ES. 18 Asing.

479 34 0
                                    

Sore tadi Pitter mengantarkan Ardan pulang ke rumahnya. Namun, di tengah perjalanan anak itu mengaduh kesakitan. Pitter tidak tahu apa yang dialami Ardan ketika ia masih di di sekolah sebelum bel pulang. Ketika Pitter melihat punggung Ardan di sana terdapat luka yang cukup mengganggu penglihatan.

Awalnya Pitter hanya diam biasa saja, dia hanya berpikir itu luka kecil dan mudah diobati. Tapi nyatanya tidak semudah yang dipikir. Ardan justru mengeluh seolah itu luka yang cukup serius. Sejauh Pitter mengenal Ardan, baru kali ini Pitter melihat Ardan hanya meringkuk dibalik selimut tebal milik Panji.

Sejak pulang sekolah anak itu tidak berniat untuk beristirahat di kamarnya, dia memilih untuk mengisi kamar Panji yang dia katakan kamar itu akan kosong setiap saat jika tidak diisi.

Pitter tidak bodoh, Pitter tidak lupa, dia hanya terlalu sayang pada Ardan bahkan dia rela untuk menemani anak itu sampai terlelap. Untuk beberapa jam Pitter hanya diam, menatap wajah Ardan yang terlihat lesu tak bergairah. Bibirnya yang biasanya cerah tapi tidak untuk yang dilihatnya saat ini. Anak itu tampak pucat, bila mengingat bagaimana dia pergi tiba-tiba kemarin setelah melihat Panji.

"Gis, gue, Jupitter Permana berjanji akan selalu ada buat lo. Gue mau jadi satu-satunya orang yang tahu kalau lo bahagia, setelah Panji dan Nyokap lo." gumam Pitter. Jemarinya tak henti mengusap rambut Ardan. Sekesal apapun Pitter pada Ardan, di dasar hatinya cowok itu sangat sayang walau dia tahu, Ardan hanya orang lain yang berhasil mengusik ketenangannya setiap kali dia ingin sendiri. Hanya Ardan yang bisa membuatnya kesal  dan gemas dalam waktu  bersamaan. Hanya Ardan yang mampu membuatnya rela membolos karena alasan bosan dan hanya Ardan yang berhasil merebut  perhatiannya dari  kegiatan yang begitu sibuk.

Kini Pitter sadar kalau Ardan segalanya. Dia tak peduli celoteh kejam orang-orang yang memandang Ardan sebelah mata, baginya Ardan adalah sosok adik yang sejak dulu Pitter inginkan. Ardan adalah pelengkap dikala sepi menghampiri. Ardan adalah satu-satunya orang yang bisa mengubah dunia sunyi yang Pitter lalui menjadi warna dan ramai.

"Abang.... Abang..." gumam Ardan mengejutkan Pitter, cepat-cepat dia menjauhkan tangannya lalu menepuk lengan Ardan pelan. Pitter bisa melihat gerak kelopak mata serta kerutan dikeningnya yang menandakan kalau dia ketakutan.

"Gis, gue di sini temenin lo sampai Bang Panji pulih. Gue ada buat lo, jangan takut lagi, ya." bisik lembut yang Pitter katakan selalu bisa menenangkan  Ardan. Walau Ardan tahu Pitter hanya orang asing yang masuk dikehidupannya  lalu menjelma menjadi satu diantara banyak orang yang mau menerima keadaannya.

🍭🍭
Dulu...ketika Ardan kecil, anak itu hanya bisa melihat anak-anak seusianya bermain bola bersama dilapangan kompleks perumahan. Saat itu Ardan hanya seorang diri duduk di tepi lapangan  sambil tersenyum memegangi permen lolipop. 

Namun, ketika ia tengah asik menikmati apa yang dilihatnya tiba-tiba sebuah botol bekas mendarat mengenai kepalanya. Anak itu menekik kesal, mengoceh lalu berdiri sambil memegangi botol yang tadi mengenainya.

"Siapa sih yang main-main botolnya, kan sakit kena kepalanya aku, ih nanti aku bilangin Mami sama Abang!" gerutunya begitu kesal. Bahkan permennya yang tinggal setengah tak sengaja terlempar karena terkejut.

Tak lama suara anak laki-laki lain berteriak meminta botol yang ada pada Ardan. Ardan hanya diam menatap anak laki-laki yang berlari ke arahnya sambil melambai.

"Ah! Ketemu! Sini balikin punya aku." kata anak laki-laki itu, Ardan terkejut, dia menatap heran dan bingung ketika anak laki-laki yang merebut paksa botol bekas dari tangannya. 

"Kamu nggak dengar? Ini botol aku! Tadi kelempar. Dengar nggak?"  kata anak laki-laki itu. Kesal dan gemas rasanya menatap Ardan yang  hanya diam sambil mengerjap. Akhirnya anak itu pun melangkah sedikit mendekat lalu mengulang kata-katanya begitu keras sambil mengarahkan jarinya pada botol lalu menunjuk kembali pada dirinya sendiri.  Cukup lama anak laki-laki itu berusaha memberikan pengertian, barulah Ardan mengangguk paham dan tersenyum.

EVERY SECOND ✔( Sudah Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang