Fera sudah memutuskan untuk datang ke gedung tua sesuai perjanjian yang mereka tepati. Sebelumnya Fera mendapat pesan lagi darinya.
Minggu, di gudang tua. Kau harus datang seorang diri. Jika ingin melihat Dion.
Fera merapikan kamar tidurnya yang seperti kapal pecah, tak sengaja ekor matanya melihat warna berkilauan di bawah tempat tidur. Fera berjongkok, tangannya meraih benda di depannya lalu terdiam sesaat.
Ini kan? Fix nggak salah lagi karena benda ini gue mengalami hal-hal aneh. Harus segera dibereskan.
Benda berkilau itu ialah sebuah kunci yang dia dapat dari gedung tua. Mungkinkah ada kaitannya dengan semua ini? Fera yakin semua berawal dari dia yang penasaran, dan berakhir diteror oleh mereka.
Kunci berwarna putih perak dikalungkan ke lehernya. Fera berhadapan dengan cermin.
Tunggu gue Yon, gue bakal semaletin lo dan kita akan kembali seperti dulu ....
Fera keluar rumah sambil mengeluarkan motornya. Kebetulan ini hari Minggu. Pukul setengah delapan Fera pergi sendirian ke sekolah. Sesampainya di gerbang depan suasana sekolah sepi. Fera memarkirkan motornya dekat warung kemudian, dia memilih berjalan kaki ke balik tembok rupanya ada jalan kecil, Fera memantapkan hatinya.
Gue nggak boleh takut, batinnya berucap.
Gedung Tua
Fera mengedarkan pandangannya ke setiap sudut. Ekor matanya menangkap bayangan berdiri di atap sambil menyeringai ke arahnya. Fera mengembuskan napasnya pelan. Kakinya siap melangkah, berjalan dengan hati-hati saat menaiki tangga.
Pintu kayu berukiran mawar hitam beserta patung di sekeliling. Fera meneguk salivanya mendadak angin kencang. Fera mencengkeram erat dinding tembok. Sesosok bayangan berdiri di depan. Fera terperanjat kaget, setenang mungkin menetralkan wajahnya.
"Di mana Dion?" tanya Fera tenang, aslinya jantung Fera saat ini berdebar. Bayangan itu hanya menatapnya dengan tersenyum samar kemudian, dia merubah penampilannya. Fera dibuat terkesima dengan parasnya yang rupawan.
Oh my God, ganteng banget ....
Fera terhanyut dalam pesonanya. Bayangan itu mendekat kemudian, berbisik ke telinga Fera, "Buka pintunya dan kau akan menemukan jawaban." Fera mengangguk.
Kunci dimasukkan dalam lubang gembok dan krek, bunyi kunci terputar, Fera merasakan angin menyapanya dingin. Sedetik kemudian, Fera terhisap tanpa sadar dan sekarang dia berada di sebuah taman. Fera mengerjapkan matanya. Barulah dia sadar.
Lah gue kok di sini? Bukannya tadi? Tunggu bentar ... parasnya kayak kenal. Oh tidak pemuda itu kan, pernah nabrak gue? Mungkinkah? Kenapa mirip sama Dion ya?
Fera sibuk dengan lamunannya tak menyadari sosok lain berdiri di sampingnya. Pemuda itu berdehem membuat Fera terkejut dengan reflek mundur beberapa langkah. Ekor mata Fera mencari benda 'tuk melindunginya, akan tetapi sayang taman ini begitu luas.
Pemuda tampan di sampingnya berkata, "Selamat datang di dunia Adinata."
Fera menautkan alisnya bingung. "Tunggu bentar, lo terlihat seperti manusia ... lo lagi ngerjain gue ya Yon."
Fera yakin di depannya ini Dion. Pemuda yang mirip Dion tak bergeming.
"Yon, ini gue Fera. Sadar woy! Ayo kita pulang sebelum setan itu kembali." Fera menarik tangan Dion mengajaknya pergi. Tangan Dion dingin tak dipedulikan oleh Fera yang penting dia berhasil menemukan sahabatnya. Tanpa pikir panjang Fera menariknya sambil berlari mencari jalan keluar.
Fera terhempas saat memasuki ruangan lain. Bahunya sakit efek benturan yang didapat. Sosok Dion berdiri di kegelapan dengan susah payah Fera menyeimbangkan penglihatan.
"Ini di mana?" tanya Fera penasaran. Sedetik kemudian, terdengar suara saling beradu. Fera menutup telinganya sangking berisiknya suara itu. Matanya menutup dan Fera terjatuh ke lantai. Dia pingsan.
Sosok itu mendekat, mengeluarkan pisau bermata tajam. Ujung pisau diarahkan ke tubuh Fera akan tetapi, dari arah belakang Dion berteriak.
"Tidakkkkkk! Jangan sakiti Fera." Dion mendorong bayangan yang mirip dirinya. Dengan susah payah Dion berhasil mematahkan ilusi yang dibuat oleh Rafka. Dion menyadari bahwa kedua orangtuanya sudah tiada lama. Selama ini Dion menjalani kehidupan lain yang diisi dengan halusinasi. Dion menatap bayangan di depannya dengan tajam.
"Kamu bukan Rafka! Siapa kamu sebenarnya?" tanya Dion kepadanya sambil melindungi Fera. Bayangan itu terkekeh kecil.
"Rupanya kau mampu mematahkan sihir yang aku buat, saatnya membinasakan kuman," seringainya.
Dia menyerang Dion, dengan gesit Dion menghindari semua serangannya sampai perut Dion tertusuk. Dion terbatuk saat tengkuk lehernya dihantam. Dion bertekuk lutut. Matanya menatap Fera sendu.
Maafin gue Fer, sekali lagi gue nggak berdaya melindungi lo.
Dion terjatuh ke lantai. Tusukan kembali dilancarkan. Namun, bayangan itu berteriak kesakitan saat tubuhnya terkoyak lebih tepatnya binasa. Dalam kegelapan muncullah sosok pemuda tampan, bayangan yang menyerupai dirinya berubah menjadi menyeramkan. Matanya menatap tajam. Rambutnya panjang dengan kuku hitam serta mulutnya yang robek. Pemuda itu memberikannya cermin.
Dia menjerit kesakitan tatkala tubuhnya terhisap dalam beningnya air yang berkilauan. Fera membuka matanya perlahan tak sengaja melihat sosok pemuda yang mirip dengan Dion menghampiri Dion yang tergeletak tak berdaya dengan darah bercucuran di bagian perut. Tangan Fera bergerak lemah ingin meraihnya akan tetapi, semuanya gelap. Fera kembali tak sadarkan diri.
Rafka membawa Dion dan Fera keluar dari ruangan gelap menuju rumah sakit. Mobil berkecepatan tinggi membelah angin. Sang mentari ditutupi awan gelap. Rafka menatap Dion sendu.
Maaf, sudah membuatmu terluka karena diriku yang tak berdaya dan terima kasih telah membebaskanku dari kegelapan.
-----
Rumah Sakit Harapan
Dion dan Fera dimasukkan ke Unit Gawat Darurat, sedangkan sosok Rafka menghilang. Luka di perut Dion yang paling parah karena tusukan benda tajam mengenai organ dalamnya, sedangkan Fera mendapat luka ringan.
Dua jam berlalu, mereka enggan membuka mata. Dion dan Fera dirawat seintens mungkin sampai darah yang bercucuran tadi dihilangkan.
Dion dalam keadaan kritis, hidupnya antara ada dan tiada, sedangkan Fera tertidur pulas. Fera bermimpi melihat Dion menjauh, teriakan bahkan panggilan sudah Fera lakukan akan tetapi, suaranya seakan tak sampai padanya.
"Dion! Jangan pergi ... lo udah janji sama gue akan kembali, Dionnnnnn ...."
Dion berhenti di ujung cahaya. Dia menoleh ke belakang dan tersenyum samar. "Jaga diri baik-baik Fer, maaf aku tak bisa lagi di sisimu ... aku harus pergi," bisiknya pelan lalu bayangan Dion menghilang.
Dalam tidurnya Fera meneteskan air matanya. Di tempat lain Rafka menatap cermin yang menampilkan sosok perempuan yang menatapnya tajam.
"Lepaskan aku! Dasar tidak berguna!" teriaknya kencang akan tetapi, suaranya tak terdengar.
Rafka mengeluarkan batu beralasan api kemudian, melemparkan batu tersebut ke arah cermin dan langsung memecahkannya. Kepingan kaca dibakar beserta sosok perempuan yang ikut menghilang.
Perlahan tubuh Rafka pun menjadi transparan, mulai dari tangan, kaki serta semuanya tak terkecuali pun. Sepasang kupu-kupu terbang ke arahnya dan mengelilinginya. Angin membawanya pergi ke tempat Dion berada. Ditatapnya lama raga Dion yang tak bergerak.
TBC
Sudah berapa hari aku nggak up? Sehari atau seminggu? Atau bahkan lebih?
Maapkeun aku yang sok sibuk. Malas nulis padahal menuju ending, mana kurang asupan lagi 🙏
Api dalam diri mulai menipis dan kembali padam. Tolong beri dukungan untukku manteman agar aku tidak lewat lagi. Tetap semangat!
KAMU SEDANG MEMBACA
Topeng Kaca [END]
Mystery / Thriller[FOLLOW SEBELUM MEMBACA!] Tanggal 09 Maret 2021 Rank #2 - Jerit dari 10 cerita Tepat jam 12 malam seorang gadis berdiri di atas gedung. Tatapannya kosong dan hidupnya berakhir saat itu juga. Semuanya terjadi begitu saja bagaikan kaset rusak. Teriak...