Episode 7

1.6K 145 55
                                    

🍁


Tentang kenyataan jika Mikasa menyukai Levi adalah sebuah pukulan berat yang harus diterima oleh kedua kerajaan. Desas-desus bahwa permaisuri Obelia yang tak memiliki perasaan pada sang raja Obelia yang merupakan suaminya kini menjadi topik hangat dalam perbincangan khalayak ramai.

Dengan menaiki kudanya Levi meninggalkan Obelia diikuti Erwin dan Hanji dibelakangnya, setelah memastikan Mikasa sudah ditangani dengan tepat Levi memutuskan untuk segera meninggalkan Obelia disaat suasana terasa semakin rumit.

"Yang Mulia!" Hanji memacu kuda yang ditumpanginya untuk bisa sejajar dengan kuda Levi.

"Mengapa Yang Mulia malah melarikan diri?" Lanjut Hanji hingga ia mendapatkan lirikan tajam dari Levi.

"Apa maksudmu?" Raut wajah Levi terlihat kesal, seolah merasa Hanji mengatainya pecundang.

"Seharusnya Yang Mulia menunggu hingga Put.. maksud hamba Permaisuri Mikasa siuman." Terlihat Hanji yang tidak terima dengan sikap Levi yang gegabah.

"Akan lebih runyam jika aku tinggal disana lebih lama." Levi kembali mengarahkan pandangan pada jalanan yang mereka lintasi.

Erwin yang sedari tadi hanya mendengarkan di barisan paling belakang kini ia ikut andil dengan mensejajarkan kudanya diantara kuda Levi dan Hanji.

"Hamba sependapat dengan penasehat kerajaan, Yang Mulia. Disini hamba yakin jika memang permaisuri Mikasa tidak bahagia disana. Sebagai Keluarga dari permaisuri sudah seharusnya Yang Mulia bertindak akan hal itu." Penuturan Erwin membuat Levi terdiam sejenak.

"Mungkin Mikasa hanya perlu beradaptasi."

"Bukan seperti itu yang kami lihat!" Hanji menimpali Levi, dengan nada suara naik satu oktaf.

"Tenangkan dirimu." Erwin mengingatkan Hanji.

"Bagaimana jika kalian saja yang menggantikanku menjadi raja? Maka akan lebih mudah untuk kalian memutuskan sesuatu." Ucap Levi sebelum ia memacu kudanya lebih cepat dan meninggalkan Erwin dan Hanji dibelakang.

"Yah, dia marah." Gumam Hanji setelah Levi sudah berada jauh didepan matanya.

"Itu salahku." Erwin terlihat menyesal.

"Bukan, itu salahku." Sahut Hanji menimpali.

"Salah kita."

Levi mengeratkan genggamannya pada tali kekang kuda, ia memacu laju kudanya dengan kecepatan tinggi mengabaikan debu yang beterbangan disaat langkah kaki sang kuda menapakinya. Bukan, bukannya Levi tak memikirkan tentang Mikasa, hanya saja kini ia dalam dilema besar yang terus saja membuntutinya layaknya bayangan tubuh. Tiada henti ia memikirkan Mikasa yang kini tak dalam jangkauan tangannya, namun ia tak bisa berbuat lebih disaat sumpah saat penobatannya dulu menjadi rantai pengekang hidupnya. Saat melintasi jalanan dibibir danau Obelia Levi menghentikan langkah kudanya, ia memandang riak air danau yang jernih seakan mampu menyeretnya kedalam gelombang kegelisahan yang kini melandanya.

"Seharusnya mereka tak perlu khawatir, karena disaat Mikasa tahu siapa jati dirinya dan disaat itulah Mikasa akan berbalik membenciku." Gumam Levi disaat dadanya kembali merasakan sakit yang menghimpit, sesak.

.
.
.
.
.

*
.
.
.
.
.


Dengan menggendong Athi kini Hinata memperhatikan Claude yang tengah menunggui Mikasa, meskipun waktu telah lewat beberapa jam dari kejadian menghebohkan itu namun Mikasa tak jua membuka kelopak mata indahnya. Hinata hanya menahan hatinya yang kembali serasa diremas dikala melihat Claude yang duduk disamping ranjang Mikasa dengan menggenggam sebelah tangan Mikasa. Rajanya itu hanya terdiam, entah apa yang tengah dipikirkan Hinata pun tak tahu, akan tetapi kejadian tadi terlihat begitu membuatnya terpukul. Tak mungkin untuk menyangkalnya dikala sebuah kebenaran tepat berada di depan mata, Mikasa yang begitu mendamba Levi kini telah menjadi rahasia umum, menciptakan aura suram yang menyelimuti kerajaan Obelia.

Between the King and his MaidenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang