11.

222 45 1
                                    

Seperti yang dijanjikan Jimin di hari Sabtu dan Minggu Yoongi bisa pulang ke flatnya. Selepas menyiapkan sarapan singkat—nasi goreng—untuk Jimin, ia bergegas untuk pulang. 

Untuk sampai di flatnya, menaiki bus akan memakan waktu sekitar tiga puluh atau empat puluh menit di perjalanan. Pikirnya begitu sebelum Jimin berlari menghampiri dengan beralaskan sandal rumah dan kemeja flanel yang berantakan. Terlihat sekali terburu-buru. 

Yoongi menghirup oksigen dalam-dalam sebelum inisiatif membenarkan setiap kancing kemeja yang salah masuk lubang. Jimin hanya terkekeh malu dan tetap memaksa untuk mengantarkannya. 

Merasa tidak enak, tentu saja Yoongi menolak namun akhirnya menyerah karena pria itu keras kepala, cukup membuat Yoongi pusing dengan ucapannya—jika tidak mau diantarkan maka upah bekerjanya tidak akan dibayar—dan membiarkan Jimin membawanya. 

Begitu tiba di flat kecil miliknya, Yoongi menaikan alisnya melihat mobil merah mengkilap yang terparkir di depan. Jimin yang berdiri di sebelahnya juga ikut mengingat-ingat siapa pemilik mobil tersebut karena ia merasa familiar. 

"Adikmu dalam bahaya, Yoon." 

Ucapan Jimin menjadi pencetus langkah cepat Yoongi. Rasa takut menguar dalam benaknya. Terlebih ketakutan yang disebabkan beberapa tahun lalu. Membuka pintu serampangan. Matanya mencari entitas dari Jungkook, adiknya. 

Tubuhnya terdiam begitu mendapati Jungkook duduk bersebelahan dengan seorang pria yang tidak dikenalnya. 

"Kak Yoongi?" Jungkook bangun dari kursi, berjalan menghampiri. "oh, kau ikut juga." Lanjutnya lagi saat melihat Jimin. 

"Kau baik-baik saja? Dia siapa?" Yoongi bertanya namun tidak memutus tatapan pada pria berkulit tan yang kini tersenyum ke arah. 

"Halo. Aku, Kim Taehyung. Calon suami Jungkook—aw, sakit, bunny." Jungkook mencubit perut Taehyung hingga ia meringis kesakitan.

"Jangan dengarkan dia. Kami sedang mengerjakan tugas, dia meminjamkanku laptop." Jungkook melirik Taehyung sejenak,"yaa—meski dia memaksa ingin datang ke sini juga " 

Taehyung menambahkan karena menyadari Yoongi masih menatap curiga. "Kami tidak melakukan hal yang aneh-aneh. Aku dapat dipercaya dan pria yang di belakangmu, dia mengenalku. Kami bersahabat." 

Yoongi masih meneliti Taehyung beberapa detik sebelum menoleh ke belakang. Melihat cengiran Jimin. Tanpa sadar ia melayangkan tamparan keras. Semua orang di sana tentu terkejut. Termasuk Jimin yang merasa pipi kirinya kebas.

"Aku benci orang-orang seperti kalian. Berkata sesuka hati tanpa berpikir dua kali." 

Setelah mengatakan hal itu Yoongi pergi keluar. Jungkook dengan sigap mengejarnya namun Jimin menahan lengannya. 

"Biar aku yang menghampirinya."

Jungkook menepis kasar. Menatap bengis pada Jimin. "Apa yang kau katakan pada kakakku, sialan?"

"Sorry. Aku tidak tau ucapanku membuatnya marah." 

Tidak perlu waktu lama, Jimin menyusul keluar. 


.



.



.



.




.




.




Jimin memperhatikan dari jauh. Tidak terlalu jauh juga, masih berjarak tiga meter dari Yoongi yang terduduk lesu di halte sepi. Tatapannya lurus ke depan. Entah apa yang sedang ia pikirkan. 

HEAL ME [MINYOON]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang