Hai gaess..
Rasanya udah gak sabar mau publish, sama seperti kalian yang udah gak sabar bacanya ya..Ini kisah Asya yang Naif dan konyol, tapi penuh percaya diri.
Bersama Alby yang cool tapi romantis.. Hehehe..Jangan lupa follow, vote, dan komen ya gaes..
Biar author rajin up..
Selamat menikmati ☕🍝===================
Asya baru saja masuk ke ruang tengah keluarga Bramantyo. Sebagai salah satu anak asuh dari sekian puluh anak asuh yang lain, Asya sudah sangat terbiasa dengan rumah mewah beserta seluruh penghuninya itu. Setiap kali liburan kuliah, ia akan menghabiskan waktunya di rumah itu. Sekedar membantu memasak atau menemani sang ibu asuh mengobrol atau mengurus anggrek-anggrek kesayangannya. Karena menurutnya hanya itulah yang bisa ia lakukan untuk membalas kebaikan hati dua orang tua yang dengan ikhlas membiayai kuliahnya.
Tiba-tiba terdengar suara gaduh dari kamar Bu Lia Bramantyo, ibu asuhnya, yang berada di sebelah kiri tempatnya berdiri.
"Ada apa?" tanya Asya pada Mbak Kus, salah satu asisten rumah tangga yang sedang menata kardus-kardus snack yang baru selesai distaples. Asya ganti memandang Mbak Hanik, asisten rumah tangga yang lain. Mbak Hanik menggeleng sebagai jawaban bahwa ia juga tidak tahu apa yang terjadi.
"Ibu beberapa kali teriak-teriak, hal yang tidak biasa dilakukan beliau," lapor Wahyuningsih, salah satu anak asuh yang masuk kuliah pada tahun yang sama dengan Asya.
Bu Lia adalah sosok perempuan Jawa yang lemah lembut. Tutur bahasanya halus, dan tak pernah meninggikan suaranya pada saat sedang berbicara. Sehingga membuat orang akan mengernyitkan dahi ketika mendengarnya bersuara keras.
Asya melirik ke kamar Bu Lia. Dia mencoba mengabaikan apa yang terjadi di dalam kamar itu, lalu meletakkan tas ranselnya di salah satu kursi yang ada di dekatnya. Dia belum sempat pulang ke rumah, karena dia pikir pasti banyak pekerjaan di rumah orang tua asuhnya menjelang pernikahan Mas Alby, anak semata wayang keluarga Bramantyo.
Asya maupun lainnya yang berada di ruang tengah berjingkat kaget mendengar suara Bu Lia yang terdengar sedang marah besar, bahkan suaranya jelas terdengar sampai ruang tengah.
"Mama tidak mau tahu, besok kamu harus tetap menikah. Mama tidak akan sanggup menanggung rasa malu ini."
"Mama. Alby harus menikah dengan siapa?" Suara Alby Bramantyo tidak kalah kerasnya.
"Cari siapa saja perempuan yang mau menyelamatkan harga diri kita. Bayar berapa pun yang dia minta." Suara Bu Lia terdengar semakin keras.
Sepertinya mereka tidak lagi peduli jika suara ribut-ribut mereka didengar orang-orang yang sedang sibuk mempersiapkan pesta pernikahan yang terancam batal itu.
"Ini pernikahan, Ma. Bukan permainan ...." Alby belum selesai dengan kalimatnya, saat tiba-tiba Mamanya mengalami penurunan kesadaran.
"Mama." Suara Alby terdengar sangat panik. Disusul suara Pak Bramantyo yang tidak kalah paniknya. "Ma. Ma."
Alby berlari keluar kamar, meminta minyak kayu putih pada Mbak Kus. Secepat kilat dia kembali lagi ke kamar. Asya dan Wahyuningsih menyusulnya dengan berlari kecil, sedangkan Mbak Kus segera mengambil botol kecil minyak kayu putih dari kotak P3K.
Sementara itu Pak Bramantyo berusaha menjaga istrinya tetap dalam keadaan sadar.
Asya dan Wahyuningsih duduk di dekat Bu Lia, di seberang Pak Bramantyo. Asya memanggil-manggil nama Bu Lia yang hanya dijawab dengan anggukan. Asya melihat ada yang aneh dengan gerakan mata ibu asuhnya itu. Dia kemudian mencoba mengangkat tangan Bu Lia, lengan kanan Bu Lia terlihat lunglai.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA DI UJUNG PERJANJIAN
RomanceBagi Asya, hidup itu jalan ujian, jadi jangan lagi dipersulit. Kebiasaannya berdamai dengan keadaan sejak kecil membuatnya menjalani hidup seringan bulu yang diterbangkan angin. Sampai ia lupa jika ada sepotong hati lain yang tak bisa ia paksa untuk...