Berkunjung

1 0 0
                                    

Setelah setengah hari bersama Chila, Randi sangat amat lelah hingga sampai datang di kostan mandi lalu langsung tidur.

18:00
"Darimana lu?" Tanya Teja melihat Randi yang lelah dan terlihat lusuh.
"Maen sama Chila, temen kampus."
"Wihh.. Ada lagi aja gebetan lu."
"Budek lu?!"
"Ya yaudah gausah ngegas wkwkw.. emosian.."
"Stop, gw mau mandi terus tidur, gw cape banget hari ini. Lu kalo mau maen kostan-nya kunci diluar aja ya."
"Hhh.. oke oke boss!"

Setelah Randi mandi, Randi langsung melemparkan badannya ke ranjang, saking lelahnya dia langsung tertidur pulas tanpa berkata-kata lagi.

"Gile deh, badan kurus kelakuan kebo.." Ucap Teja yang terkejut melihat Randi sudah tertidur pulas padahal baru 10 menit ditinggal Teja membeli makan.
"Eh Ran, ini makanan lu gimana?" Teja bertanya kepada Randi yang sudah mendengkur.
"Eeuh? Abisin aja sama lu." Jawab Randi yang setengah sadar.
"Eh eh.. Anjir masa sama gw semua?"
"...zzz"
"Sialan!"

Untungnya besok libur dan Randi berniat pulang untuk mengambil beberapa barang dan melihat ibunya. Tetapi paginya ia diajak olahraga oleh Chila, Fathan, dan Rezan. Akhirnya Randi mengurungkan niatnya dan mengundur waktunya ke jam 11 siang.

10:00
Sampai di kostan, Teja merasa lelah dan lapar sekali, ia memasak mie rebus sambil menonton TV.
"Eh, makan mie sendiri-sendiri aje lu!"
"Lah ngatur? Serah gw lah."
"Gila, ngambek kenapa nih wkwk, cowo-cowo kok ngambekan."
"Manusiawi bro."
"Yang ga manusiawi itu apa emang?"
"Setanawi."
"Pfftt.. Gw mau bikin mie juga deh, terus lanjut tidur, soalnya tadi olahraga bikin ngantuk banget anjrit."
"Stress banget tidur mulu lu, gimana udah semester tujuh kali sibuk sama skripsi."
"MANUSIAWI."
"Yang ga manusiawi porsi tidur lu. Simulasi meninggal kah?"
"Hadehh diem aja deh gw."

15 menit kemudian...
"Lu ngerebus berapa bungkus, Ran?" Tanya Teja.
"Dua hehe.."
"Kan stress, bukan manusiawi."
"Laper itu kan manusiawi. Lagian apaan sih berisik banget lu daritadi."
"Oh, iya deh bang manusiawi.."
"Hadeh.."
"Wkwkw.. Yauda mangga di dahar mie na."
"Belajar Bahasa Sunda darimane lu?"
"Dari si Emak hehe.. Jadi semalem kan gw beli makan buat gw sama elu, terus dia lagi ngasih makanannya ke pelanggan gitu, nah pelanggannya main hp aja, terus si Emak bilang 'Geuwat di dahar atuh a mie na, kaburu bungkur'. Terus pada ketawa pelanggan yang lain, cuma gw doang yang engga ketawa. Nah gw tanya kan ke si Emak apa artinya kalimat yang dia bilang tadi, ternyata 'Cepet di makan a mie nya, keburu bengkak mie nya'. Gw ketawa dong abis itu wkwk.. Ternyata menarik juga ya Bahasa Sunda." Jelas Teja.
"Wkwkw seru kan? Makanya kata gw juga hayu belajar Bahasa Sunda."
"Abis makan mie ajarin ye?" Pinta Teja kepada Randi agar mengajarkan ia belajar Bahasa Sunda.
"Kursus di gw cuma satu juta sebulan."
"Hadeehhh..."
"Bercanda.. Iya nanti gw ajarin."
"Oke deh, cepet makannya!"
"Ye."
"Eh bentar, kan gw mau nengok ibu gw." Randi teringat bahwa 30 menit lagi ia akan pulang ke Ibunya.
"Hadehh, yauda sore aja."
"Gw sore ada janji sama seseorang, hehe.."
"Siapa?!"
"Kepo banget lu."
"Yeh yaudah, jangan maen nakal lu."
"Emangnya elu!"
"Hadehhh.."

Randi bersiap untuk pulang ke rumahnya hari itu. Dengan berniat untuk membawa beberapa barang dan melihat ibunya.
"Gw berangkat, Ja! Kalo lu mau maen jangan lupa kunci kostan-nya!" Seru Randi.
Teja hanya mengacungkan jempol kepada Randi dengan wajah yang mengesalkan.

Sesampainya disana...
"Bu? Halo? Ada orang?" Ucap Randi sambil mengetuk pintu.
"Iya, sebentar.." Terdengar suara Bu Dini (Ibu Randi) menuju pintu depan.
"Randi?!" Ucap Ibu Randi terkejut anaknya datang tanpa menghubunginya.
"Iya bu." Randi dipeluk erat ibunya.
"Kok pulang engga bilang-bilang? Kalo bilang ibu bisa bikin makanan favorit kamu."
"Ahaha.. Engga papa, Bu. Nanti Randi sendiri yang bikin spesial buat Ibu."
"Harusnya tuan rumah yang kayak begitu teh.."
"Engga ada tuan rumah - tuan rumahan di dalam keluarga mah atuh bu.."
"Makin pinter anak ibu. Yauda engga papa, ibu bikinin kamu minum aja ya? Kamu bikin makan?"
"Setuju!"

Mereka berdua pun berbagi tugas, Bu Dini membuat minuman dan Randi membuat makanan. Suasana hangat mulai terbentuk sejak Randi masuk ke dalam rumah.
"Jadi gimana kuliahnya, Ran? Susah engga? Atau... Kamu sudah suka titip absen?"
"Engga kok bu, lancar-lancar aja. Lumayan susah juga bu, banyak tugas yang harus meneliti sesuatu, baca dan memahami jurnal, dan lain-lain. Oh iya bu, Randi baru denger tuh titip absen, apa itu bu?"
"Syukurlah kalau lancar. Kalau ada yang sulit, kamu bisa tanyakan terlebih dahulu ke teman sekelas kamu jika mereka tidak tau atau tidak mau jawab, kamu tanyakan kepada dosen terkait ya. Titip absen kamu gak tau? Berarti kamu belum pernah. Jadi Titip absen itu kamu sengaja untuk bermalas-malasan namun menitipkan kehadiran kepada teman kamu. Sehingga kamu dianggap hadir padahal ternyata kamu sedang rebahan di kostan atau main. Jangan sampai ya kamu kayak begitu!"
"Iya bu, Randi berusaha untuk bertanya jika ada yang tidak dipahami, percuma juga kan kuliah tapi kita hanya meng-copy tugas teman kita tanpa paham apapun. Oh.. Jadi begitu titip absen.. Boleh Randi coba bu?"
"Benar, jangan sampai meng-copy punya teman ya. Nanti ketahuan kamu bisa dihukum dosennya. Jangan dong, nanti ibu kecewa banget sama kamu."
"Siap bu, laksanakan."
"Semoga kamu amanah ya, Ran."
"Iya bu, amen."
"Ameen."

Setelah semuanya siap, mereka langsung menyantapnya. Tetapi, ada suatu yang janggal dari Ibu Randi.
"Oh iya bu, Bang Kiki masih kerja disini?"
"Bang Kiki sudah Ibu pecat, Ran."
"Kenapa bu? Kasian loh."
"Ibu kecewa karena pada saat itu dia berbohong terkait biaya perbaikan mobil ibu yang waktu itu diserempet oleh Bobi. Ibu mengetahuinya dari tetangga yang cerita ke Ibu bahwa neneknya Kiki bercerita kepada tetangganya mendapat uang tip sebesar Rp.500.000, sedangkan Ibu tidak pernah mengatakan bahwa sisa uang perbaikan untuk dia."
"Ibu sudah tidak percaya lagi kepada dia. Dan Ibu bertekad untuk memecatnya."
"Oh.. Begitu ya, bu. Yasudah, tidak apa-apa. Itu keputusan Ibu, Randi hargai karena memang kepercayaan jika sekali saja dirusak, itu tidak akan kembali utuh."
"Benar, Ran. Terimakasih telah menghargai keputusan Ibu."
"Sama-sama bu. Mari lanjut makan."
"Iya bu."

Tapi ternyata Kiki sangat amat sakit hati karena dipecat oleh Ibu Randi. Rasa Dendam Kiki terus menghantui dirinya. Padahal, Kiki yang jelas salah karena mengambil uang kembaliannya dari Ibu Randi. Dan seharusnya jika terlanjur, Nenek Kiki harus bungkam terhadap uangnya. Kalau sudah begini kan berabe.

Randi (Sequences: High School And University)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang