Terbawa Arus

81 37 17
                                    

Sorot mentari menyorot manja, memecah cahaya keemasan dan membangunkan seorang perempuan yang masih tertidur. Matanya perlahan terbuka, pertama yang dilihat ialah langit kamar dan jam di nakas. Perempuan itu menguap panjang sembari merentangkan kedua tangannya pertanda dia sudah bangun. Kakinya turun dari kasur dan berlalu pergi ke kamar kecil untuk membersihkan diri.


Rambutnya yang basah terselip handuk serta piyama yang dia sematkan ke tubuhnya. Kaki telanjangnya berjalan ke arah lemari langsung mengambil satu set seragam lalu memakainya. Dia tersenyum di depan cermin, saatnya berangkat ke sekolah.

Perempuan itu keluar kamar sambil bersiul seraya menenteng tas selempangnya. Di meja makan keluarganya berkumpul untuk sarapan pagi. Perempuan itu mencium pipi Ibunya lembut.

"Pagi," sapanya riang. Sang Ibu tersenyum dan membalas sapaannya.

Perempuan itu duduk di kursi sambil memakan roti tawar berselai cokelat lalu mereka sarapan bersama. Sekilas dia melihat jam tangan yang bertengger manis di pergelangan tangannya, buru-buru menghabiskan minumannya dan keluar rumah dengan berlari. Sang Ibu menggelengkan kepalanya. Perempuan itu sampai di halte dan naik angkutan umum. Dia bernapas lega. Semilir angin menyapanya di pagi hari yang sejuk.

Hari ini hari pertamanya sekolah di SMA Pelita. Jam terus berdetak, angkutan umum mencari penumpang. Perempuan itu melihat keluar jendela yang terbuka sedikit dan kembali duduk diam. Jarak antar rumah ke sekolah cukup jauh. Dia bergegas menaiki angkot dan keluar sambil bayar dan berlalu pergi ke gerbang.

Beruntung dia tidak terlambat. Napasnya memburu, dengan cepat merapikan pakaian serta rambutnya yang berantakan akibat berlari tanpa jeda. Matanya melihat area sekolah, dan sampailah ia di ruang guru. Kakinya melangkah masuk dan menyapa akan tetapi, bahunya ditabrak orang. Perempuan itu mengaduh sakit. Sang penabrak tak tahu diri itu pergi begitu saja, perempuan itu dibuat melongo. Namun, diabaikan.

Perempuan bernama Refrania Jelita ini masuk ke kelas 10-A. Dia celingukan karena sang guru tidak mengantarkannya ke kelas jadinya dia kebingungan. Fera sampai salah tempat, hari pertama yang sial baginya. Fera terus berjalan tak tahu arah sampai di depan matanya dia melihat pemuda yang sengaja menabraknya. Fera berlari ke arahnya kemudian, menarik lengannya. Pemuda itu menengok dan menghempaskan tangannya kasar. Fera mendengus.

"Kasar banget sih jadi cowok!" geram Fera kesal. Pemuda itu mengabaikan perempuan aneh di depannya lalu pergi. Sebelum pemuda itu pergi jauh Fera kembali menarik lengannya agar tak melarikan diri dengan cepat Fera menarik kerahnya dan menjatuhkannya ke tanah.

Dia mengumpat, "Shit! Lo apa-apaan sih." Fera acuh tak acuh.

"Kelas 10-A di mana?" tanya Fera datar.

Pemuda itu menepuk debu lalu melirik sinis. "Cari sendiri. Gue sibuk!" Pemuda itu kembali pergi. Namun, dicegat oleh Fera.

"Gue udah telat anjir, pengertian dikit kek! Lo laki apa banci," kesal Fera. Pemuda itu menatapnya intens lalu menghela napas. Dia kalah telak, tangannya menunjuk ke selatan.

Fera mengikuti arahannya lalu menatapnya lagi. "Lo lagi nipu gue ya? Lo pikir gue bodoh yang benar kalau ngasih tau." Tanpa persetujuan pemuda itu ditarik sebagai penunjuk jalan. Pemuda itu dibuat kesal dengan sikap perempuan di depannya ini.

Kelas 10-A

Fera celingukan ke dalam kelas, rupanya benar dan sepertinya tidak ada guru. Pemuda yang dia tarik dilepaskan.

"Lo boleh pergi," usirnya, "and thanks."

Fera masuk ke dalam kelas tanpa melihat pemuda itu lagi. Banyak murid yang melihatnya, Fera duduk paling belakang dekat cowok cupu. Fera mendengar lagu lewat earphone-nya mengabaikan pandangan para siswa. Pemuda yang tidak tahu namanya pun pergi setelah mengantarkan perempuan aneh itu ke kelas yang benar.

• • •

Fera mencolek cowok di sebelahnya. Ragu-ragu cowok itu menoleh. "Gurunya nggak masuk? Apa gimana?" tanya Fera penasaran.

Cowok itu diam saja. Fera mendengkus sebal percuma saja berbicara dengan cowok aneh bin cupu di sampingnya. Pendengarannya seperti bermasalah jadinya Fera memilih kembali mendengarkan lagu. Jam pelajaran pertama dan kedua berakhir. Fera menatap papan tulis yang kosong lalu melirik aktivitas para siswa-siswi yang terdiam.

Gue nggak salah masuk kelas kan? Kok yang lain pada aneh? Ini gurunya nggak pada ngajar apa libur sendiri, pikirnya dalam hati.

Sampai bel istirahat berbunyi. Fera orang pertama yang keluar kelas. Dia bosan dalam kelas yang aneh mana tidak ada gurunya jadinya ia berjalan-jalan di koridor. Kelas 10 itu jauh dari kelas lain. Perlu melewati tangga dan beberapa bebatuan lainnya. Kelasnya benar-benar aneh. Fera berhenti di lapangan. Tempat itu sepi, ke mana perginya semua orang? Fera kembali berjalan dan berputar-putar barulah ia sampai di kantin. Letaknya pun tersembunyi. Ada warung yang buka jadinya Fera mampir.

"Bu, beli es teh jus," pesannya. Sang Ibu mengangguk dan mulai melayani.

Fera duduk seorang diri di sana. Matanya kembali melihat-lihat anehnya hanya warung ini yang buka, sedangkan yang lain tutup. Fera terheran-heran.

Es teh diterima. Fera berdehem. "Misi, Bu mau tanya kok kantinnya sepi ya? Cuman warung Ibu yang buka?" tanya Fera penasaran.

Sang Ibu menengok dan menatap Fera diam. Fera menautkan alisnya. "Apa ada yang salah?"

Sang Ibu menggelengkan kepalanya. Mulutnya terbuka ingin berucap akan tetapi, diurungkan. Fera kembali bertanya, "Ibu sehat? Kok pucat banget?"

Raut si Ibu terlihat kurang sehat. Ibu kantin berkata, "Jangan percaya pada siapa pun. Bertahan atau menghilang. Kau harus memilih sebelum semuanya tiada."

Fera mencerna semua perkataannya. Apa maksudnya? Dia pun tak tahu. Fera ingin bertanya, tetapi sang Ibu malah tidak ada.

Perasaan tadi di depan mata, kok ngilang? Apa ke belakang?

Fera celingukan ke kanan-kiri. Kantin yang dia kunjungi sepi. Fera beranjak dari kursi lalu pergi tanpa meminum es teh jus yang ia pesan. Fera kembali berjalan ke Utara. Ada yang aneh dengan sekolah ini, ia mengingat rute awal sebelum dia masuk ke kelas. Jalannya cepat dan sampailah dia di tempat yang luas. Fera melongo.


Mana sekolahnya? Kok menghilang? Fera berbalik dan melihat wajah pucat para siswa. Mata mereka kosong dan seketika menerjang Fera. Wajah mereka berubah menjadi menyeramkan. Fera berteriak lalu menendang mereka satu per satu. Fera berlari melarikan diri.

Jantungnya berdegup kencang sampai di mana kakinya lelah, langit yang cerah kini berubah gelap. Fera menyalakan senter lewat ponselnya. Waktu masih siang kenapa menjadi gelap seketika? Bulu kuduk Fera merinding dan matanya menangkap sosok pemuda yang tadi. Fera berteriak dan menghampirinya. Tangannya tergapai anehnya tangan pemuda itu dingin. Fera membeku, dia mundur beberapa langkah lalu berbalik arah. Sialnya dia terkepung oleh manusia tak bernyawa. Fera menjerit histeris sampai suaranya habis perlahan semuanya gelap yang ia dengar hanyalah suara melengking. Fera menutup matanya karena sudah tak berdaya.

"Selamat datang di dunia kami, dan jadi bagian dari kami!"

......

TBC

Yosh adakah yang penasaran?
Gimana part-nya?
Apakah seru atau biasa saja? Atau kurang jelas dan bikin bingung? Aku pun kurang tahu-tempe 😂

See you next story ~

Up: 07/11/20

Topeng Kaca [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang