4 | Disaster and Gift -Eliza

22 1 0
                                    

Eliza mengerang jengkel karena hawa panas yang mengganggu tidurnya. AC kamarnya pasti rusak.

Matanya baru akan tertutup lagi saat sinar matahari menerobos melalui jendela kamarnya dan membuatnya berdecak marah.

Asisten rumah tangganya harus diperingati karena berani membuka jendelanya.

Eliza duduk di kasurnya dan berjengit saat melihat kasur kumal dan dinding batu bata yang terlihat kasar.

Apa-apaan ini ! Apa dia sedang diculik !

Nafas Eliza memburu, dengan cekatan matanya mengobservasi ruangan jelek itu. Saat matanya bertumbukan dengan cermin, jantung Eliza serasa berhenti.

Bagaimana mungkin ?!

Wajah cantiknya berubah jadi jelek dan hitam. Memalukan !

"Kenapa gue jadi si udik !" Eliza menjerit.

"Jangan teriak-teriak Put !" Sahutan suara ibu-ibu yang terdengar membuat Eliza bergegas keluar.

Matanya melebar menatap rumah jelek milik Putri.

Astaga ! Bagaimana kejadian aneh ini bisa menimpa dirinya !

"Nggak mandi, Put ? Bapak narik angkot agak siang hari ini, barangkali mau bareng berangkat ke sekolah ?" Seorang bapak-bapak beruban melewati Eliza begitu saja dan mengambil tempat duduk di bangku kayu depan rumah sambil memakan nasi pecel.

"Gue... naik angkot...," Eliza menggumam pelan, "Tenang Liz, lo harus berpikir jernih."

Eliza kembali memasuki kamarnya, telunjuk tangan kanannya mengetuk ritmis lemari kayu lusuh yang pintunya sudah tinggal separuh.

"Kalo gue jadi Putri, mungkin Putri yang jadi gue. Si udik itu ! Kurang ajar banget ! Bisa-bisannya jadi gue !" Eliza menggeram jengkel, "Tapi kalo... gue jadi Putri. Gue terbebas dari kehidupan Eliza. Nggak perlu Les, nggak usah belajar musik. Oke... sekarang gue nggak boleh panik. Nikmatin aja kebebasan gue hari. Kapan lagi gue bisa hidup sesuai kemauan gue."

"Okey Liz... lo pasti bisa melewati hari mengerikan ini," Eliza membuka lemari, mencari seragam sekolah dan berdecih saat melihat seragam jeleknya.

Astaga ! Bahkan ini nggak layak pakai !

Eliza menggelengkan kepalanya, "Lo pasti bisa, Liz."

Kamar mandi tidak layak, berangkat dengan angkot, sarapan nasi pecel, dan bekal makanan mengerikan. Penderitaan Eliza terasa lengkap sekali pagi ini.

Eliza memasuki kelas Putri dan menemukan bangkunya tepat di depan Nathan.

"Pagi, Than," Eliza menyapa sopan dan Nathan membalas sapaannya dengan anggukan kecil.

Eliza menatap kagum. Wah ! Ternyata menjadi Putri tidak seburuk yang dia harapkan.

Menjadi Putri selama beberapa waktu sepertinya akan terasa menyenangkan.

Saat mata pelajaran matematika, Eliza menatap malas ke arah materi. Dia benar-benar bosan dengan soal-soal yang sekali lirik dia sudah tau jawabannya.

"Putri kerjakan nomer terakhir," Guru matematikanya memperhatikan Putri yang sibuk bertopang dagu selama pelajarannya. Sepertinya muridnya sedang melamun.

"Putri Btari ! Kerjaan nomer terakhir," Suara mengerikan itu membuat Eliza tersadar.

Sekarang gue kan Putri ! Eliza bego !

"Iya, Bu," Eliza melirik buku paketnya sebelum maju dan menuliskan jawaban.

Bu Prana mengerutkan dahi heran melihat Putri mampu mengerjakan soal paling sulit, "Kamu ada kemajuan."

ReplaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang