Curiga

168 10 0
                                    

Dika Pov

Mungkin jadi ketua kelas itu, artinya lo jadi babu. Di suruh ini-itu yahh nurut aja. Tapi kadang gue suka emosi karena gue yang kerempeng begeng gini suka disuruh guru buat angkut 25 buku ensiklopedi sementara di samping gue ada anak tambun, buncit, yang lebar badanya 2x lipat dari badan gue, malah ngetawain gue? Ya, si Ramli bukannya nolongin malah cengengesan. Emang kurang ajar.

Dan di sinilah gue bersusah payah. Perpusatakaan.

Walaupun gue pake kacamata setebel kacamata kuda, perpus tetap daerah yang asing buat gue. Gue anti banget sama buku. Boro-boro perpus, ke gramed aja ogah! Jadi, kalau bukan karena jabatan ketua kelas, mungkin gue enggak akan ke perpus seumur hidup gue.

Selagi gue di perpus nyari buku-buku yang diminta si guru, gue kaget ngeliat ada Kenzo di salah satu lorong. Asik banget keliatannya sampai-sampai dia enggak sadar gue ada di dekatnya.

Keliatan dia enjoy banget sama buku-buku di sini. Dia sedang bersandar di rak buku dengan buku ensiklopedia di tangannya—mungkin sejarah kalau dilihat dari covernya—gue beranikan diri menyapa dia.

"Hai, Ken...."

BUM! Si kenzo terkejut sampe buku ensiklopedi yang dia pegang jatuh ke lantai dan bunyinya menggelegar bumi. Maklum, buku ensiklopedi kan enggak tipis kaya buku absen.

"Eh... enggak apa-apa?" tanya gue. Kayaknya dia enggak percaya ada makhluk lain di perpus ini selain dia karena ekspresi si Kenzo kaya abis ketemu setan. Air mukanya kalut banget.

"Sorry, gue kaget."

"Ya... gue ke sini karena di suruh Bu Niva." lanjut gue menjelaskan meski dalam hati gue berteriak, emang si kenzo nanya?????

Gue belaga sok nyari buku yang mau gue cari sementara Kenzo mengembalikan buku yang sempat ia jatuhkan tadi ke tempat asalnya.

Enggak banyak bicara--jelas--situasi ini bikin kami berdua canggung satu sama lain. Kalau di pikir-pikir, selama gue sekelas dan menjadi ketua kelas, ini kali pertama buat gue berduaan aja sama dia.

"Hape lo baek-baek aja?" tanya gue tiba-tiba.

Gue kaget kenapa mendadak nanyain kabar hape bukan orangnya.

"Ehem! Soalnya hape si Bima rusak pas nyemplung ke sungai. Gue pikir hape lo rusak juga." maneuver gue. Basa-basi. Daripada canggung kan?

Walaupun mata gue fokus ke buku yang gue cari, tapi bisa gue rasakan Kenzo merespon ucapan gue dengan menggelengkan kepala, yang artinya : Hape gue baek-baek aja. Gue cukup pintar untuk tidak menyemplung bersama hape.

"Eh, Ken, bisa bantu gue cari buku ensiklopedi tentang tata surya, enggak? Gue kesulitan buat nyarinya nih." pinta gue. Kalau ini gue jujur. Gue buta banget sama buku-buku.

Kenzo awalnya diam di tempat tapi lama kelamaan dia nyamper ke arah gue, yang ternyata bukunya ada tepat di atas gue.

"Astagaaa... di situ toh dari tadi? Bantuin gue angkat 25 biji dong, Ken. Bentar gue minta kursi dulu. Tinggi banget tuh soalnya."

Gue pun pergi dan kembali dengan membawa satu kursi. "Gue aja yang naek. Nanti gue estafetin ke lo."

Kenzo ngangguk. Ia pun menanti di bawah. Satu buku gue ambil, satu buku dia terima. Begitu seterusnya. Selagi melakukannya, gue mencoba berbincang lagi dengan dia.

"Lo sama Bima... akrab yah?"

Ada jeda sebelum dia menjawab.

"Bukannya dia akrab ke semua orang?" tanya dia balik. Nadanya terdengar defense.

"Hmmmm, dia anaknya emang ramah sih. Tapi aneh aja gitu lo jadi deket sama dia."

Kini bukan hanya jeda, tapi juga keheningan. Gue merasakan Kenzo tak hanya berhati-hati, tetapi juga mengindari pandangan ke arah gue.

"Okeey, pas 25 buku. Gue telepon bala bantuan dulu, enggak sanggup nih bawa sendirian. Hallo, Bim? Dimana lo? Sini dong ke perpus. Bantuin gue sama Kenzo angkat 25 buku. Enskilopedi nih, berat banget. Ok, kita tunggu yah!". Lalu gue matikan hape dan nyengir ke arah Kenzo.

Sambil menunggu kehadiran Bima, suasana yang terlalu hening antara gue dan Kenzo bikin gue, entah dari mana, ingin membahas hal lain...

"Zo, gue mau tanya. Lo--"

Namun ucapan gue terhenti karena secepat kilat Bima sudah ada di antara kami berdua (karena pas gue telpon tadi emang posisi dia enggak jauh dari perpus). Kehadirannya sedikit mengendurkan ketegangan tapi juga bete karena Bima datang terlalu cepat. Tapi tak lama setelahnya Kenzo pergi tanpa ngomong apa-apa. Membuat Bima bengong terheran-heran.

"Lha, kok dia pergi?" tanyanya.

Gue menghembuskan nafas panjang dan menyesal.

SECRET CONFESSIONSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang