***
"Hai! Kenalin, nama gue Gelidya, gue orang asli Indonesia!" sapa seorang gadis yang memiliki perawakan sedikit lebih pendek dari Rain, dia mengulurkan tangannya pada Rain yang masih menelungkupkan kepala ke meja.
"Lo blasteran, ya?" tanya gadis itu, namun belum ditanggapi oleh Rain.
"Kelas kita juga berdekatan, loh!" Rain mengangkat kepalanya, menatap datar gadis itu. "Jangan menggangguku!" peringatnya.
Gadis itu tersenyum kecil. "Lo jangan terlalu kaku bicaranya, santai aja." Gadis itu segera mengambil tempat duduk di samping Rain.
Rain menatapnya tajam. "Pindah!" Gadis itu menelan salivanya kasar.
Ya, kumohon jangan menatapku seperti itu!
"O-oke, lo nggak bisa bicara bahasa santai, ya?" tanya gadis itu. Rain menatapnya datar, melirik name tag-nya. Gelidya Calista Maharani.
"Menurutmu?" Rain menanggapinya datar, tak seperti tadi dengan tatapan tajamnya.
Lidya sedikit santai melihat tatapan Rain, setidaknya bukan tatapan menakutkan tadi. Dia tak berpindah tempat duduk, namun kini mengulurkan tangannya sekali lagi.
"Gue Gelidya Calista Maharani, panggil Lidya aja. Lo siapa?" tanya Lidya mengulurkan tangannya lagi.
Rain menatap tangan Lidya yang menggantung di udara, melirik wajah Lidya yang terkesan kekanak-kanakan. "Rain," ucapnya sambil membalas uluran tangan Lidya.
"Oke kita teman sekarang!" Rain mengernyit sedikit. "Sejak kapan kau menjadi temanku?" tanyanya.
Lidya terkekeh ringan, menunjuk jam tangan yang dikenakannya. "Beberapa detik yang lalu," ujarnya menanggapi. Rain mendengus kesal, terserah!
"Gue pergi dulu, nanti istirahat gue ke sini lagi, bye!" Lidya melambaikan tangannya, lalu berlalu pergi keluar dari kelas.
"Aku lebih suka, jika kau tidak perlu kembali," gumam Rain pelan lalu menelungkupkan kembali kepalanya di atas meja.
Untung saja kelas masih sangat sepi, jadi tidak ada suara yang dapat mengganggu Rain untuk tidur sejenak.
-<>-
"... kita akhiri pelajaran kali ini, selamat siang!" ujar ibu Sila, guru Biologi.
"Siang, Bu!"
Setelah ibu Sila keluar, para siswa-siswi tidak tinggal diam, mereka juga segera bergegas menuju kantin.
Rain tidak terburu-buru merapikan peralatan sekolahnya. Dia perlahan berjalan keluar dari kelasnya, sambil memasang earphone berwarna hitam di telinganya.
Dia menyadari ada orang yang berjalan beriringan di sampingnya, sejenak dia melirik lalu kembali berjalan tanpa menghiraukan orang itu.
"Hei! Lo cepet banget jalannya, kaki gue lebih pendek dari lo, tahu nggak!" Rain menghela napasnya, tidak berniat mendengar apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Raini Delasta
Fiksi RemajaRain, begitu mereka mengenalnya. Gadis misterius yang memiliki sebuah rahasia yang hanya diketahui oleh keluarga dan seorang yang penting untuknya. Memasuki lingkungan baru untuk menyelesaikan tujuannya. Rain tidak menyukai hal yang tak penting. Ta...