Part 14 - Is it?

1.8K 395 43
                                    

Ada Radit sama Tanan di sini. Buat yang kangen mereka. Enjoy Genks!!

***

"Saya harus periksa punggungmu." Mereka berdua berjalan di area parkir menuju mobil.

"Kamu cerewet sekali Dok. Apa kamu pikir saya bisa terluka hanya karena tertimpa vas bunga. Kamu benar-benar meremehkan saya." Mareno membuka pintu dan masuk ke dalam mobil.

"Maksud saya bukan begitu. Tapi mungkin saja akan ada efeknya nanti. Saya periksa sebentar hanya untuk memastikan." Mereka sudah berada di dalam mobil. Tubuh Tania sudah mendekat pada Reno dan tangannya langsung membuka dua kancing kemeja laki-laki itu.

Reno menghela nafas kesal. "Kamu itu bossy, suka mengatur dan cerewet sekali." Kepala Reno menoleh ke samping berusaha mengabaikan tubuh Tania yang berada dekat sekali dengannya. Anehnya dia membiarkan saja wanita ini berbuat sesuka hati.

Tubuh Tania ditopang oleh lutut dan sedang mengecek lebam biru tempat terjatuhnya vas tadi. Tangannya menggeser leher kemeja Mareno yang kancingnya sudah dia longgarkan. Lalu menyadari lebam-lebam karena sisa dari pukulan-pukulan Arsyad masih ada di sana.

"Lebam, sayangnya saya nggak bawa salep untuk ini." Dia kembali pada posisi duduknya setelah membetulkan letak kemeja Mareno.

"Saya bilang saya baik-baik saja." Tangan Mareno mengancingkan kembali kemejanya.

"Ya ya, dasar pemarah. Kamu persis seperti Angry Bird merah, selalu marah. Apa perilakumu juga seperti ini pada wanita-wanita itu?"

"Bukan urusanmu. Kamu lebih aneh lagi, masih selalu berpura-pura baik begitu." Mobil sudah dia lajukan.

"What? Pura-pura baik?" Tania kesal sekali. Kepalanya menoleh ke samping dan memukul bahu Reno keras. "Dasar brengsek."

"Auw, lengan saya belum pulih benar."

"Biar aja, biar patah lagi sekalian."

Selama beberapa saat mereka diam. Menyadari kelakuan mereka masing-masing ketika berdekatan memang aneh sekali. Sama-sama berusaha mengalihkan pikiran mereka pada jalanan Jakarta dalam naungan malam. Pikiran Tania masih merekam lebam-lebam biru di tubuh Reno yang dia lihat tadi. Kemudian dia memutuskan untuk membuka suara.

"Badan kamu masih ada sisa-sisa luka. Apa masih sakit?"

"Wanita itu suka sekali mengulang pertanyaan yang sudah dijawab. Kenapa begitu?"

"Saya hanya ingin memastikan."

"Memastikan apa?"

"Kalau luka yang diberikan Arsyad itu lebih dalam dari rasa sakit hati saya karena dipaksa."

Mareno menghela nafas. "Wanita juga suka sekali mengungkit kesalahan laki-laki. Itu yang paling menyebalkan."

"Oh ya? Laki-laki itu suka memaksa, saya benci dipaksa."

"Ya karena terkadang kalian harus dipaksa. Kalian terlalu lamban."

Kepalanya menoleh ke samping menatap Reno tidak percaya. "Lamban?"

"Ya, contoh sekarang ini." Reno menekan klakson beberapa kali karena sedan hitam di depannya berjalan pelan-pelan. "Saya yakin yang menyetir adalah wanita." Reno memasang sen untuk mendahului mobil itu. Kemudian mobil itu malah berbelok saja tiba-tiba. Memaksa Reno menghentikan mobilnya.

"See, perempuan kan yang nyetir. Lamban, ceroboh, tidak punya sense berkendaraan sama sekali."

"Tapi suka kan?" Tania berujar asal, karena kesal dengan kata-kata Reno.

The Dangerous Game (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang