08

49 4 0
                                    

Kini diriku sedang berkeliling sekolah, kalian pikir mungkin karena aku sedang mencari si Kutu Buku.
Oh jelas tidak, aku sedang menghadapi kesialan yang memang sering terjadi pada diriku.

Aku dan Hendi ketauan bahwa kami lah yang mengempeskan ban motor Bu Usi dan Bu Lena.

Kami mendapatkan hukuman yang terbilang sudah biasa bagi kami berdua.
Meminta tanda tangan guru tiap kelas? Bukan.
Kami berkeliling memakai kalung yang bertuliskan sesuatu? Yups, benar.

Tapi bedanya kali ini kami mengalungkan ban dari motor kami sendiri yang sangat diharuskan dilepas dari motor kami dan ditambah kertas yang bertuliskan 'Kami tukang betusin ban motor' yang dikalungkan juga.

"Iih anjirlah, berat banget ban motor gue" ucap Hendi sedikit risih.

"Sama aja njeng, emang lo kira ban motor gue gak berat" balasku.

"Eh, motor gue ini motor gede. Lo kan motor matic"

"Eh, emang lo kira mentang-mentang ban motor lo ban motor gede. Terus ban motor gue seringan kapas gitu?

"Ya, nggak. Seenggaknya mending punya lo"

"Oh, mending punya gue ya. Nih pake" ucapku sambil melepaskan ban ini lalu mengalungkan pada Hendi.

"Woy, woy apaan dah. Nambah berat ini" ketusnya.

"Bawain noh, sampe kelas itu" ucapku menunjuk kelas yang berjarak 4 ruangan dari kami.

"Gini amat nasib" sahut Hendi agak pasrah.

"Gakpapa, seru kok" jawabku.

"DIAN MUTIARA SABILA, HARAP DIPAKAI BANNYA ATAU PAKAI BAN ITU ULANGI BERKELILING 2X LAGI" bunyi yang muncul dari pengeras suara yang dipasang setiap kelas itu.

"Ih gak enak banget dipantau" kesalku, lalu aku pakai lagi ban itu.

"Nah, baru kan kerasa malu lo"

"Gak malu, gue cuman takut aja gue makin terkenal"

"Bodo amat, kotor semua nih baju gue, mana hoodie gue masih lo pake"

"Baju gue juga nih"

Kami pun tetap berjalan mengelilingi tiap kelas.

Pemandangan tak asing yang kami lewati, ada yang berbisik-bisik mengatakan 'mereka lagi, mereka lagi', ada yang mengambil gambar kami dengan handphone tapi siapa saja yang memfoto diriku ,aku mengacungkan jari tengah dan mengancam dengan tangan yang seperti kugorok dileher.

Namun, langkahku berhenti ketika seseorang berteriak.

"Loh, kenapa pada takut. Foto aja foto, kakak-kakak itu baik kok. Malah kalo difoto mereka seneng" ucapnya membuatku memelototkan mata ke arahnya.

Ia pun mendekat ke arahku.

"Nih ya"

Ckrekkk
Bunyi hp nya yang memotret diriku.

"Tuh liat, gak marah kan" ucapnya memamerkan gambar itu.

"Bisa diem gak lo" bentakku.

"Gak bisa nih, kapan lagi bisa liat lo dihukum" ucap mahluk mengesalkan ini.

"Eh, lo juga betusin ban motor gue. Kenapa lo gak dihukum. Nih nih bawa ban nih" ujarku sambil mengalungkan ban milikku ke lehernya.

"Gue nggak kayak lo, otak gue masih kepake. Gue tau ada cctv tapi gue betusin ban motor lo dengan taktik benerin tali sepatu" jawabnya membuatku menggeram.

"Wah, bukan maen beratnya, semangat Dian!" katanya sambil mengembalikan ban ke leherku.

Ia pun berjalan pergi meninggalkan kami.

PACARku Si Kutu BukuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang