Teman Sekelas

914 32 0
                                    

Bima POV

Siaaaaaaaaal! Gue kesiangan bangun! Alarm di handphone lupa gue set karena gue terlalu mengandalkan omelan nyokap buat bangunin. Tapi begonya, gue lupa kalau nyokap lagi di luar kota!

10 menit lagi bel pelajaran berbunyi tapi gue masih sibuk pakai baju sekolah dan rapihin rambut, tanpa mandi! Thank to God udah menciptakan parfum ke muka bumi ini jadi gue tinggal semprot dan gue udah wangi tanpa harus mandi sekalipun.

Jarak rumah gue sama sekolah emang deket, tapi enggak sedeket bisa di kejar dalam sisa waktu 5 menit juga buat nyampe sekolah. Gawat, enggak akan keburu! Gue harus nyelinap lewat kantin belakang lagi kalau kaya gini caranya.

Seperti yang udah gue rencanakan, gue menyelinap dari pintu belakang, dimana biasanya stok bahan makanan di kantin suka keluar-masuk. Biasanya gue suka nitip tas di salah satu mbak-mbak jualan dan akan gue ambil lagi saat pergantian jam pelajaran. Tapi kayaknya yang punya rencana kaya gitu bukan gue doang. Karena pas gue mau nitip tas, udah ada tas lain yang nangkring di atas kursi yang biasa gue taroin tas.

"Ganti tas, Mbak?" tanya gue penasaran ke Mbak Minah, si mbak-mbak jualan yang suka gue titipin tas.

"Bukanlah. Masa tas saya kaya gitu. Itu tas salah satu anak kaya kamu. Telat juga dia." Jawab Mbak Minah dengan suara medok dan muka jutek. Meski gitu, ia cuek saja sambil ngulek sambel. "Ngapain masih disini? Udah, sana, masuk kelas!"

Gue nyengir. Meski cuek dan muka jutek, Mbak Minah itu orangnya baik dan perhatian.

"Makasih, Mbak! Nanti pas istirahat saya beli makanan mbak deh." Janji gue, yang selalu gue tepatin.

Gue pun berjalan ke kelas dengan berlari-lari kecil. Eits, mampir dulu ke kamar mandi buat sedikit basahin tangan biar kesannya gue abis kencing atau boker. Jadi kalau ditanya guru, "Dari mana kamu?", gw jawab, "dari WC pak, kebelet."—dan taktik gue berhasil!

Karena gue masuk kelas tanpa tas, gue disangkanya beneran dari WC. Jadi gue duduk dikursi tanpa rasa bersalah.

"Telat lagi lu?" tanya Dika, salah satu temen sekelas gue yang rangkap menjadi sahabat dan juga ketua kelas.

"Ampun, Pak Ketua. Jangan diaduin ya. Gue kan jarang telat."

Dika hanya membuang muka pasrah. Reputasi dia sebagai ketua kelas akan tercoreng kalau dia buka mulut. Tapi memang bener kok gue jarang telat. Sekalinya telat emang suka ngerepotin orang.

Kaya Dika ini yang buku sama alat tulisnya terpaksa gue pinjem karena lagi di mata pelajaran yang gurunya killer banget. Ibu Sonya—guru bahasa inggris—suka banget buat nyuruh anak-anaknya buat berdiri dan baca satu halaman penuh (atau kalau lagi baik satu paragraf). Dan sialnya, nama murid yang kesebut adalah gue. Gue langsung narik buku Dika diam-diam dan baca halaman yang disuruh Bu Sonya itu.

"Very Good, Bima." Puji Bu Sonya setelah mendengar bahasa inggris gue yang enggak jelek-jelek amat. Gue lega akhirnya bisa duduk lagi. Soalnya, kalau nama kita udah kesebut sekali, enggak akan disebut-sebut lagi.

Namun nampaknya, Bu Sonya belum puas dan ingin membantai anak-anak yang lain.

"Kenzo, your turn. Read page 134!"

Semua mata tertuju ke arah Kenzo. Dia anak yang duduk tepat dibelakang gue. Tapi setelah gue menoleh ke belakang, gue sadar kalau enggak ada satupun buku di atas meja Kenzo. Reflek gue kasih buku Dika ke atas mejanya.

"Cepetan baca!" Bisik gue membelakangi.

Gue liat Kenzo berdiri, tapi bukannya ambil buku yang gue kasih, Kenzo malah mengaku, "Saya lupa bawa buku."

Gue nepok jidat.

Salah banget enggak bawa buku di kelasnya Bu Sonya. Bu Sonya itu (merasa dirinya) adalah yang paling penting sedunia. Ada anak yang enggak bawa buku di mata pelajaran dia, sama aja kaya enggak menghormati dia, sama aja... nyari mati! 

Bu Sonya bertolak pinggang, tak terima. "Then whose book is on your desk?"

Kenzo tak menjawab. Entah dia enggak ngerti apa yang diomongin Bu Sonya atau.... pokoknya bikin gue tepok jidat lagi. Dika disamping gue udah misuh-misuh, watir bukunya jadi korban.

"You know what happen to you, right, Kenzo?" tanya Bu Sonya. Tatapan dan senyumannya bikin merinding. Ini sama kaya masuk ke kuali nenek sihir dan siap-siap di aduk sampai meleleh.

"Stand outside, Kenzo. After this class, you go to my office."

Tanpa komentar apa-apa, Kenzo berjalan menuju luar kelas. Semua mata tertuju padanya. Dan ketukan spidol di papan tulis oleh Bu Sonya memaksa kami untuk kembali fokus padanya.

SECRET CONFESSIONSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang