Prolog

80.4K 3.4K 147
                                    

Istri kedua.

Apa yang terbersit di benak kalian mendengar kalimat itu?

Bencikah? Risih kah? Atau malah sebaliknya, kalian merasa empati dengan istri kedua.

Hari ini adalah hari pernikahanku. Sebuah pernikahan yang aku tunggu tapi sebuah penikahan yang tidak aku inginkan sama sekali karena aku akan menjadi istri kedua.

Istri kedua dari seorang pria yang sudah memiliki istri dengan satu orang putri. Aku bertemu dengannya bisa di hitung dengan jari. Bahkan aku tidak pernah berbicara padanya. Tapi dia pria asing yang sudah hadir dalam mimpiku.

Meskipun ini pernikahan yang tidak kuinginkan setidaknya aku harus tampil cantik. Aku merias diriku sendiri. Dibantu oleh Fina, asistenku.

Sudah banyak keluargaku yang datang. Aku hanya mengundang keluarga besarku dan teman dekatku. Tidak ada resepsi hanya akad saja. Aku duduk di pinggir kasur yang tentunya di penuhi nuansa putih dan bunga tulip yang berwarna pink. Bunga kesukaanku.

Fina menatapku dengan iba. Dia menggemgam tanganku dan tersenyum padaku. Aku membalas senyumannya dengan hangat. Meskipun Fina tahu aku sedang mencoba untuk tegar.

Aku sudah lelah menangis atau mungkin air mataku sudah kering karena banyaknya air mata yang sudah keluar dari kedua mataku. Semenjak ia pergi meninggalkanku selamanya. Pria yang kuharapkan untuk menjadi suamiku pergi meninggalkanku untuk selamanya.

Lalu enam bulan semenjak kepergian dia, ibuku pergi meninggalkanku. Aku benar-benar sudah kehilangan orang-orang terkasihku. Dunia seakan runtuh. Tapi aku tetap tegar dan mencoba untuk bangkit kembali demi ayahku.

Aku tahu ayah terpukul dengan kepergian ibuku. Wanita yang begitu dia cintai. Dan dia pasti sedih melihat putrinya yang tidak jadi menikah.

"Ayah cuman ingin lihat kamu menikah. Umur tidak ada yang tahu Nadia. Ayah takut tidak bisa melihatmu menikah. Semoga kamu segera di pertemukan dengan jodohmu yaa nak, jodoh dunia akhiratmu. Suami yang menyayangimu dan mencintaimu seperti cinta ayah pada ibumu."

Kalimat itu yang membuatku kepikiran terus. Aku tahu ibuku juga ingin sekali melihatku menikah tapi aku tidak sempat mewujudkan impiannya jika calon menantunya sudah di panggil Yang Maha Kuasa.

Setelah seratus hari kepergian ibu, lalu datanglah dia beserta keluarganya untuk melamarku. Awalnya memang sangat berat untukku dan keluargaku. Kami butuh waktu yang lama untuk memutuskannya. Setelah melakukan musyawarah berkali-kali dan aku melakukan istikhorah. Aku dan keluargaku dengan memantapkan hati menerima lamaran dia.

Orang tuaku dan orang tua calon suamiku mereka sahabatan ketika mereka menimba ilmu di Kairo sampai saat ini. Waktu umur 19 tahun ayah dan ibuku sudah menikah.

Mereka cepat di karunia anak yaitu kakakku. Tapi butuh 15 tahun kemudian ayah dan ibuku untuk bisa melahirkanku ke dunia.

Acara sudah dimulai dari tadi dan tahap selanjutnya yaitu pria yang akan menjadi suamiku akan membacakan ijab qabul dengan menggemgam tangan ayahku.

Suara renta ayahku terdengar penuh kelembutan tapi tetap tegas. Mendengar suara ayahku akhirnya aku tidak bisa menahan laju air mataku. Karena beliau lah aku menerima pernikahan ini. Beliau ikhlas dan ridho meikahkan putri bungsunya kepada pria yang sudah beristri. Apapun demi kebahagian Ayah, akan kulakukan.

Fina akhrinya memelukku erat. Bahkan dia ikut menangis. Pintu kamarku terbuka.

"Aunty." Panggilnya. Dia Zahwa, keponakanku yang berusia 16 tahun selisih 9 tahun denganku. Dia ikutan-ikutan menangis dan juga memelukku.

Tangisku semakin pecah ketika pria itu sudah menjawab ijab qabul ayah dengan satu tarikan napas dengan lantang dan tegas.

Allah.... kenapa rasanya sakit.

Seharusnya aku harus bahagia hari ini kenapa aku malah menangis. Sekuat tenaga aku menenangkan diriku. Menarik napas dan membuangkannya secara perlahan.

Aku meminta Fina untuk membetulkan riasanku. Selang beberapa menit pintu kembali terbuka. Kali ini seorang perempuan yang aku tahu kelak akan berpayung emas. Mbak Anisa, istri pertama suamiku.

Dia datang untuk menjemputku untuk bertemu dengan suamiku. Bahkan dia sekarang sedang hamil anak kedua.

Entah terbuat dari apa hatinya sehingga dengan begitu lapangnya dia membiarkan suaminya menikah lagi. Jauh dilubuk hatiku aku mengagumi istri pertama dari suamiku ini. Kalau aku di posisinya aku pasti sudah hancur sehancurnya.

"Tunggu ya mbak belum selesai." kataku dengan suara serak.

Dia mengangguk dan tersenyum memaklumi. Sebenarnya aku seumuran dengannya hanya lebih tua aku empat bulan.

Mungkin karena lama, mbak iparku juga datang menjemputku. Setelah riasanku cantik kembali. Aku di gandeng keluar oleh dua wanita. Kakak iparku dan Mbak Anisa.

Aku terus menunduk tidak melihat kepada keluargaku yang hadir mendoakan atau mencibir pernikahanku ini.

Hingga aku sampai di depan suamiku. Aku mendongak untuk melihatnya. Tidak ada senyum dan akupun tidak tersenyum.

Senyumku mengembang ketika aku melihat ayahku yang berdiri di samping suamiku.

"Salim Nadia." Ucap ayahku.

Aku menerima uluran tangan suamiku mencium tangannya lalu dia memegang kepalaku dan mencium keningku lama.

🍁🍁🍁

Huaahhh... aku gak tahu kenapa aku bikin cerita poligami

Pengen ajah gitu. Biar beda😆

Semoga suka🙏

Sabtu, 30 Januari 2021 17:35 WIB

Dua Hati  (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang