Diary

2 0 0
                                    

Candra tiba dirumah sakit yang ada pada selembar foto itu. Ia menemui seorang resepsionis dan menanyakan prihal Citra sambil menunjukkan foto tersebut. Kemudian ia dirujuk pada seorang perawat lain bernama Tia.

Perawat yang menjadi titik temu awal yang membongkar rahasia kelam hidupnya.

Perawat yang bernama Tia yang ia temui terlihat terkejut saat bertemu pandang dengannya, ia terdiam sesaat menatap wajahnya. Sebelum perawat itu mengajak candra duduk di sebuah taman.

Pandangan Suster Tia menerawang jauh kedepan. “Saya kira kamu tidak akan pernah kembali karena kondisi kamu sangat buruk saat itu. Tapi syukurlah sekarang kamu kelihatan sangat sehat.” Perawat itu mengucapkan kalimat yang sama sekali tidak dimengerti Candra.

Dengan dahi berkerut Candra mendengarkan dengan seksama kelanjutan ucapan sang perawat. “Walaupun kankernya sudah divonis bersih setahun selepas kepergian kamu, selama dua tahun penuh Citra selalu kemari menunggu kedatangan kamu setiap hari dibangku ini. Takut kamu tidak akan menemukannya jika kemari. Saya kira dia akhirnya menyerah menunggu kamu setelah dua bulan terakhir tidak pernah kemari lagi, tapi beberapa hari yang lalu dia pamit katanya dia akan pergi ketempat yang jauh saat saya bertanya apakah dia akan menyusul kamu ke negeri sebrang dia hanya tersenyum manis.”

Perawat itu memberikan sebuah buku usang padanya. Candra menerima buku tersebut dengan bingung.

“Dia pergi setelah meninggalkan buku Ini dan tidak pernah kembali lagi sejak hari itu. Saya tidak berani membacanya karna dia selalu mewanti bahwa ada sebuah peta rahasia yang tidak boleh diketahui orang lain. Saya harap itu bisa membantu kamu menemukan Citra.”

Candra membuka lembar demi lembar buku tersebut. Membaca baris demi baris tulisan tangan rapi milik citra. Seperempat awal buku tersebut bercerita tentang perjuangan Citra melawan penyakit yang dideritanya, rasa sakit, rasa takut, keluhan semuanya tertuang disana hingga lembar cerita yang mulai menceritakan kisah yang berbeda, pertemuannya dengan seorang pria. Pria yang membuatnya kembali bersemangat untuk mengalahkan penyakit yang menggerogoti tubuhnya.

Dear dairy hari ini aku bertemu dengan seorang pria tampan saat sedang melarikan diri dari pengawasan suster. Dia mengenakan pakaian pasien yang sama dengan yang aku kenakan, duduk sendirian dibalik semak-semak didekat taman rumah sakit. Dia hanya tersenyum manis saat aku memberinya isyarat agar tidak membocorkan keberadaanku dan melanjutkan sapuan kuas pada kertas kanvas dihadapannya.

Kami duduk beriringan tanpa bersuara hanya ketenangan yang menyelimuti sekeliling kami. Diam membisu sambil memperhatikan jari jemarinya yang dengan lihai menggoreskan cat air menghasilkan lukisan pemandangan indah.

Hari ini aku bertemu lagi dengannya ditempat yang sama dia tengah berbaring direrumputan hijau sambil menengadah ke atas langit, terlelap dengan wajah yang amat tenang. Dibawah rindangnya sebuah pohon besar yang melindungi kami dari terik matahari siang itu.

Saat menyadari keberadaanku, dia menyapaku sambil tersenyum hangat “Kabur lagi?” Suara rendah yang bertanya itu terus terngiang ditelingaku bersama bayangan wajahnya yang sedang tersenyum manis terus bersemayam dikepalaku.

Sudah menjadi kebiasaan baruku untuk pergi ketempat itu. Tempat rahasia yang menjadi tempat kami menghabiskan waktu luang selama dirumah sakit. Hari yang biasa membosankan, melelahkan dan menyakitkan kini terasa menyenangkan saat bersamanya. Menghabiskan sepanjang hari bersama pria itu terasa seperti kencan rahasia dirumah sakit. Bertemu dengannya memberikan pengaruh positif pada penyakitku yang kian membaik. Mungkin ini yang dimaksud dokter suasana hati sangat mempengaruhi kondisi sang pasien.

Sampai saat ini aku belum mengetahui namanya. Tapi bertanya padanya membuatku merasa kesal, dia malah menantangku untuk mencari tahu sendiri dengan memberi sebuah petunjuk inisial namanya C, menyebalkan bukan.

Rainy Day (complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang