Kepingan Memori

24 18 2
                                    

Fera baru mengetahui sebuah fakta menarik bahwa dirinya yang diincar akan tetapi Dion memilih mengorbankan nyawanya. Fera merasa sesak, usai kejadian semalam yang mengerikan Fera terbangun di siang hari dengan luka lebam di wajah serta seluruh tubuhnya. Fera dilarikan ke rumah sakit karena kehilangan banyak darah. Beruntung dia masih hidup dan sekarang tatapannya menjadi kosong.

Seorang gadis berkacamata menjenguknya kini mereka berteman. Putri membawa buah-buahan segar. Fera tak berselera untuk makan.

"Lo harus makan Fer," bujuknya. Namun, Fera tak bergeming. Putri menggenggam tangan Fera.

"Ini karena gue yang lemah, hiks. Dion ... dibawa olehnya. Gue gak berguna banget," isaknya. Putri mendengarkan semua keluhan yang diutarakan oleh Fera. Dia pun tak berdaya jika berhadapan dengan bayangan kuat itu.

Fera menangis sesenggukan. Putri mengusap punggungnya supaya Fera tenang. Selang beberapa menit tangisan Fera berhenti. Sebuah pesan masuk menggetarkan ponselnya Putri mengambilnya dan membaca pesan tersebut.

From: Unknown
Jika kau ingin melihat Dion. Datanglah ke gedung tua seorang diri tanpa ditemani siapa pun. Jika kau melanggar. Aku akan membunuh Dion tepat di depan matamu.

Raut wajah Putri menjadi pucat. Melihat wajahnya seperti itu membuat Fera penasaran. Tangan Putri bergetar usai membaca pesan tersebut. Ponsel Fera hampir terjatuh dengan cepat Fera menangkapnya dan menyalakan layar dan terlihatlah pesan masuk tadi.

Fera mencengkram erat ponselnya. Ia beranjak dari kasur akan tetapi, tertahan oleh tangan Putri. "Lepasin, gue mau nyelametin Dion!"

Putri menggelengkan kepalanya. "Jangan pergi, ini pasti jebakan," ucap Putri.

"Mau itu jebakan atau tidak, gue tetap harus ke sana dan nyelametin Dion!" Fera tetap bersikukuh ingin pergi membuatnya menjadi keras kepala.

Plak!

Putri menampar pipi Fera.

"Lo harus berpikir panjang Fer. Semisal lo ketangkep pun percuma lo nggak bakalan bisa nyelametin Dion malahan elo sendiri yang sial. Lo harus pikirin ini baik-baik dan perlu adanya rencana yang matang," jelas Putri panjang lebar. Mendengar perkataan Putri membuat Fera terdiam cukup lama.

Sekitaran jam sebelas siang. Pesan itu tak berkicau lagi. Sang pengirim tidak jelas memberikan informasi. Fera dan Putri sama-sama berpikir kritis dan tenang. Mereka mulai memikirkan cara tuk meloloskan diri dari jebakan.

-----

At Gedung Tua-alam lain-mansion Adinata.

Dion dan Rafka seperti biasa makan bersama dengan keluarganya. Keseharian mereka dihabiskan dengan berkumpul dan bercanda. Dion kembali ke masa di mana keluarganya utuh. Ingatan tentang Fera terhapus sementara.

Usai makan mereka berangkat ke sekolah. Mereka duduk di bangku SMP kelas 2. Dion mengendarai sepeda, sedangkan Rafka menggunakan skateboard. Dion merentangkan tangan. Angin menyapanya lembut.

"Awas!" Sepeda Dion terjatuh ke aspal. Dion meringis hampir saja menabrak kucing hitam. Rafka mengulurkan tangannya.

"Gendong," pintanya melas. Rafka mendengus, tetapi dilakuin juga. Rafka berjongkok dan Dion langsung meloncat dari belakang. Sepanjang perjalanan, Rafka memasukkan skateboard-nya ke dalam tas dan pergi ke sekolah mengendarai sepeda dengan Dion dalam gendongannya.

"Raf, jangan pernah berubah ya," bisik Dion di telinga Rafka. Tidak ada jawaban Rafka memilih diam mendengar ucapan Dion.

Sesampainya di sekolah. Seperti biasa Dion terkenal dengan murid yang patuh, sedangkan Rafka nakal. Dia tak masuk kelas melainkan pergi ke rooftop sambil merokok.

Topeng Kaca [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang