaca semuanya, Pak Husnul langsung menatap murid-muridnya.

"Kemarin Kafka sekolah?"

"Sekolah, Pak," jawab Sadila.

"Ada yang tahu Kafka ke mana?" Lagi, Pak Husnul bertanya. Namun, hanya gelengan yang ia dapatkan sebagai jawaban.

Guru yang berusia hampir lima puluh tahun itu, menghela napas. Selain keluhan dari guru-guru lain tentang Kafka yang sering tertidur di kelas. Ternyata kehadirannya pun banyak sekali bolong.

Bayangkan saja, selama hampir tujuh bulan sekolah, Kafka sudah alpa sebanyak dua puluh tiga kali. Itu bukan sebuah kewajaran yang harus diabaikan. Pak Husnul memijat pangkal hidungnya. Beliau merasa pusing menghadapi muridnya yang satu ini. Padahal, setahunya Kafka waktu kelas sepuluh merupakan siswa yang rajin. Bahkan, dia menduduki ranking tiga di kelasnya. Tapi, semakin ke sini, Kafka jadi sering bolos. Apa dia terbawa pergaulan yang tidak benar? Pak Husnul menggeleng, dia tidak bisa menyimpulkan apapun sebelum mendapatkan kejelasan.

"Bailklah, Anak-anak. Kita mulai saja pembelajaran hari ini. Tapi, sebelum itu, Bapak minta tugas minggu lalu dikumpulkan sekarang."

Sinas yang mendengar itu, langsung mengangkat tangannya.

"Maaf, Pak. Tapi, tugas kelompok dua itu, dibawa sama Kafka dan Kafkanya tidak sekolah. Jadi, bagaimana, Pak?"

Pak Husnul tersenyum, ia pun mengangguk paham.

"Untuk kelompok dua, tunggu saja sampai Kafka kembali sekolah."

"Baik, Pak. Terima kasih."

Kegiatan belajar mengajar pun dimulai, semua murid tampak mendengarkan penjelasan yang disampaikan Pak Husnul.

Sekitar sembilan puluh menit berlalu, bell tanda istirahat berbunyi dengan begitu nyaring. Membuat siswa yang mengantuk, langsung kembali segar. Merekapun mulai berbondong-bondong menuju kantin. Berbeda dengan Vian yang langsung dipanggil ke ruang guru.

"Vian, dipanggil Pak Husnul!"

"Heem."

Vian bergegas ke ruang guru yang ada di lantai dasar. Dia membawa langkahnya melewati lorong dan tangga hingga telinganya sayup-sayup mendengar nama Kafka disebut-sebut tetangga kelasnya.

"Tadi, 'sih aku lihat kakaknya panik banget. Gak tahu Kafka yang sakit, gak tahu Ozi."

Vian melambatkan langkahnya, berusaha mencuri dengar dari seorang siswi yang tengah mengobrol.

Rubik √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang