4. Pengganggu

146 13 5
                                    

***"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***
"

Dari mana saja kamu?" tanya Rian menatap anaknya yang baru saja memasuki rumah dengan wajah datarnya.

"Ada urusan, Ayah." Rain mengacuhkan tatapan datar ayahnya, memilih untuk berjalan ke kamarnya sendiri.

"Eh? Rain udah pulang, kamu mandi sana, Sayang. Habis itu turun, kita makan malam sama-sama," ujar Leni dari arah dapur.

"Hm, iya."

Brakk

"Anak itu." Serentak Rian dan Leni mengelus dada mereka masing-masing.

***

Saat ini, di kediaman keluarga Rain, mereka sedang bergelut dengan makanan masing-masing.

Setelah selesai, Rian menatap Leni dan Rain bergantian. Rain yang jengah memutuskan untuk bertanya.

"Ada apa?"

"Kamu tadi dari mana, Rain?" tanya Rian.

"Apa pedulimu?" sinisnya, Rian terlihat menghela nafasnya.

"Aku ayahmu, Rain. Ayah berhak tahu!" tegas Rian menahan kekesalannya.

'Dia itu anakku, tapi bersifat seolah-olah dia lebih tinggi di sini!'

"Rain ke markas Aerasta, Ayah!" Tatapan Rian yang tadi menahan kesal kini menggelap.

"Rain! Ayah sudah bilang, jangan pernah ke sana lagi!" bentaknya tanpa sadar, Leni yang tahu keadaan segera menenangkan suaminya.

"Kenapa? Mereka kakakku, Ayah!" Suara Rain mulai meninggi. Siapa ayahnya, berani melarang dirinya untuk ke markas?

"Dia bukan kakakmu, Rain!" Rain menghela nafasnya. Sungguh dia sangat malas berdebat dengan ayahnya.

"Cukup, Ayah! Itu pekerjaanku, Rain tidak ingin berdebat denganmu! Maaf telah membentakmu tadi, Rain pamit." Rain berjalan mengabaikan tatapan sendu dari kedua orang tuanya.

Brakk

Rain sekali lagi menutup pintunya dengan kasar, dia merebahkan tubuhnya di atas kasur yang empuk. Dia memejamkan matanya sebentar lalu menatap langit-lagit kamarnya yang didominasi oleh warna hitam dan putih.

Rain meraba-raba lehernya, berusaha mencari sesuatu.
"Eh? Kalungku mana?"

Dia bangkit dari kasurnya, mengobrak-abrik tasnya asal. Rain terlihat menggigit bibirnya berusaha mengingat di mana dia meninggalkan kalungnya.

"Markas! Ya, sepertinya ketinggalan di markas." Rain beranjak meraih jaket hitamnya, mengganti celananya dengan jeans panjang, dan mengikat rambutnya menjadi satu.

Dia segera keluar dari kamarnya, Rain melihat Rian dan Leni yang baru saja akan naik ke atas tangga.

"Kamu mau ke mana lagi, Rain?"

Raini DelastaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang