Episode 9

1.8K 129 58
                                    

🍁

Tapak kakinya berpijak pada dedaunan kering yang berbunyi 'krash' setiap kali ia melangkah, tangannya menggenggam erat pada sarung pedang yang tersemat di pinggangnya, mata tajamnya menyorot pada sebuah istana asing yang sudah berada dalam jangkauan pandangannya dengan para prajurit dan bawahannya yang setia menunggu kedatangannya. Puluhan mayat bergelimpangan menghadang di setiap jalan yang dilalui namun Levi hanya memicing menatap kosong pada sosok gadis kecil yang berada dalam sandera Hanji, langkah Levi menuju gadis kecil berambut hitam itu dengan niatan buruk yang sudah meracuni hatinya.

"Dia kah keturunan terakhir Azumabito?"

"Benar, Yang Mulia." Hanji menunduk dengan sopan pada Levi yang kini memperhatikan sosok Mikasa kecil.

Wajah Mikasa kecil terlihat kuyu dengan tali yang mengikat tangannya, mata cantiknya yang kelam masih meneteskan air mata atas kesedihan yang menimpanya dan menjadikan dirinya seorang gadis kecil yang malang, disaat didepan matanya ia melihat keluarganya termasuk ayah dan ibunya yang merenggang nyawa setelah mereka meminum sesuatu secara serentak.

Semua terbelalak saat Levi menarik pedangnya dan mengacungkannya di depan Mikasa kecil, sedang Mikasa kecil terlihat terkejut dan wajahnya mulai menunjukkan rasa takut. Levi mengangkat pedangnya tinggi hendak menebas Mikasa yang memejamkan mata saat silau sinar matahari memantul dari pedang berbilah tajam tersebut menerpa wajahnya, dan pedang Levi pun berayun menuju leher Mikasa.

"JANGAN!"

Levi tersentak dalam tidurnya dan langsung membuka mata saat kepingan masa lalu berubah menjadi sebuah mimpi buruk yang terus menghantuinya selama ini, menjadi momok dalam diri Levi hingga ia selalu menolak akan perasaannya terhadap Mikasa. Mengganti posisi menjadi terduduk tegap setelah ia tidur tertelungkup di samping Mikasa, Levi merenggangkan tubuhnya lalu menatap jendela yang masih menunjukkan kegelapan diluar kamar tersebut. Pandangan Levi kembali pada sosok Mikasa yang masih terlelap dengan wajah mengerut tersiksa dengan demam yang menjangkitinya, membuat Levi kembali merasakan rasa bersalah karena telah meniduri Mikasa disaat kondisi tubuh gadis itu yang kurang baik. Namun akan lebih rumit lagi jika seandainya Levi tak membantu Mikasa untuk menuntaskan nafsu akibat obat yang diberikan Claude.

Levi mengambil kain putih yang mengompres dahi Mikasa, mencelupkan kain tersebut pada air hangat yang telah mendingin dan memerasnya lalu meletakkannya kembali pada kening Mikasa, berharap bisa meredam panas tubuh Mikasa yang meninggi.

"Levi." Mikasa mengigau diantara panas tubuhnya, membuat sebuah sayatan pada hati Levi yang lemah terhadap sosok perempuan di dalam kuncian matanya.

"Aku disini, Mikasa." Levi membawa telapak tangan panas Mikasa menuju pipinya, dan disaat itu secara perlahan Mikasa membuka kedua kelopak matanya yang memperlihatkan manik indahnya.

"Jangan pergi." Tanpa bisa dikontrol air mata Mikasa jatuh membuat rasa sakit lain yang Levi rasakan.

"Aku milikmu, Mikasa." Levi mengecup bibir Mikasa dengan penuh perasaan, membasahi bibir Mikasa yang kering dengan sebuah lumatan penuh penyesalan.

.
.
.
.
.

*
.
.
.
.
.

Setelah mendengar kabar dari salah satu prajurit yang diutus Levi jika Mikasa sudah berada di istana Paradis membuat Claude bergegas menuju ke tempat Mikasa berada tanpa menunggu waktu lagi. Kini Claude berdiri di ditengah ruangan yang terdapat tangga lebar menjulang dihadapannya, ia mendongak melihat sosok Levi yang menuruni tangga dengan perlahan, Claude hanya memendam kekesalan begitu melihat wajah congkak Levi seperti biasanya.

Between the King and his MaidenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang