2 | Tragedi berdarah

26 0 0
                                    

Ini sudah seminggu sejak Putri mendapatkan surat perjanjian tukar raga itu, tapi belum ada kemajuan apapun.

Eliza benar-benar tidak tergapai.

Kesempatan Putri mendekati Eliza harusnya datang hari ini karena kelas mereka akan digabung untuk tutorial praktik kimia. Putri memastikan surat perjanjiannya aman di dalam tas sebelum mengambil jas lab yang kemaren dia pinjam dari laboran.

Laboratorium sudah ramai saat Putri masuk. Eliza sudah berdiri di meja terdepan bersama taman-teman terbaiknya.

Cewek itu terlihat cantik dengan rambut yang digulung tinggi. Sangat terlihat elegan pikir Putri.

"Kamu yang di depan pintu, tolong tutup pintunya dan cari tempat duduk," perintah dari gurunya membuat Putri bergerak.

Entah ini sial atau keberuntungan, Putri mendapatkan tempat duduk satu meja dengan Eliza.

"Wah ada si udik," sapaan itu dilontarkan Grace untuk Putri.

Eliza hanya meliriknya malas sebelum kembali mengabaikannya.

Saat alat gelas praktikum dibagikan, Eliza jelas tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk mengerjai Putri.

"Lo aja yang ambil ya, Put," Eliza tersenyum meremehkan sebelum kembali melanjutkan kegiatan mencatatnya.

Saat Putri berdiri seisi meja mengabaikannya dan membuatnya harus mengambil satu nampan penuh alat gelas sendirian.

Putri menarik nafas dalam-dalam sebelum mengangkat alat-alat gelas dengan hati-hati. Jika ada yang pecah, Putri tidak mau mengorbankan tabungannya untuk membayar ganti rugi.

Eliza melirik Putri dengan ujung mata sebelum tersenyum bersemangat. Dia punya ide untuk mengerjai si udik itu.

"Mau kemana, Liz ?" Lea menahan tahan Eliza yang hendak beranjak.

"Bantuin si udik," Eliza terkikik kecil sebelum menghampiri Putri dan menyenggol tangan Putri, berpura-pura ingin membantu.

Putri sudah akan menangis saat menyadari keseimbangan goyah dan beberapa alat gelas terpental ke lantai dan pecahannya berhamburan.

Eliza bergidik mendengar nyaringnya pecahan kaca, "Astaga berantakan."

Putri menatap kesal pada Eliza, tapi dia bisa apa selain memunguti pecahan kaca sambil menahan tangis.

"Bukannya lo harus bantuin temen lo ?" Pertanyaan itu dilontarkan oleh Nathan yang menatap Eliza datar.

Eliza memutar mata malas sebelum ikut berjongkok dan memunguti pecahan kaca dengan tidak serius.

Putri melirik tangan Eliza dan seketika idenya datang begitu saja.

Sret

Putri menggores kaca pada tangan Eliza sampai darah Eliza menetes.

"Lo !" Teriakan Eliza teredam jeritan heboh teman-temannya yang menggiringnya ke UKS, sementara Putri bergegas meninggalkan laboratorium sambil membawa pecahan kaca dan darah Eliza kembali ke kelas.

Dengan cepat Putri menusuk tangannya membuat darahnya ikut menetes dan bercampur dengan darah Eliza.

Berbekalkan harapan, Putri meneteskannya secara hati-hati sambil berdoa. Semoga satu kali ini saja, keberuntungan berpihak padanya.

Sempurna.

Darahnya sudah meresap pada kertas dan Putri bergegas membawa surat itu ke tempat pembuangan sampah sekolah. Putri membakarnya sampai habis.

"Semoga gue bisa jadi Eliza," Putri memohon pelan, "Gue nggak mau hidup kayak gini terus."

---

ReplaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang