Mencoba Baik-Baik Saja

137 10 0
                                    

Kenzo berusaha--sebisa mungkin--untuk semuanya berjalan kembali seperti sedia kala.

Ia bangun jam 05.30 pagi, membantu bibi dan pamannya sebentar, lalu bersiap diri untuk pergi ke sekolah. Naik angkutan umum, turun tepat di depan gerbang sekolah, lalu bergabung bersama anak-anak yang lain untuk masuk ke dalam kelas.

Tidak seperti dulu, ia tidak akan membiarkan apa yang terjadi kemarin mempengaruhi dirinya. Maka ia memasang wajah senormal mungkin. Bahkan ketika ia melihat Bima, Lisa, hingga Ramli. Ia harus memastikan semuanya normal. Ia bahkan enggan untuk bercerita ke Dika meski kini Dika sudah mengetahui rahasianya.

Dika sudah melakukan banyak hal untuknya. Menceritakan keresahanya hanya akan bikin orang terbebani. Kenzo tidak ingin dianggap sebagai pengeluh.

Sayangnya, Bima ternyata orang yang cukup peka. Kenzo berbeda sedikit saja, disangka ada sesuatu.

Ia berkali-kali menanyakan Kenzo ada apa dan apakah Kenzo baik-baik saja. Well, memang ada sesuatu. Tapi Kenzo menjadi kesal ke dirinya sendiri jika Bima mengetahuinya. Ini sama saja dia tidak pandai menyimpan rahasia. Jika hal yang seperti ini saja tidak bisa ia kuasai, ia khawatir Bima akan mengetahui yang lain--hal yang sangat Kenzo takuti.

Jadi ketika Bima memutar badan menghadap Kenzo, memainkan kotak pensilnya dengan malas, Kenzo anggap itu hal yang biasa namun tetap waspada. Jika ada Lisa atau Ramli di sekitar, Kenzo harus pergi dari hadapan Bima.

"Yakin enggak butuh bantuan?" tanya Bima dengan bibir manyun. Kenzo mencoba mengalihkan diri dengan menjawab latihan soal-soal bahasa inggris yang sedang ditekuninya.

"Enggak, elah." jawab Kenzo. Dulu, Kenzo akan diam seribu bahasa jika ada sesuatu yang mengganggunya. Tapi kali ini, Kenzo tidak ingin hal itu mengganggu Bima. Jadi ia akan menjawab ketika Bima bertanya.

"Lu enggak makan?" tanya Kenzo balik.

"Lu sendiri enggak makan? Jam istirahat nih, masih aja lu ngerjain tugas." sindir Bima. Kenzo tersenyum satir.

"Gue kan enggak sepinter lu yang kelar dalam itungan menit."

"Makanya sini gue bantu biar cepet kelar."

Kenzo mengelak saat Bima berusaha merebut lembar kerjanya. "Kalau dibantu mulu, kapan gue bisanya?" tanggap Kenzo.

Benar. Kalau ia mengandalkan Bima terus, Kenzo khawatir tidak bisa melakukan apa-apa sendiri nanti.

Mata Bima menyipit. Ia menghentikan Kenzo dengan menutup lembar tugas dengan telapak tangannya yang besar. "Lu sebenarnya enggak bisa masak 'kan?"

Kenzo mendongak.

"Lu kaya gini biar lu enggak bikinin makanan buat gue karena lu sadar makanan buatan lu enggak enak 'kan? Ngaku!" simpul Bima.

Oh, andaikan Bima tahu meski Kenzo tidak bisa masak, Kenzo tentu akan berusaha untuknya. Tidak peduli berapa banyak luka di jemarinya. Tapi... tidak ada pria yang membuat makanan untuk teman prianya. Itu aneh. Itu tidak normal. Yang terjadi kemarin karena Kenzo sedang khilaf. Tidak akan terjadi lagi.

Kenzo terkekeh merespon tuduhan canda dari Bima barusan, setelah sebelumnya menelan ludah dengan berat.

"Iya sadar diri deh gue. Daripada lo keracunan."

Iya, lebih baik sadar diri....

"Terus gantinya apa dong?" keluh Bima sekali lagi.

Kenzo mendongak lagi.

"Kemarin-kemarin gue ajarin lo kimia, gue dapetnya apaan?"

Kenzo mencibir, "Ini omongan orang yang masih punya utang 15000--AAK!" ucapan Kenzo terhenti karena Bima memiting gemas leher Kenzo.

"Ini omongan orang yang abis diselamatin dari sungai? Hmmmmm?"

Kenzo enggak bermaksud bikin Bima memiting lehernya atau merangkulnya. Karena ia tahu selalu ada desiran aneh dan perasaan debar-debar di sana. Sebisa mungkin Kenzo menghindar karena ia khawatir Bima sadar. Apalagi ketika tidak sengaja ia melihat Ramli di ujung pintu kelas, dengan es krim di tangannya yang hampir melumer, menatap jijik mereka berdua.

Sial!

Reflek Kenzo mendorong kuat Bima hingga tersentak.

"Duh.. sakit Zo..." keluh Bima.

"So-sorry..." balas Kenzo merasa tidak enak tapi harus. Ia waspada menatap Ramli yang kini berjalan menghampiri Bima. Seketika itu juga Kenzo pergi menghindar.

"Heh, mau kemana lu?"

Kenzo tidak menjawab tapi dengan membawa lembar tugas bahasa inggrisnya, Bima tahu ia akan ke ruang guru untuk menyerahkan tugas itu. Bima terkekeh.

"Heran, masih aja lu deketan sama si Kenzo." ucap Ramli sambil membuang stik es krim yang tersisa melalui jendela di samping Bima. "Perlu gue ingetin sekali lagi? Kalau dia..."

"Ram, berisik." sinis Bima.

Ramli tersentak karena kilatan di mata Bima membuatnya merasa terancam.

"Napa sih lo?!" Ramli berseru, tak suka dengan tingkah Bima. "Udah bagus gue ingetin! Bangsat!" Ramli menendang kursi Bima lalu pergi dengan kesal.

Bima tidak berusaha mengejar Ramli atau bahkan meminta maaf. Jika Ramli tidak suka dengan tingkah Bima tadi, Bima lebih tidak suka dengan cara Ramli memandang orang lain. Tidak ada alasan bagi Bima untuk menjauhi Kenzo hanya karena dia gay.

SECRET CONFESSIONSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang