Prolog

4.9K 531 19
                                    

Tangan kecilnya disentuh lembut oleh ibu. Sudah pagi, dia harus bangun dan berangkat ke sekolah.

"Sayang, bangun." Ibunya tersenyum sambil membetulkan letak rambut panjangnya. "Nina, ayo bangun."

Bibirnya sudah tersenyum saja. Dia selalu suka saat-saat seperti ini. Bangun pagi yang disambut oleh pelukan hangat ibunya. Setelah itu mencium bau roti panggang dari dapur bawah.

Matanya mengerjap perlahan menyesuaikan dengan cahaya. Tapi indra penciumannya malah disambut dengan bau-bau aneh lainnya. Juga telinganya mendengar suara-suara asing. Dimana dia?

Lalu tubuhnya tiba-tiba dihantam dengan semua rasa sakit. Rasanya remuk redam seperti saat dia habis lomba lari bulan lalu di sekolahnya. Matanya benar-benar terbuka ketika dia melihat Danika yang langsung saja memeluknya erat sambil menangis. Sahabatnya itu benar-benar menangis, dan dia tidak mengerti apa yang sedang terjadi. Kenapa Danika menangis?

"Kenapa kamu menangis Nik? Ada apa?"

"Mamamu Nin, Mamamu."

"Kenapa Mamaku? Dia ada di rumah kan?"

Danika terus menangis saja sementara dia masih sangat bingung dan berusaha mencerna. Tirai itu disibak perlahan, lalu wajah ayahnya terlihat. Seumur hidupnya, Nina belum pernah melihat ayahnya menangis. Saat ini, Danika sudah melepaskan pelukannya dan mundur perlahan. Tangis sahabatnya itu masih belum pergi, kemudian ayah memeluknya erat. Erat sekali.

"Mama, sudah tiada."

Reaksi pertamanya adalah diam, heran. Apa benar? Apa benar begitu? Ini salah satu lelucon konyol saat April Mop saja kan? Atau jenis prank kejam yang biasanya Danika si usil itu lakukan padanya.

"Ini...bohong kan?"

Pelukan erat dan juga tangisan ayahnya menjawab semuanya. Kemudian, semuanya seperti hilang. Hilang saja.

***

Bertahun-tahun kemudian

"Mba? Datang lagi?"

"Iya Sus. Bagaimana kabar Danika?" Mereka berjalan beriringan di selasar rumah sakit.

"Sudah ketemu dengan Dokter Inggit?"

"Belum. Apa beliau ada?"

"Ada tapi sedang praktek. Silahkan ke ruangan Danika dulu saja. Saya akan info kalau Mba Nina datang."

Dia mengangguk lalu melihat suster kepala menjauh darinya.

Sudah menjadi rutinitasnya untuk menjenguk Danika, sahabatnya. Satu-satunya orang yang sangat perduli padanya selain ayah. Semenjak mama meninggalkannya dulu, dia berduka hebat hingga hampir gila. Lalu, Danika yang selalu ada di sisinya. Menjaganya, menemani dan menyemangatinya. Kemudian dia bisa melalui tahun-tahun panjang yang menyedihkan itu, karena dia memiliki ayah dan Danika.

Mereka tidak terpisahkan, bagaikan saudara kandung saja. Dia akan memberikan segalanya pada Danika. Sama seperti Danika yang akan selalu melindunginya dari perundung di sekolah, atau dari anak laki-laki usil yang senang menggodanya. Ya, dia dulu memang pemalu dan pendiam sekali. Satu-satunya yang membuat dia percaya diri adalah nilai-nilainya yang selalu membumbung tinggi. Juara angkatan. Tapi itu juga yang membuat semua orang iri. Dan saat itu, Danika yang ada.

Tubuhnya sudah sampai di pintu putih itu. Dia menatap kosong sejenak. Ingatannya terbang pada waktu-waktu indah dulu. Saat mereka masih sering menginap bersama dan melewati malam dengan menonton drama korea sambil bergurau dan bercanda.

"Kalau gue jatuh cinta, gue mau cowok yang baik, perhatian, the real gentlemen pokoknya," ujar Danika sambil menatapnya di tempat tidur malam itu. Mereka sudah berpiyama dan sudah bersiap tidur.

The Dangerous Game (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang