Part 21 - I'm sorry

1.9K 376 22
                                    

Dokter Irwan sang kepala bedah memanggil untuk berbicara tentang rencana pengunduran dirinya dari rumah sakit tempat dia bekerja saat ini. Akhirnya dia memutuskan untuk mengambil tawaran Aryan. Alasannya lebih personal, dia ingin memantau langsung kondisi Mareno. Jadi apapun hasil pembicaraan sore ini tidak akan banyak membuahkan hasil.

"Apa nggak ada jalan lain?"

"Saya hanya ingin fokus pada satu hal terlebih dulu Dok. Praktek di dua tempat rasanya sedikit berlebihan." Ya, apalagi dia masih harus membagi fokusnya pada Danika juga.

"Jangan salah paham Dok, ini benar-benar bukan karena sesuatu yang buruk. Saya punya alasan saya sendiri dan saya tidak bisa membagi itu pada Dokter. Tapi saya pastikan bukan karena ada masalah di dalam rumah sakit ini," ujarnya lagi.

Dokter Irwan tersenyum kecil. "Saya pikir ini karena kamu bertengkar dengan Yusa karena Yusa cemburu dengan laki-laki yang suka bawain kamu bunga."

Kali ini dia terkekeh juga. "Saya dan Yusa memang selalu kurang akur. Tapi bukan itu alasannya." Dia menatap atasannya ini. "Yusa dan Sari juga sama hebatnya Dok. Saya yakin mereka bisa membantu Dokter."

Laki-laki paruh baya itu menghela nafasnya panjang. "Ya sudah, jika itu menurutmu yang terbaik. Saya nggak menyalahkan jika keputusan kamu sudah bulat, karena MG memang rumah sakit terbaik. Tapi saya hanya mencoba mencegah semua dokter pintar pergi ke sana. Karena rumah sakit lain juga banyak yang membutuhkan dokter-dokter yang kompeten."

"Saya yakin ada banyak dokter yang lebih hebat dari saya dan mau atau sedang bekerja di rumah sakit ini. Mereka belum muncul saja."

Dokter Irwan tertawa lagi. "Ya, semoga begitu." Tubuh dokter Irwan berdiri lalu dia menjabat tangan Tania yang juga sudah berdiri berhadapan dengannya.

"Terimakasih Tania. Kamu adalah dokter yang kompeten dan pintar. Juga saya sudah tahu apa-apa yang kamu lakukan soal pasien-pasien asuransi pemerintah di belakang saya. Saya tidak terkejut dan tidak mau kamu tahu jika saya sudah tahu. Tapi Dok, kamu mempunyai hati yang besar. Senang bekerja bersamamu. Terimakasih sekali lagi."

"Suatu kehormatan untuk saya bisa memiliki senior seperti anda Dok. Terimakasih atas bimbingannya selama ini."

Genggaman tangan dokter Irwan terasa hangat. Senyum bijaksana pada wajahnya juga sudah mengembang. Tania hanya mengangguk sambil tersenyum kecil. Sedikitnya dia merasa sedih karena harus meninggalkan rumah sakit ini. Tapi semua ini adalah tindakan yang tepat untuk apa yang dia tuju.

***

Suasana di pelabuhan siang itu terik. Container-container yang akan dikirim ke pelabuhan di Jakarta sudah siap, dia sedang memeriksa dokumen-dokumen yang ada ketika salah satu anak buahnya melapor.

"Kapten, semua sudah siap."

"Chip-chip itu sudah dipasang?"

"Sudah, tapi ada tiga yang rusak."

"Apa ada cadangan?"

"Chip dikirim sesuai dengan jumlah container yang ada. Untuk uji coba. Jadi kita tidak punya cadangan."

"Berapa banyak yang tidak terpasang?"

"Tiga. Ini dokumennya."

Mata sang kapten menelusuri dokumen kelengkapan import itu. PT Sanggara Buana, milik keluarga Daud. Isi container adalah bibit-bibit pertanian dan juga pupuk kualitas tinggi.

"Bagaimana jadinya Kap?"

"Milik Daud, harusnya aman. Nanti biar badan pemeriksa mengecek saat kedatangan saja. Pemerintah kita tidak pernah punya masalah dengan mereka." Kepala Kapten itu menoleh dan berujar lagi. "Kita berangkat."

The Dangerous Game (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang