Pastikan kalian mem-follow akun starrtn terlebih dahulu dan budayakan vote sebelum membaca secara tidak langsung kalian mensupport cerita ini. Makasih 😊
........
"Fer, gue minta tolong ya kasih surat ini ke Dion please," pinta Jenie melas.
Fera memutar matanya malas. Seringkali penggemar Dion mendekatinya hanya untuk mendapatkan informasi. Mentang-mentang dirinya kenal dengan Dion. Fera pun mengiyakan perkataan mereka.
Refrania Jelita akrab dipanggil Fera nama si gadis yang kini berstatus menjadi teman dekat seorang Deralion Kafka Adinata yang akrab dipanggil Dion. Sungguh menyebalkan jika harus terbawa penggemarnya yang sepertinya sudah gila. Fera mempercepat langkah kakinya menghampiri tersangka yang tengah asyik bermain ponsel di depan kelas.
Sapu terbang menghantam kepalanya membuat sang empu mengumpat kasar. Ditengoklah ke depan seorang perempuan yang menatapnya datar.
"Pms ya lo? Datang-datang gue kena gaplok," gerutu Dion kesal.
Fera melempar surat itu asal dan langsung ditangkap oleh Dion seraya menyipitkan matanya di atas surat tersebut tertera nama dirinya. Dion membuka surat itu dan ternyata isinya surat cinta.
Fera mendengus sebal. "Heran deh gue cowok buluk kayak lo banyak yang naksir. Gue rasa lo pake pelet."
"Sembarangan kalau ngebacot. Lo itu terlalu buta Fer dengan kegantengan gue yang setara dengan Pangeran," pujinya setinggi tiang listrik.
Fera mendelik sinis. "Besok-besok kalau ada yang nanyain lo lagi bakal gue bilang mati sekalian. Empet gue liatnya," gerutu Fera kesal. Dion meringis.
• • •
Dua remaja kini dihukum membersihkan debu di perpustakaan akibat tidak mengerjakan tugas. Sudah kebiasaan kalau sudah deadline alasannya pasti lupa dan ketinggalan. Alasan basi, bocah SD sering beralasan seperti itu. Tidak ada keringanan. Namun, mereka malah senang. Dion duduk santai di kursi panjang sambil bermain game, sedangkan Fera membaca buku di sampingnya.
Hukuman terabaikan. Di saat membaca buku tersebut Fera menemukan sebuah fakta menarik kemudian, mencolek punggung Dion dan dia pun menoleh. "Apaan sih?"
"Lo penasaran nggak sama ruangan yang selalu terkunci di gedung sebelah?" tanya Fera kepadanya. Dion mengusap dagunya dan mengangkat bahu cuek.
"Ngapain sih lo kepo? Semua itu ada aturan dari sekolah ini kalau tempat itu dilarang jadi, jangan coba-coba ke sana apalagi sampai masuk. Gue dengar dari kakak kelas pernah ada rumor siapa pun yang masuk ke ruangan itu tidak pernah kembali kan seram. Gue mah cari aman saja," jelas Dion cuek.
Fera menutup bukunya terus memikirkan apa yang dikatakan Dion. Siapa pun yang masuk ke ruangan itu tidak pernah kembali? Maksudnya menghilang gitu? Kok bisa, pasti ada udang di balik batu.
Cubitan pedas diterima Dion saat Fera menancapkan kuku setannya ke paha. "Sakit bego!"
"Mulut lo kasar. Gue tabok nih pake meja," ancam Fera datar. Aura di sekitar menjadi suram. Dion cengengesan.
Tiba-tiba Fera menggebrak meja membuat Dion terlonjak kaget. "Ayo kita cek. Asli gue penasaran sama yang mereka bilang." Tangan Dion ditarik paksa, tarikan cewek tomboi emang beda lebih main fisik dan hati suka tersakiti.
Mereka berjalan menyusuri koridor sepi. Gedung yang dimaksud ialah gedung tua di belakang sekolah. Sudah ada pembatas di sana tertulis "Zona terlarang" Dion menghentikan langkahnya dan mencoba menarik Fera. Namun, Fera tetap bersikukuh maju. Mau tidak mau Dion mengikutinya dari belakang. Cukup Dion akui Fera pemberani akan tetapi, Dion selalu khawatir padanya, keinginannya lebih besar ketimbang rumor yang dibicarakan.
Tepat di perbatasan. Fera terdiam sesaat yang terlihat hanya lapangan luas dan di ujung sana terdapat bangunan tua yang menyeramkan. Meski siang hari, tetapi hawanya lebih horor ketimbang rumah hantu. Fera menengok ke samping.
"Lo harus yakin Yon, kita pasti bisa memecahkan teka-teki ini," ucap Fera yakin.
"Gue punya firasat buruk Fer tentang bangunan itu. Jangan ke sana ya. Gue mohon. Gue beneran takut, semisal kita malah kepisah. Lo harus pikirin ini semua," sela Dion dengan wajah pucat.
Fera menepuk pundak Dion dengan dua tangan. "Gue akan ke sana, kalau lo takut yaudah jangan ikut! Cukup lo liat gue dari jauh dan semisal sesuatu terjadi sama gue. Lo harus percaya gue akan kembali dengan selamat."
Dion menatap punggung Fera dengan rasa khawatir yang berlebihan saat melihatnya melewati perbatasan. Fera berjalan ke depan sambil mencengkeram erat ponselnya sesekali menengok ke belakang melihat Dion yang menatapnya nanar. Fera terus melangkah masuk ke dalam bangunan tua.
Dengan hati-hati Fera berjalan karena bangunannya sudah rusak seperti terkena hantaman topan. Fera meneguk saliva sebenarnya ada rasa takut dalam dirinya akan tetapi, suara-suara yang dia dengar membuatnya penasaran.
Semenjak Fera menginjakkan kakinya ke sekolah ini selalu saja terdengar suara lirih, samar maupun suara bisikan yang menuntunnya ke arah pintu yang selalu terkunci rapat dengan rantai serta gembok yang menjadikan tempat itu serasa memiliki sesuatu yang misterius. Sedikit lagi dan sampailah Fera di sebuah pintu besar menjulang tinggi. Pintunya masih bagus dengan ukiran kayu serta terdapat patung di sampingnya seakan menjadi penjaga. Fera meneliti patung di depannya karena tak ada yang mencurigakan Fera memilih mengabaikannya.
Tangannya meraih gembok yang terkunci, Fera berinsiatif mencari kunci tersebut di dalam tumpukan jerami, benda berkilau muncul ke permukaan dengan cepat Fera mengambilnya. Sejenak Fera menghela napas panjang kemudian, merenung. Perkataan Dion masih teringat jelas.
Gue takut kehilangan lo, Fer.
Fera menatap kunci di tangannya lekat beserta gembok yang bersarang di depannya. Tinggal dimasukkan pintu itu akan terbuka akan tetapi, Fera ragu. Bisikan halus memprovokasi serta bisikan samar menyuruhnya berhenti.
Buka pintu itu dan kau akan tahu apa yang ada di dalam sana, bisikan provokasi.
Jangan lakukan atau duniamu akan hilang, bisikan samar.
Bukankah kau penasaran? Ayolah Fera. Kunci di depan mata, ada dunia yang menantikanmu untuk kau tinggali, bisikan provokasi.
Kau akan kesepian seorang diri tanpa ada siapa pun yang menemani. Pergi! Ini bukan tempatmu. Temanmu mencemaskanmu, bisikan lirih.
Bisikan tersebut saling beradu membuat kepala Fera pusing. Kepalanya berputar-putar, agar tidak jatuh Fera memegang pinggiran tembok. Bisikan lain terdengar mengerikan.
Enyah kau manusia atau kau tidak akan pernah kembali! Dunia yang akan kau masuki berbeda. Kau akan terlupakan!
Fera, kembalilah ....
Fera berbalik badan dan meninggalkan tempat itu tanpa ragu. Tanpa sadar kunci berkilau ikut terbawa olehnya. Rupanya Fera tak seberani itu menghancurkan dunia yang selama ini dia dapatkan. Suara menggelegar dari dalam pintu serta teriakan dan suara lainnya bergema. Fera berlari menjauh, pilihan terakhir membuatnya berubah pikiran.
Dion melambaikan tangannya. Fera keluar dari zona terlarang. "Akhirnya ...." Dion bersukacita saat melihat Fera kembali
"Ayo pulang!" ajak Fera.
Dion mengandeng tangan Fera menjauh dari bangunan itu sesekali dia menengok ke belakang, sekilas melihat seorang gadis menatapnya tajam. Dion pun menyeringai.
Seringai yang ditampilkan Dion benar-benar misterius seakan bukan dirinya yang asli, Fera tersenyum ke arah Dion begitu pun sebaliknya. Dion selalu berada di sampingnya meski Fera tahu Dion memiliki rahasia.
Rahasia apakah itu?
Penasaran?See you next part~
.......
Yosh aku kembali membawa cerita baru bergenre campuran. Semoga suka dan doa kan lancar sampai tamat ya manteman. Mohon dukungannya 😊
Gimana part 01-nya?
✒ up: 06/11/20
KAMU SEDANG MEMBACA
Topeng Kaca [END]
Mystery / Thriller[FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] Tanggal 09 Maret 2021 Rank #2 - Jerit dari 10 cerita Tepat jam 12 malam seorang gadis berdiri di atas gedung. Tatapannya kosong dan hidupnya berakhir saat itu juga. Semuanya terjadi begitu saja bagaikan kaset rusak. Teriak...