Ambil Langkah

152 10 0
                                    

Hari-hari tampak berjalan... tidak seperti biasanya.

Wajar.

Semenjak insiden ribut antara Ramli dan Bima, tidak hanya satu kelas, melainkan satu angkatan, satu sekolah, menjadikan itu buah bibir.

Tidak hanya soal Ramli dan Bima. Kenzo juga ikut terseret-seret. Padahal, tidak ada satupun dari mereka yang mengatakan 'Kenzo'.

Entah dari mana asalnya, tapi terseretnya Kenzo cukup membuat penasaran siswa-siswa. Mereka bertanya dalam bisikan, bergossip dalam pojokan, tentang apa yang terjadi sebenarnya. Karena dibanding Bima, Ramli, Dika, Lisa... Kenzo seperti butiran debu. Jadi buat apa dia ikut lingkaran mereka?

"Gue denger... Bima marah karena Ramli ngebully si Kenzo."

"Lho, emang kapan dia ngebully nya? Enggak pernah ada cerita."

"Diluar sekolah mungkin, jadi enggak keliatan. Terus ketahuan Bima. Makanya dia marah ke Ramli."

"Tapi kenapa Bima marah yah? Mereka kan enggak deket."

"Ck, kata siapa? Bima akhir-akhir ini kan deket sama Kenzo."

"Lho, Bima kan deket sama semua orang..."

"Tapi, gue denger-denger sih, katanya ada yang aneh sama Kenzo."

"Hah, aneh gimana?"

"Gue denger dari temen yang sekelas sama mereka. Mereka bahas soal gay-gay gitu..."

"HAA? Siapa yang gay? Kenzo?!"

"Sssttt.... towa! Ya, enggak tahu! Tapi tiba-tiba Kenzo kebawa-bawa, ya mungkin kali."

"Iuhhhh......."

Setiap sudut sekolah seakan punya bibir. Mereka berbicara tanpa henti hingga membuat Bima muak. Beberapa senior mendekatinya. Mulai dari bertanya ada apa hingga menghiburnya untuk bermain basket bersama. Tapi Bima menolak.

Bima marah tapi tidak bisa berbuat apa-apa. Ia tidak mungkin menyuruh semuanya untuk diam. Ia merasa tidak berguna dan menyedihkan. Tapi diantara itu semua, ia cemas karena sudah lebih dari dua hari Kenzo tak memunculkan batang hidungnya. Sakit apa dia? Apakah parah? Apakah... dia sudah mengira ini semua akan terjadi sehingga ia enggan untuk datang ke sekolah?

"Hei," Dika menyapa. Ia menemukan sosok Bima yang sedang menyendiri di lapangan basket indoor sekolah. Lapangan sepi, sedang tidak ada kegiatan. Hanya ada seorang janitor yang sedang mengepel lantai.

"Tau dari mana gue di sini?" tanya Bima.

"Insting."

Bima mendengus mendengar jawaban Dika lalu mengambil sekotak susu yang Dika bawa untuknya.

"Belum ada kabar dari Kenzo?"

Bima menggigit bibirnya, lalu memperhatikan layar handphonenya. Sudah 13 telepon, 21 pesan singkat, tapi tidak ada satupun balasan dari Kenzo.

"Gue juga coba hubungin dia. Tapi cuma ceklis satu. Nomornya pun enggak aktif." Jelas Dika.

Bima menghela nafas. "Handphonenya dimatiin, bangsat!"

"........."

"Sorry, gue juga enggak ngerti kenapa emosi gini."

"Itu karena lu peduli." support Dika. "Bim, seandainya Kenzo enggak balik lagi ke sekolah gimana?"

Bima menoleh dengan cepat, memasang raut muka tak suka dengan pertanyaan Dika barusan. "Maksud lo?"

"Gue mau jujur sama lu. Tapi gue bingung mau mulai dari mana. Tapi... lu tahu kan kalau kakak gue gay?"

Bima mengangguk.

"Berbekal itu, gue memberanikan diri untuk ngobrol dengan Kenzo. Sampai akhirnya dia cerita kalau dia... ya, dia gay. Dia mengakui itu."

Bima terkesiap. Meski dia sudah menduga, tapi tak pernah menyangka bahwa gossip yang dilontarkan oleh Ramli dulu, ternyata nyata. Buat Bima, selama itu gossip, ia tidak berhak menuduh. Dan kalaupun benar, tidak ada alasan baginya untuk membenci. Tapi, mendengar pengakuan ini bukan dari mulut Kenzo langsung membuat Bima kesal.

"Sebenarnya gue dilarang cerita soal ini. Tapi berhubung lu udah tahu secara jelas kalau dia gay, akhirnya gue putusin buat cerita." sambung  Dika. "Setelah dia coming out ke salah satu sahabatnya waktu SMP, dia mengalami masa-masa sulit.  Teman-teman di sekolah mulai merundungnya dan membuat Kenzo akhirnya enggak melanjutkan tahun terakhirnya di SMP. Dia enggak mau lagi datang ke sekolah. Akibatnya ia telat setahun saat masuk SMA. Ia pun memilih SMA yang jauh dari rumahnya sehingga ia terpaksa tinggal bersama paman dan bibinya."

Bima menggeram dalam hati. Semua rasa campur aduk.

Bima marah saat mendengar kata sahabat di masa lalunya. Wajah Fikri langsung terlintas dibenaknya. Jadi begitu ya perbuatan si FIkri sialan itu? Tak lama kemudian wajah Ramli muncul. Dan sialan, semua yang diceritakan Ramli benar!

Lalu, Bima benar-benar kesal karena cemburu. Bagaimana kisah hidup Kenzo bisa diketahui Dika tapi tidak olehnya? Apakah Bima harus punya sanak-saudara yang gay dulu baru Kenzo mau membuka diri? Sebegitu tidak percayakah Kenzo terhadap Bima?

Setelah menarik nafas dalam-dalam untuk mengatur diri, Bima kembali ke pertanyaan Dika tadi. "Jadi maksud lu, mengaca dari pengalaman masa lalu itu, dia enggak akan datang ke sekolah lagi, gitu?"

"Tergantung."

Bima mengerutkan dahi bingung.

"Dulu, Kenzo enggak punya siapa-siapa. Tapi sekarang dia punya gue dan kakak gue buat berbagi cerita. Tapi itu enggak cukup, Bim. Dia harus diyakinkan oleh satu orang. Yaitu, lu."

Masih dalam keadaan dahi mengkerut, bibir Bima perlahan-lahan mulai terbuka, menandakan betapa makin bingungnya dia.

"Lo punya tempat sendiri buat Kenzo. Dan bagi Kenzo, enggak peduli berapa banyak orang yang akan membencinya, jika orang yang berharga buat dia ada disisinya, dia bisa bertahan."

Bima mencermati betul kalimat-kalimat Dika.

Begitukah Kenzo memandang dirinya?

Tapi selama ini.... sudahkah Bima berada di sisi Kenzo?

Enggak, gumam Bima dalam hati. Bima belum pernah melakukan apa-apa untuk Kenzo. Bagaimana bisa Bima mengukuhkan diri ia berada di sisi Kenzo? Bima malah diam ketika Kenzo meminta maaf berkali-kali. Bima bahkan menanti jawaban atas telpon dan pesan singkat dari Kenzo, alih-alih menghampirinya.

"Thanks, Dik."

"Hah?"

Bima sigap berdiri dan membuat Dika terkejut. Apalagi setelah ia berlari sekuat tenaga ke luar lapangan.

"Woi, mau kemana lu?!" teriak Dika.

"Samperin si Kenzo. Gw cabut, ya! Kalau guru tanya, bilang aja gue diare!"

Dika ingin menghentikannya, karena Bima cabut ditengah-tengah jam sekolah masih berjalan. Tapi melihat antusias di mata sohibnya itu, Dika memutuskan untuk mendukungnya.

"Titip salam buat Kenzo!"

SECRET CONFESSIONSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang