Dion dan Rafka menatap ke arah langit dengan awan bergerak bebas. Saat ini mereka sedang menikmati masa-masa terakhir. Sebentar lagi semuanya akan kembali seperti semua.
Dion bertemu Rafka di tengah jalan kemudian, memutuskan mengajaknya berbicara dari hati ke hati.
"Indah banget," gumam Dion.
Rafka menoleh. "Sebaiknya lo pulang, gak baik berlama-lama di tempat ini," tegurnya. Dion tak menjawab melainkan memilih menikmati angin sepoi-sepoi yang membelainya.
Rafka duduk sambil berkata, "Lo yakin mau seperti ini Ka. Gimana dengan gadis itu. Apa lo berniat meninggalkannya?"
Dion membuka matanya saat teringat perempuan yang selama ini menghiburnya. Dia pun ikut duduk dan menatap Rafka. "Kalau lo pergi, gue ikut!"
Rafka mengembuskan napasnya pelan. "Gue udah lama nggak ada Ka, pada akhirnya lo bakal ngelupain gue. Lebih baik lo pulang."
Rafka berdiri terus berjalan ke depan, tetapi tangannya ditahan. "Jangan pergi, ayo kita kembali bersama. Gue mohon ...," lirihnya dengan mata berkaca-kaca.
Rafka mengusap kepala Dion, sebenarnya dia ingin Dion ikut dengannya akan tetapi, belum waktunya Dion pergi. Rafka merencanakan sesuatu agar Dion mau kembali. Seharian Dion diajak bermain olehnya.
Dion merasa senang seharian ini tanpa tahu di dunia nyata, Fera menangis histeris saat dia membuka matanya mendapat kabar bahwa Dion belum sadarkan diri. Fera merasa dirinyalah akar permasalahan yang melibatkan Dion sampai membuatnya terluka.
Ibunya berusaha menenangkan anaknya akan tetapi, Fera terus mengguncangkan tubuh Dion agar Dion bangun. Namun, tak ada respons darinya. Fera sampai pingsan berulang kali. Ibunya dibuat panik dan cemas melihat keadaan putrinya.
Dion berlari sambil menggiring bola di tepi pantai bersama Rafka di sampingnya. Bola masuk gawang dan Dion bermain dengan riang gembira sampai mereka tiduran di atas pasir. Dion tersenyum puas.
"Gue senang Raf. Nggak apa deh, cuman kita doang asal kita sama-sama terus," ucapnya dengan mata berbinar. Dion kembali mengajak Rafka bermain lagi.
Maafin gue Ka, seharusnya gue nggak menarik lo lebih jauh. Dasar keras kepala! Lo perlu disadarkan.
"Rafka! Tolong!" teriaknya sambil meraih ke permukaan. Rupanya Dion tenggelam. Rafka menyeburkan dirinya dan sang empu malah cekikikan. Dion mengerjainya.
"Jangan kayak gitu lagi atau lo beneran tenggelam," omelnya tak suka melihat kelakuan Dion yang berlebihan.
Dion hanya menampilkan senyum lebarnya. Tangannya merangkul pundak Rafka. "Ya maaf, abis lucu sih liat lo yang kesal. Biasanya kan datar kek papan catur. Hehe ...."
------
Waktu terus berlalu, tidak ada tanda-tanda Dion bangun. Sang dokter menatap kasian dengan perempuan yang selalu menghampiri temannya ini.
"Kenapa lo nggak bangun Yon? Please, jangan diemin gue kayak gini, lo boleh marah, lo boleh berbuat sesuka hati gue nggak akan melarang. Tapi gue mohon ... kembali. Gue kangen sama lo," tangisnya pecah. Dokter beserta perawat yang menyaksikan terharu melihat ikatan di antara mereka.
Mesin bergerak dengan garis lurus sampai berbunyi tutttttt.... Fera melebarkan matanya dia semakin menangis melihat temannya tiada.
"Dion!! Lo nggak boleh pergi ... bangun, kita udah janji akan sama-sama terus ... Dion!!!"
"Ikhlaskan kepergiannya Nak," ucap Ibunya. Fera menggelengkan kepalanya.
"Dion pa-sti kembali Bu- hiks, dia pasti sadar dan Fera akan nunggu dia di sini, hiks," isaknya semakin pilu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Topeng Kaca [END]
Misterio / Suspenso[FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] Tanggal 09 Maret 2021 Rank #2 - Jerit dari 10 cerita Tepat jam 12 malam seorang gadis berdiri di atas gedung. Tatapannya kosong dan hidupnya berakhir saat itu juga. Semuanya terjadi begitu saja bagaikan kaset rusak. Teriak...