13. ⚠️⚠️

257 44 5
                                    

Sudah sekitar sepuluh menit terlewati dengan saling bungkam. Enggan membuka suara padahal salah satu diantaranya bersikeras untuk menjelaskan namun hanya diam sebab tidak yakin. Kedua orang tersebut berada di bangku taman di jam hampir menunjukan pukul tiga pagi. Cukup sepi dan dingin meresap ke tulang. Terdengar gemuruh angin yang berhembus dan sesekali kendaraan melintas. 

"Dia membunuh orang. Aku lihat itu." 

Jimin ikut merinding mendengar kalimat yang ia lontarkan sendiri. Semalaman ini ia kembali tidak bisa tidur. Total sudah dua hari. Matanya selalu terbuka dengan pikiran yang memutar kembali bagaimana Yoongi menusuk sadis leher seorang pria tua. 

"Aku tau. Maka dari itu berulang kali ku katakan jauhi kakakku." 

"Dan kau diam saja?" 

"Lalu apa yang harus ku lakukan?!" Jungkook tersulut emosi. Mendengar pertanyaan Jimin seolah meremehkan. Padahal bertahun-tahun ia mencari cara namun belum juga menemukan jalan keluar. 

"Kakakku hanya sedang sakit. Yoongi hanya sedang sakit, Jimin. Dia akan sembuh." 

Jungkook mengucapkannya dengan bendungan di mata. Sedikit berkedip semua tumpah ruah. "Yoongi alasan dimana aku ingin menjadi psikiater. Aku yang akan merawatnya. Aku yang akan menyembuhkannya." 

Jungkook mengusap kasar wajahnya, "Kalau kau bertanya kenapa aku tidak pernah melapor ke polisi, karena aku bukan adik yang seperti itu." 

Jimin menoleh mendapati Jungkook yang menatap lurus ke depan. 

"Aku bukan adik yang melaporkan kakaknya ke polisi karena dia membunuh banyak orang. Tapi aku adik yang ikut menyembunyikan mayat korban kakaknya sendiri dan bungkam selamanya." 

Memang benar, Jungkook melakukan hal itu semua. Tanpa Yoongi ketahui. Disaat Yoongi memotong mainannya—dimana ia menargetkan korban seorang tuna wisma/gelandangan. Karena jika hilang tidak akan ada yang mencari. Jika mati pun tidak akan ada yang menyadari. Pintar sekaligus sadis—menjadikan beberapa bagian lalu membakarnya di halaman belakang flatnya—tempat jarang diinjak orang karena kumuh dan tidak terlihat, tempat yang sempurna—Jungkook ikut membereskan juga agar benar-benar tidak terlihat.

Meski harus menahan gejolak mual melihat potongan tulang manusia. Meski harus menahan gemetar takut. Meski harus menahan tangis bersamaan rasa sesak di dada karena menyadari hal ini kesekian kalinya. 

"Bukan karena perintah siapapun tapi ini kemauanku sendiri. Aku tidak mungkin meninggalkannya. Dia akan kesepian. Rumit memang. Tapi kami hanya memiliki satu sama lain di dunia ini. Aku menyayanginya. Yoongi, seperti ayah sekaligus ibu untukku." 

Jungkook menghela nafas panjang. Mengusak kembali wajahnya yang banjir akan tangis disaat Jimin terdiam mencerna semuanya. 

"Sejak kapan?" Tanya Jimin, mengorek lebih jauh. 

"Sejak ibu meninggalkan kami. Sepuluh tahun lalu." 

"Karena kecelakaan mobil? Kakakmu sendiri yang bilang."  

"Bukan."

Jimin meringis sesaat. Yoongi memang misteri baginya. Pria itu punya banyak rahasia yang sengaja ditutup rapat ke orang asing. 

"Ibu kami meninggal karena dibunuh." 

Ucapan Jungkook total membuat Jimin mematung. Berharap telinganya salah mendengar namun Jungkook menjelaskannya lagi. 

"Semenjak ayah meninggal karena sakit. Kami benar-benar tidak punya apa-apa. Sering kali meminjam uang untuk kebutuhan sehari-hari sampai suatu saat penagih itu datang mau mengambil rumah kami. Namun ibu menghalanginya, meminta waktu," 

HEAL ME [MINYOON]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang