Meneguk perlahan cairan bening dalam diam. Terlalu lama hingga embun dari hembusan nafas terlihat di dalam gelas berbahan kaca. Setiap air yang mengalir di kerongkongan terasa getir. Suasana seakan mencekam begitu Jimin sadar betul seseorang tengah berdiri tidak jauh di belakangnya. Terdiam memperhatikan ia yang tengah menghilangkan dahaga.
Tujuannya memang tidak ingin mengganggu. Menanti dengan sabar meski Jimin sengaja membuang waktu. Tidak bereaksi sedikitpun hingga Jimin sendiri yang meliriknya sekilas dari sudut mata.
"Aku minta maaf."
Yoongi membungkukan tubuh hampir sembilan puluh derajat lalu meluruskan lagi punggung dan bergerak empat langkah lebih dekat.
"Aku benar-benar tidak tau kalau kau hanya bercanda. Meski itu sungguhan perintah tapi tetap saja tidak sopan. Tolong jangan tuntut aku, Jimin."
Si pria yang lebih muda mendengarkan seksama. Kepalanya sedang memikirkan kalimat apa yang akan dilontarkan. Sekilas ingatan hari kemarin membuat ia menggeleng sesaat. Memalukan.
Menatap sepenuhnya ke Yoongi yang masih menunggu respon, Jimin menghela nafas sebelum duduk di salah satu kursi meja makan.
"Bisa lupakan saja hal itu?" Jimin mengendikan bahu, "tidak ada untungnya menuntutmu. Yaa.. salahku juga."
"Terima kasih, Jimin." Sekali lagi Yoongi membungkuk hormat lalu kembali berbicara. "tapi kau juga tidak berniat memberitahukan pada Jungkook masalah ini kan?"
Satu alis Jimin naik. Menopang dagu di meja sembari menyinggungkan seringai. "Kenapa? Kau malu?"
"Bukan. Aku takut Jungkook memukulmu."
"Kenapa dia memukulku?"
"Karena.." agak tidak yakin tapi Yoongi tetap meneruskan. "aku menciummu."
"Dari awal kau yang menciumku lebih dulu. Aku korban di sini, Yoongi." Jimin tidak habis pikir. Kenapa semua orang berpikir ia yang pantas disalahkan? Tapi satu kalimat datar dari Yoongi mampu membungkam mulutnya beberapa detik.
"Kau yang menyuruhku. Bahkan tertulis di kontrak. Pihak kedua harus mematuhi pihak pertama."
Benar juga.
Sempat ingin membantah tapi memikirkan kejadian buruk jika rahangnya patah karena dihantam Jungkook, Jimin menghela nafas kembali.
"Duduk. Temani aku makan."
Jimin menunjuk dengan dagu. Mengisyaratkan Yoongi duduk di kursi sebrang. Tentu saja hal tersebut dipatuhi, ini kesekian kalinya mereka makan bersama dalam satu meja dan masih seperti sebelumnya dimana Yoongi hanya mengunyah makanan dalam bungkam. Sesekali menjawab pertanyaan random yang Jimin utarakan, contohnya ini.
"Ada yang kurang." Jimin bergumam. Satu hal terlintas di kepala membuatnya tergelak tawa. Disiapkan sarapan, makan siang, dan makan malam. Semua kebutuhan dalam sehari-hari tersusun rapi yang biasanya berantakan. Membuat asing namun menyenangkan secara bersamaan "mungkin ditambah bocah kecil yang mirip denganmu atau aku, bisa terasa lebih lengkap di sini."
Kunyahan di mulut terhenti, menelan paksa meski belum sepenuhnya hancur. Yoongi menautkan kedua alis. Tidak paham. "Bocah kecil?"
"Anak."
Empat huruf diucapkan Jimin penuh keyakinan. Singgungan senyum jelas terlihat tapi Yoongi membeku seutuhnya. Membekukan lidah dengan sorot mata terbelalak. Mulai paham perkataan Jimin.
Melihat ekspresi yang Yoongi tampilkan Jimin tertawa cukup kencang. Lucu sekali. Menggelitik perut. Saking bersemangatnya terkikik beberapa butir nasi tersangkut di kerongkongan. Jimin tersedak perih.
Yoongi sigap menuangkan air segelas dan memberikannya pada Jimin yang langsung dihabiskan setengah. Tidak sampai disitu Yoongi berinisiatif mencondongkan tubuhnya untuk menjangkau dada Jimin, mengusap-usapnya lembut. Hampir saja Jimin tersedak lagi sebab tingkah pria yang tengah menipiskan jarak. Sangat dekat hingga ia bisa melihat raut khawatir di wajah Yoongi.
Jimin menghentikan pergerakan tangannya dengan dicengkram erat membuat Yoongi mengerjap dan menjauhkan diri juga menarik telapak tangannya.
"Maaf, aku selalu begitu kalau-kalau Jungkook tersedak makanan."
Mendengar itu Jimin malah berdecak. Rasa jengah tersirat disahutan berikutnya. "Beruntung sekali si Jungkook."
.
.
.
.
Kini mereka berdua duduk bersebelahan. Jimin meminta Yoongi untuk menemaninya menonton TV setelah mereka makan tadi.
"Bagaimana perasaanmu setelah lima hari bekerja disini?" Jimin membuka suara.
"Yang pasti aku harus banyak berterima kasih padamu. Aku bahkan seperti sedang tidak bekerja, hanya menempati tempat ini saja."
Jimin menarik senyum. "Kau memasak dan membereskan apartemen ini termasuk bekerja, Yoongi."
"Kalau mau menambahkan pekerjaan padaku tidak masalah. Akan ku terima." Cetus Yoongi masih menatap layar TV yang menampilkan berita, meski tidak sepenuhnya fokus.
Jimin mengubah posisi. Merebahkan tubuh dengan posisi miring dan kepala ia letakan di paha Yoongi. Yoongi tersentak, mengedipkan matanya berkali-kali. Menunggu Jimin memindahkan kepalanya dari sana. Namun Jimin malah semakin menyamankan posisi.
"Semangat sekali. Apa tidak lelah?" Sahut Jimin yang tidak meminta izin Yoongi menjadikan pahanya batal.
"Tidak."
Ucapan Yoongi membuat Jimin sepenuhnya berbaring terlentang. Menatap Yoongi dari bawah dagu. Ada rasa penasaran tinggi dalam benaknya. Bagaimana Jungkook memastikan Yoongi selalu baik-baik saja. Juga bagaimana Yoongi mengusahakan segala cara agar Jungkook tidak kesusahan. Menjadi anak tunggal membuat Jimin tidak begitu paham tentang prinsip sesama saudara kandung.
Tapi melihat Jungkook dan Yoongi sedikitnya ia menyadari ada keterikatan kuat yang dimiliki keduanya. Mungkin karena ada alasan dimana mereka menutup rapat sesuatu dari dunia luar.
"Kau menyayangi Jungkook?"
"Sangat." Balas Yoongi seraya menunduk. Mata mereka bertemu. Dalam diam tatapan Jimin maupun Yoongi seakan berbicara. Menelisik satu sama lain. Satu yang menyembunyikan dan satu lagi yang sedang mencari tau.
Yoongi berpikir, Jungkook harus lulus kuliah dengan nilai bagus agar bisa mendapat masa depan yang terjamin. Jangan sampai sepertinya. Maka dari itu apapun akan ia lakukan, selama Jungkook akan baik-baik saja.
Terakhir kali ia bekerja sekitar dua tahun yang lalu, dimana Jungkook memohon di bawah kakinya agar ia diam saja dirumah. Karena semakin sering ia keluar semakin sering juga membawa seseorang ke rumah untuk dijadikan mainannya.
Yoongi akui itu salah besar dan kini ia tengah berusaha keras menghilangkan kebiasaan gilanya tersebut. Jungkook percaya padanya. Ia tidak boleh mengecewakan, harus menjadi kakak yang baik.
Sulit memang. Contohnya saat ini dengan perlahan tapi pasti Yoongi menelusupkan tangan di leher Jimin yang tertidur di atas pahanya. Mengusapnya pelan. Yoongi membayangkan bagaimana kalau pisau menancap di sana lalu rembesan darah ikut keluar dari kulit yang terkoyak. Lalu tidak lama aroma besi karat melingkupi ruangan sekitar. Di lantai akan terdapat genangan merah yang kental.
Yoongi menggigit bibir bawahnya sendiri. Degup jantungnya terasa sangat cepat. Rasanya menyenangkan.
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
HEAL ME [MINYOON]
Mystery / ThrillerTrauma. Satu kata itu bisa berakibat pada kegagalan hidup seseorang. Segelintir kejadian di masa lalu yang tak kunjung hilang. Malah menciptakan masalah baru di kehidupan yang sekarang. Siapapun yang melihatnya mungkin berpikir ia normal layak man...