Part 3 - The Scent

2.4K 432 59
                                    

Bertahun-tahun kemudian.

Setiap hari, Arsyad akan bangun pukul empat pagi. Atau lebih cepat dari itu. Dia tidak terlalu butuh waktu tidur yang panjang, karena bukan perkara seberapa panjang waktu tidurnya, tapi lebih kepada bagaimana kualitas tidurnya itu sendiri.

Setelah bangun, dia akan melakukan rutinitas paginya yang selalu sama bertahun-tahun lamanya. Pastinya dimulai dengan solat. Ya, dia membutuhkan semua berkah dari yang Maha Esa karena paham benar pekerjaan yang dia geluti sangat berbahaya. Dia tidak tahu sampai kapan dia masih bernyawa. Bukan mati yang dia takuti, tapi lebih kepada setelah mati akan berakhir dimana dia. Jadi tidak memiliki bekal untuk ke sana, itu sangatlah bodoh.

Lalu dia akan memulai rutinitas lainnya. Lari di seputar kompleks gedung kantor miliknya, karena dia juga tinggal di gedung yang sama. Kemudian berenang dan terakhir adalah melakukan calisthenics rutin. Tubuhnya besarnya itu membutuhkan keseimbangan sempurna, bukan hanya otot saja. Karena itu calisthenics sangatlah penting. Ketika urusan pribadinya selesai, selanjutnya adalah pergi ke ruang bawah. Black Room. Untuk mengecek keberadaan semua orang yang dia jaga.

Tubuhnya sudah segar karena dia sudah selesai mandi dan berpakaian. Dia berjalan menuju lift sambil menggenggam tumbler stainless yang berisi kopi.

"Good morning, welcome in Black Room. I am Angel your personal..."

"Morning Angel." Dia tersenyum sendiri mengingat betapa konyol adiknya Mahendra yang memberikan nama Angel untuk Artifical Intelligence ciptaannya itu. Katanya ini adalah wanita yang akan menemaninya sepajang hidupnya. Dasar konyol.

"Voice detection. Confirm. Face detection. Confirm. Good Morning Sir."

Pintu itu terbuka setelah bunyi bip saja. Dia duduk di kursi kebesarannya. Layar-layar berjumlah banyak seukuran 32 inch yang tipis dan transparan memenuhi salah satu dinding utama langsung menyala saja.

"Siapa yang ingin kamu tahu kabarnya Tuan?"

Dia berujar sebelum menghirup kopinya. "Mama dan Ayah."

"Mencari, Ibrahim dan Trisa Daud." Angel berhenti sejenak. "Ditemukan, berada di rumah. Status, aman."

"Ardiyanto Daud."

"Mencari. Ditemukan, MG Hospital Top Priority Floor. Kamar nomor A1. Laporan terakhir dari Dokter Reyn, kondisi stabil. Tidak ada perubahan berarti."

"Ingatkan saya untuk menghubungi Dokter Reyn nanti."

"Mengirimkan jadwal ke Janice. Selesai."

"Dimana Sabiya?"

"Aluna Sabiya, mencari, ditemukan. Jalan Cemara Raya, rumah. Status, aman."

"Hanif Daud."

"Mencari, ditemukan. Swenston Street, apartement. Status, aman."

"Mahendra Daud."

"Mencari. Mencari." Angel berbunyi bip panjang, lalu suara Mahendra sudah menggema saja.

"Bang, gue nggak suka lo cek setiap pagi. Ayolah. Lo pasangin semua orang tracker device termasuk gue? Lo pikir gue nggak tahu apa yang gue rancang sendiri. Bercanda lo Bang."

Arsyad tersenyum kecil. Dia melihat wajah Mahendra di layar yang sedang berkendara. "Mau kemana sepagi ini?"

"Gangguan server cadangan. Orang-orang IT di kantor nggak ada yang bisa selesaikan. Kenapa harus selalu gue yang turun tangan?" Mahendra mendesah kesal. "Pagi ini gue ada jadwal persidangan."

"Mareno kemana?"

"Di tempat tidur, coba aja cari. Bukan tempat tidur dia pastinya. Tapi saran gue jangan nyalain kamera di tracker device lo. Tanggung resiko sendiri kalau tiba-tiba lihat cewek telanjang."

The Dangerous Game (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang