Xiao

19 5 4
                                        

"Xiao kamu menginap di rumahku aja, ya. Mamaku lagi dinas keluar kota. Aku gak takut sendirian di rumah. Cuma,"

"Iya, Tanya. Kamu cuma kesepian. Aku akan menemanimu terus. Lagian itu kan janjiku sama Wafer—buat jagain kamu terus." Xiao memotong ucapan Tanya. Dia mendorong Tanya masuk ke dalam rumah setelah pintu terbuka. "Sekarang kamu mandi. Terus tidur."

"Kamu bisa gunain kamar kak Orji." Tanya membawa Xiao ke kamar Orji lalu pergi menuju kamarnya sendiri.

Di dalam kamar itu Xiao hanya bisa menahan napas. Sesak rasanya merindukan seseorang yang sudah tidak bisa lagi bersama mereka.

Xiao duduk di sisi ranjang. Memandang semua bingkai photo yang terpajang rapi di meja belajar.

"Kalian, bahagia ya di sana. Di sini biar aku yang urus Tanya." Kata Xiao terbata.

"Kenapa aku gak ikut mati sama kalian sih? Kalian jahat ninggalin aku sendirian di sini. Aku kangen."

Ahh, mungkin Tanya dua kali lebih sedih dari aku. Aku harus bisa senyum biar Tanya juga senyum. Biar kalian di sana juga bisa senyum liat kami di sini.

"Mulia sekali,"

Xiao terpekik kaget mendengar suara serak dan seksi berbisik ditelinganya. Dilihatnya lelaki dengan pakaian serba hitam duduk di sisinya.

"Tanyaaa!" Xiao berteriak memanggil Tanya. Tapi suaranya seakan memantul di kamar itu.

"Berisik banget sih. Bisa diam dulu gak? Aku bakar nih." Kata lelaki itu mengancam.

"Eh dasar toge! Tau gak sih kalo ngancam cewek itu tandanya kamu cowok cupu." Xiao kembali berteriak. Ia mencoba berani meski pun sangat gugup.

"Apa? Toge? Opera, toge itu jenis apa?"

Xiao mengeryit bingung. Sekarang lelaki ini malah bertanya entah pada siapa.

"Toge itu jenis sayuran berkepala kecil yang berasal dari kacang hijau, tuan. Maksudku Jazz." Jawab lelaki yang berdiri didekat jendela. Pakaiannya sama, serba hitam. Bedanya lelaki yang satu ini lebih seperti manusia. Tidak seperti lelaki menyeramkan yang ada di sebelah Xiao saat ini.

Okay! Namanya Jazz. Dan dia dipanggil tuan. Astaga, demi, demi, demi... Apakah diriku yang manis ini sudah gila?

Jazz tertawa keras. Membuat Opera dan Xiao kebingungan.

Apa yang lucu? Dasar orang-orang aneh.

"Aku pikir toge itu sejenis kaki ayam. Haha, ternyata hanya sayuran. Tidak buruk disamakan dengan sayuran dari pada kaki hewan."

"Dih, dasar gila. Kalian siapa? Kenapa bisa masuk ke rumah ini? Kalian sebaiknya pergi sebelum aku memanggil Tanya. Dan kami akan laporin kalian ke polisi. Ah, kayaknya rumah sakit jiwa lebih tepat."

"Tenang saja, temanmu itu sudah dia buat tidur nyenyak." Jazz menunjuk Opera santai.

"Apa?! Kalian bunuh Tanya?" Tangan Xiao bergerak cepat mencengkram jaket hitam Jazz. Air matanya sudah jatuh tanpa ia sadari.

"Berani-beraninya kalian." Xiao memukul-mukul dada Jazz kuat. Tapi jazz malah tidak kesakitan sendikit pun. Malah tangan Xiao yang sakit.

"Opera, bisa kau buat gadis ini tenang? Aku tidak bisa bernapas. Dia terlalu dekat."

Asam jamur. Emangnya aku bau? Sampai ini olang nahan napas dekat-dekat aku? Arghh!

Opera mendekat dan menyentuh kepala Xiao. Setelah itu kepala Xiao berdenyit pusing dan kesadarannya hilang.

"Kenapa kau malah buat dia pingsan, Opera?" Jazz berteriak kaget melihat Xiao terjatuh lesu dipelukannya.

"Tadi kau menyuruhku membuat dia tenang."

"Tapi bukan dibuat pingsan begini."

"Tapi sekarang ruangan ini tenang."

"Astaga, Opera! Jika saja kita di neraka, sudah kukirim kau ke neraka paling bawah agar kau menyadari kesalahanmu."

Jazz melotot pada Opera yang membungkuk meminta ampun. Ia lalu membaringkan tubuh Xiao di kasur, menunggu gadis itu sadar kembali.


The Dark Cherry BlossomTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang