Part 6 - Secret Mission

2.2K 372 39
                                    

"Herman, tolong Lita Man. Tolong dia," ujarnya panik. Satu-satunya yang menghentikan dia dari terjun ke sungai untuk menyelamatkan Arlita yang hampir tenggelam adalah satu kakinya yang masih di gips karena jatuh dari pohon seminggu lalu.

"Arusnya deras Him," jawab Herman panik. "Kita harus panggil Anto." Maksudnya adalah kakak pertama mereka, Ardiyanto. Herman sudah berlari ke arah pondok yang tidak jauh dari sana.

"Litaaa...Liit." Tangisnya sudah datang karena panik melihat adik perempuan kesayangannya itu masih berusaha keras agar tidak tenggelam. Dia tidak berdaya. Apa iya? Keluarga itu harga mati kan?

Keberaniannya membuncah lalu dia terjun ke dalam sungai. Dia mahir berenang, selalu juara. Yang dia tidak tahu adalah gips itu menariknya ke dasar sungai. Sekuat tenaga dia berjuang melawan arus, Lita membutuhkannya. Namun sekeras apapun dia berusaha, arus sungai menyeretnya sama kuat. DItambah satu kakinya seolah terus mengikuti arus saja. Lamat-lamat dia mendengar orang-orang berdatangan. Kemudian tubuhnya diguncang seseorang.

"Sayang...bangun. Ibrahim, bangun."

Duduknya langsung tegak saja. Bibirnya sudah beristigfar berkali-kali. Istrinya menatapnya lembut.

"Kamu mimpi buruk lagi?" Satu tangan Trisa mengelus punggungnya perlahan. Kemudian menyodorkan segelas air.

Dia hanya mengangguk sambil meminum air itu.

"Siapa kali ini Sayang?" Trisa bertanya karena ini bukan pertama kalinya.

Keluarga suaminya adalah keluarga besar. Sembilan bersaudara. Ardiyanto, Ibrahim, Arlita dan Herman dekat sekali dibanding yang lainnya. Suaminya sendiri seperti terlalu membebankan semua di pundaknya. Tipe laki-laki yang bertanggung jawab, terlalu bertanggung jawab. Apalagi setelah Ardiyanto sakit, Arlita yang menghilang belum ditemukan dan Herman yang entah kenapa berubah, Ibrahim seperti memendam sedihnya sendiri. Tiga adik-adiknya yang lain semua berpisah jauh dan dua lainnya sudah meninggal dunia karena sakit.

"Arlita tenggelam, dia tenggelam."

Trisa menarik nafas panjang. Suaminya itu sangat menyayangi Arlita, mungkin seperti anak-anaknya sendiri pada Sabiya. Sayangnya didikan keras orangtua mereka dulu membuat Arlita pergi meninggalkan semua. Benar-benar pergi. Ibrahim bahkan meminta anaknya Arsyad dan Mahendra untuk memulai pencarian dengan semua system canggihnya sekarang. Sampai saat ini belum ada titik terang. Hanya kabar-kabar yang seolah seperti timbul dan tenggelam dari informan keluarga mereka.

Wajah Ibrahim masih sangat risau. Jadi Trisa berujar lagi, "Bangun dan solat Sayang. Minta ketenangan pada yang Maha segalanya."

Ya, dia sendiri selalu berdoa, semoga Arlita baik-baik saja di luar sana. Mungkin perempuan itu sudah memiliki keluarga. Semoga mereka semua dilindungi oleh-Nya, juga termasuk ke empat anak laki-lakinya.

***

Paginya selalu dimulai dengan segala bentuk dan jenis laporan. Laporan-laporan usaha yang dia pegang, kondisi dan posisi perpolitikan, dan juga laporan yang bersifat lebih pribadi. Jalannya sudah sedikit terbuka karena ketua badan penyidikkan yang berganti. Dia sudah punya rencana agar bisa duduk dan menjabat lagi di salah satu kursi pemerintahan. Sekaligus, menjatuhkan Ibrahim nanti. Ya, dia akan menyingkirkan semua yang menghalangi tanpa terkecuali.

Pintunya diketuk. "Masuk."

"Pagi," anaknya berjalan masuk dan duduk saja.

"Urusan pembukaan lahan sudah selesai?"

"Sedikit lagi, penduduk asli di sana berulah."

"Bereskan, saya tidak mau dengar. Paham?"

Tommy mengangguk singkat. Ayahnya selalu dingin, sebenarnya bukan ini yang mau dia sampaikan. Tapi kemudian dia mengurungkan niatnya saja.

The Dangerous Game (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang