Hai.. hai.. hai..
Akhirnya bisa Up.. Sori jika banyak typo. Nulisnya di sela-sela maraton bikin RAB.Jangan lupa vote, subscribe, dan komennya supaya author semangat nulis.😍😘🥰
Lihat jumlah pembaca yang enggak bergerak, sepertinya author mau ngrampungi 2 novel lainnya dulu deh..😁
With love for you all 😘😘
===============================
Mobil yang mengantar Asya dan Bu Tamam berhenti di depan gerbang sebuah rumah mewah. Seorang satpam segera menghampiri. Satpam itu sudah berdiri di samping mobil saat Pak Karim - Sopir Bu Tamam - menurunkan kaca jendela. Setelah memberi salam, satpam menanyakan maksud kedatangan mereka. Setelah dijelaskan tujuan kedatangan mereka oleh Bu Tamam, satpam terlihat berbicara melalui Handy Walkie. Tidak berselang lama tiba-tiba gerbang besar itu terbuka.
Pak Karim melajukan mobil melintasi deretan air mancur. Pak Karim menurunkan Asya dan Bu Tamam di halaman, lalu melajukan mobilnya menuju tempat parkir di samping rumah yang benar-benar megah itu. Asya sempat terbengong memperhatikan rumah yang hampir mirip dengan istana. Taman indah terhampar luas di kanan kiri jalan. Sepanjang jalan dari gerbang sampai halaman luas terdapat air mancur di tengah-tengah antara jalan masuk dan jalan keluar. Sebuah air mancur utama berada lurus di depan pintu utama rumah berundak seperti yang biasa Asya lihat di foto-foto Menteri Kabinet setelah dilantik.
Asya sudah terbiasa dengan rumah besar Alby, tetapi rumah besar di hadapannya saat ini benar-benar mewah. Rumah Alby memang besar dengan pekarangan yang sangat luas, dilengkapi dengan kandang kuda, kandang kambing, dan kandang ayam di bagian paling belakang, namun rumah Alby tampak sederhana meskipun tetap terlihat elegan.
Bu Tamam menggandeng tangan Asya menaiki tangga yang cukup tinggi itu. Sebelum mencapai tangga terakhir, seorang perempuan seusia Bu Tamam dengan penampilan anggun sudah menyapa mereka.
"Kok datang sendiri, Jeng." Sambut pemilik rumah dengan ramah. Setelah bersalaman, mereka saling berpelukan cukup lama.
"Sekalian melepas kangen. Susah banget ketemu kamu." Bu Tamam melepaskan pelukannya. Lalu mereka tertawa bersama.
"Oh ya, ini Asya. Mahasiswa magang di butikku."
"Asya yang kamu ceritakan kemarin itu?" Bu Tamam mengedipkan matanya pada tuan rumah yang disambut tawa.
"Asya, ini Bu Cintya." Tuan Rumah yang dipanggil Bu Cintya itu mengulurkan tangannya yang disambut hangat oleh Asya.
"Asya."
"Cantik dan sopan," puji Bu Cintya. Asya mengangguk penuh hormat.
"Oh ya, silahkan duduk." Bu Cintya mempersilahkan Asya dan Bu Tamam duduk di shofa yang berada di beranda rumah yang luasnya hampir sama dengan luas seluruh rumah Asya itu.
Cukup lama mereka mengobrol, melepas kerinduan antara dua sahabat yang lama tidak saling bertemu. Meskipun berada di kota yang sama tetapi kesibukan masing-masing membuat mereka hanya bisa saling berkirim kabar melalui ponsel. Sudah menjadi kebiasaan Bu Cintya untuk memesan seragam lebaran untuk keluarga besarnya di butik milik Bu Tamam. Meskipun lebaran masih kurang empat bulan lagi, Bu Cintya sudah memesan terlebih dahulu sebelum butik Bu Tamam close order.
"Desainnya bisa kami terima kira-kira kapan?" tanya Bu Cintya.
Bu Tamam menoleh ke arah Asya. "Kira-kira bisa selesai kapan, Sya?" Asya cukup terkejut mendapatkan pertanyaan yang tidak disangka-sangka itu. Dari awal Ia membayangkan keberadaannya saat ini hanya untuk menemani Bu Tamam, bukan sebagai eksekutor.
KAMU SEDANG MEMBACA
CINTA DI UJUNG PERJANJIAN
RomanceBagi Asya, hidup itu jalan ujian, jadi jangan lagi dipersulit. Kebiasaannya berdamai dengan keadaan sejak kecil membuatnya menjalani hidup seringan bulu yang diterbangkan angin. Sampai ia lupa jika ada sepotong hati lain yang tak bisa ia paksa untuk...