12. ⚠️⚠️

277 42 1
                                    

Terhitung sudah hampir enam bulan Yoongi bekerja di apartemen Jimin. Semua masih pada tempatnya. Hubungannya masih baik dengan Jungkook meski mereka bertemu saat ia pulang ke rumah saja. 

Jimin, dimana ia berperan sebagai orang yang menggaji Yoongi pun semakin jahil. Sesekali saat Yoongi sedang memasak tanpa aba-aba ia memeluk dari belakang beberapa menit lalu pergi begitu saja. Sering berpura-pura tidak bisa merapikan pakaian yang dikenakannya hingga Yoongi turun tangan atau meniup telinganya tiba-tiba dan tertawa setelahnya.

Pria itu juga bahkan sering menatapnya terang-terangan, ketika ditanya Jimin hanya membalas cengiran sampai matanya segaris. Benar-benar aneh. 

Satu hal yang Yoongi tidak sadari adalah bongkahan beku dalam dirinya perlahan mencair. Jimin membuatnya lebih banyak menampilkan ekspresi. Juga segala tingkah absurd Jimin sudah bisa Yoongi terima. Nyatanya pria itu tidak buruk juga.

Lucunya ia terkadang merasa nyaman berada di dekat Jimin karena pria itu memang memberikan segala afeksi menyenangkan. Kelewat baik atau memang sifat aslinya Jimin sendiri Yoongi masih memikirkan hal ini. Terlalu aneh kalau Jimin memperlakukannya layak kaca yang mudah pecah—sangat lembut. Membuat Yoongi berpikir berkali-kali apa benar ia sebagai pembantu di sini?

Untuk malam ini Yoongi menyiapkan sesuatu yang berbeda dari biasanya. Ia membuat sebuah kue berukuran sedang. Sebelumnya Jimin berpesan ia akan pulang lebih larut. 

Saat jam menunjukan pukul setengah satu dini hari, Jimin kembali pulang. Ia minum alkohol cukup banyak membuatnya sedikit pening—meski toleransi terhadap alkoholnya tinggi. Menemukan Yoongi yang berada di meja makan tengah menata sesuatu.

"Kenapa belum tidur?" Jimin yang masih sepenuhnya sadar berjalan menghampiri. 

"Aku menyiapkan sesuatu. Sengaja menunggumu." Balas Yoongi sembari menyodorkan kue tart buatannya. Sedikit berantakan karena ia tidak terlalu mahir membuat kue. 

Jimin terdiam menatap karyanya. Cukup lama.

"Selamat untuk keberhasilanmu." 

Ujar Yoongi yang menyadari hampir sebulan ini Jimin sibuk dengan revisi laporan akhirnya. Ia mengernyit, menebak kalau Jimin tidak menyukainya, dilihat dari pria itu yang tidak bereaksi apa-apa. 

"Jimin—"

"Aku kira kau tidak pernah memperhatikanku, Yoongi."

Jimin melangkah cepat dan menangkup pipi Yoongi sebelum ditarik untuk membungkamnya dengan ciuman. Satu tangan Jimin beralih menahan pinggangnya dan tangan lainnya mengusap pelan sisi wajah Yoongi. Bibirnya ditekan lembut, diselingi kecupan ringan memabukkan. 

Jangan tanya Yoongi, ia sepenuhnya melebarkan mata,  terkejut dengan tindakan Jimin yang tiba-tiba. Benar-benar mematung. Jimin memang sering menyentuh dirinya—namun masih diambang batas wajar—sedangkan ini sudah kelewat batas. Sangat intim. 

Sebelumnya Yoongi memang pernah mencium Jimin, sebab pria itu yang memerintahnya—meski hanya bercanda katanya—tapi kali ini terasa berbeda. 

Sesaat Jimin melepaskan bibir mereka. Tersenyum lembut menatap Yoongi yang masih terbelalak. Hanya beberapa detik pandangan mereka bertemu, Jimin sudah kembali menunduk, menciumnya lagi. 

Kali ini berbeda dari yang sebelumnya. Ciuman Jimin menuntut dalam. Melumat bibir hingga Yoongi mulai terbawa suasana dan perlahan ikut memejamkan mata. 

Yoongi mencengkram bahu Jimin karena gelagapan mengimbangi tapi Jimin malah mendorong mundur hingga pinggangnya menyentuh counter dapur. Menghapus jarak. Menipiskan udara antara mereka. 

HEAL ME [MINYOON]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang